Mama Muda Menggendong Duka || Cerpen BD
(Sumber Gambar: Akun FB)
Apakah ia terlalu dini bila aku menyebutnya mama muda? Aku rasa tidak. Sebab ia sudah mengandung buah spermaku pada rahimnya. Apakah aku sudah merasa layak untuk menjadi ayah dari anak-anaknya. Ya,,, sudah juga. Telah aku stempel jelas pada gundukan rahimnya.
Awalnya aku merasa bahagia karena benih yang aku taburkan dapat tumbuh. Aku tidak menyadari, ini merupakan awal dari duka kehidupan. Aku harus menjadi ayah pada usia yang belum layak. Ia juga demikian, demi merawat benihku perkuliahan nya diberhentikan di tengah jalan. Padahal tinggal dua tahun lagi engkau akan mendapat titel sarjana muda.
***
Satu tahun yang lalu aku mengenalnya lewat facebook pada saat ia mengomentari postingan dari saudaraku. Tetapnya saat ia memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada saudaraku. Aku penasaran akan parasnya.
Lalu aku mencoba melihat dinding akun FBnya tak lupa juga aku
mengobrak fotonya. Entah kenapa tanganku dengan cepat menyentuh kotak ‘tambah
teman’. Aku lepas begitu saja tanpa ada niat untuk membatalkan permintaan
pertemanan dengannya. mungkin juga karena aku ingin berkenalan.
Cukup lama juga ia mengkonfirnya. Tepat dua minggu ia pun
menerima perteman itu, sudah pasti ia juga menerima aku menjadi teman dalam
akunnya. Atau mungkin ia mengkonfirnya tanpa melihat foto-fotoku. Entahlah!.
***
Singkatnya tidak butuh waktu lama aku mendapatkan nomor WhastAppnya. Mungkin karena ia melihat kegantenganku. Saling menanyakan kabar sampai akhirnya kami saling memberi rasa nyaman. Benar kata orang, kedekatan adalah obat yang paling ampuh untuk memberi rasa nyaman.
Sampai akhirnya kami berpacaran. Aku menyadari bahwa ia adalah
cinta pertamaku dari sekian banyak wanita yang pernah berpacaran denganku.
Sikap pedulinya meluluh-lantakan rasa egoku. Sehingga akhirnya kami berpagut raga dalam remang-remang cahaya kenikmatan. Itulah awal derita kami. Rasa nikmat berhitung detik tetapi golgota seumur hidup. Kami akhirnya di pulangkan dari kota yang sejuta kenangan indah.
***
Pada saat itu, ia mulai menggendong duka dengan Sembilan bulan benih suciku pada rahimnya. Sesampainya di kampungku. Kedua orang tuaku tidak menerima ia dengan baik. Mungkin mereka sudah mengetahui tentang latar belakang keluarganya.
Aku berontak dengan kedua
orang tuaku. Tetapi mereka tetap pada pendiriannya. Mereka tidak menyadari akulah yang bersalah
atas hidupnya. Akulah yang mulai merayu dengan kata-kata manis yang terlaris di
pasar kaum muda.
Air matanya, mengalir dengan tidak bermuara. Pada saat itu kata dan desahannya bercampur baur. Hanya ada satu kalimat yang aku dengar darinya “jangan kk, tolong!”. Tetapi aku tetap beringas mencari titik-titik lemahnya. Sehingga akhirnya, ia berkata “kak, tolong tanggung jawab”. Kejadian itu merupakan suatu kebanggaan bagiku sampai aku menceritakan semua kejadian itu pada sahabat-sahabatku. Entahlah, mungkin karena aku terobsesi dengan rasa gensiku di hadapan mereka.
***
Batiannya mencekam,
menggendong buah rahim yang tidak direstui oleh orang tuaku. Sungguh amat
sakit. Sekian bulan ia setia menjahit dukanya. Sambil mengusap kening yang
berkeringatan lantaran tanggal kelahiran buah rahimnya sudah mendekat.
Setiap malam ia mengeluh kepadaku “kak perutku sangat perih”. Aku tak mempunyai uang untuk membawanya ke rumah sakit.
Minyak NONAMAS yang sisa sedikit menjadi teman setianya untuk menghilangkan
rasa perih pada sekujur tubuhnya. Aku tidak tahu jalan keluar dari deritanya. Yang
aku punya hanyalah ‘obat setia’ berada
di sampingnya.
***
Aku selalu berpikir “andai saja” tetapi ia selalu berkata “kak, ini sudah terjadi”. Rasa gensiku kini terbayar dengan penderitan yang tak terbilang. Aku tahu, ia lebih menderita.
Menderita mengandung, melahirkan dan lebih dari itu menderita batin lantas
orang tuaku tidak menerimanya. Cukup kejam derita yang kami pikul. Biarkan aku
dengannya menggendong derita ini. jangan kamu!.
Post a Comment for "Mama Muda Menggendong Duka || Cerpen BD"