Jejak Sang Hidup, Kelana, Hilang, Tersesat || Antologi Puisi Millia Presestya
(Sumber Gambar: id.depositphotos.com)
Jejak Sang Hidup
Ayat-ayat
kehidupan berkisah
Pada lembaran
hari,
Ada sejuta
cerita dan rasa,
Jejak petualang
hidup tertoreh pada wajah harian-Nya.
Sahabat,
Inilah hari
bahagiamu,
Hari
istimewamu,
Adakah engkau
menelusuri jejak kemarin.
Tentang duka
dibalik senyum
Tentang pengorbanan
dibalik tawa,
Di sini
menjadi tempat saksimu perjuanganmu.
Jejak berlangkah,
Pada setiap
nafas dan keluhmu.
Ittulah kehidupan,
Ada dalam
suka maupun duka,
Selalu bergantian
tak henti,
Ya, kita
jalani sebagai proses,
Mari bergandeng
tangan,
Besatu padu menuju jalan paling sunyi.
Baca Juga:Merah-Putih-Puisi-jenhy-Arkanjela
Kelana
Sorotan senja
menembus lorong jiwa nan kelam.
Sepotong
hati dalam kekosongan.
Tersesat,
Remuk,
Hendak mencari
jalan dan penopang langkah.
Di sini,
ia menyambutku.
Mengangkat
serpihan hati yang berarti.
Ada kehidupan
yang pada jiwa
Aurah bahagia
bersemi pada wajah.
Tapak-tapaknya
mulai berpijak.
Berbenah,
Bertunas
dan merambah.
Segala warna
kehidupan mendekapnya.
Menikam tajam
dan tertancap
Pada
kepingan nubari.
Mekarnya
harapan yang kadang berlapuk.
Baca juga:Persembahan-Kecil-untuk-st-Arnoldus
Hilang
Sayap-sayap
kebahagian patah
Tinggalkan
puing-puing tak bermakna.
Terenyah
dalam waktu separuh
Terbentur
dalam keheningan semu,
Hilang dalam
penglihatan,
Sendiri di
tengah kebersamaan,
Sepi di
tengah keramaian
Sungguh
hilang,
Benar-benar
hilang,
Ada untaian
kata terselip dalam doa,
Berte;ut
dalam kaku nan diam.
Dalam tunduk
senduku,
Di
padang Ruteng kala petang
Revolusi
hidup,
Ya,
itulah dinamika.
Desahan nafas
panjang mengantar senja,
Bersemedi
bersama malam,
Untuk puing-puing
kebahagiaan.
Agar kian
terekat utuk berpadu.
Baca Juga; Ada-Empat-hal-Perlu-Diperhatikan-agar
Terseret
Di tengah
rimbun rerimba nan gelap,
Aku tersesat
dan tersayat duri.
Lentera kunang-kunang
menerangi.
Hendak kugapai
mempelitakan jalanku
Sayang,
tali-tali liar membelit
Membuatku
terpelanting terkapar pada tanah,
Ada tetesan
darah dari luka,
Tubuhku kian
kumal.
Nafasku tersengal,
Tak ada
pelik meraung,
Taka da suara
memberontak,
Tak ada
teriakan menolak,
Tak sepatah
katapun terucap,
Menyerah,
Pasrah,
Secuil nafas
tersisa, memanggil Tuhan.
Akupun hilang,
Tubuhku hampa
dan kosong.
Tak berpenghuni,
Biarkan riba
gelap.
Kau tempat
terakhirku berpijak.
Oleh Sr. Millia Presestya, SSpS
Post a Comment for "Jejak Sang Hidup, Kelana, Hilang, Tersesat || Antologi Puisi Millia Presestya"