Tuhan Dengarkanlah Aku || Cerpen Sr. Patri Firtika, SSpS
Hari
masih terlalu pagi mentari pun belum terbit di ufuk timur. Kisah malam masih
terselip namun perlahan lahan dijemput
sang fajar. Aku memandang dari jendela kamar panorama alam yang begitu indah dan
menakjubkan. Butiran embun yang menetes di dedaunan seakan berlomba-lomba menyirami bumi. Jiwa dan raga
kian berpaut dalam dekapan mentari tuk menikmati cakrawala fajar, yang menyapaku melalui kicauan burung dan bunyi jangkrik yang
terdengar dari kejauhan.
Bersorak
riang menitipkan seribu kebaikan pada
alam yang bersahabat. Lonceng gereja kembali berbunyi. Membangunkan insan yang
masih terlelap dalam belaian malam menghantar purnama tuk kembali ke
peraduannya, menyiapkan tempat yang istimewa
bagi mentari yang bertamu di awal hari.
(Baca
juga: Isi kepala Lelaki Pemberontak || Cerpen BD)
Aku
bergegas menelusuri lorong klausur yang amat panjang menuju kapel biara. Dengan
penuh hati-hati aku memegang gagang pintu dan berusaha membukanya. Cahaya lilin
terlihat jelas di depan tabernakel begitu damai dan tenang. Inilah perasaan
yang bergejolak dalam batinku saat ini. Ketika
menginjakan kaki di pelataran rumah Tuhan kekalutan perlahan membawa ku tuk
bersimpuh di hadapan Nya. Aku merasa sendirian di tengah kesunyian. Hari ini
adalah hari privat maka aku mengambil waktu untuk doa pribadi .
Setengah
jam kemudian suasana sudah gaduh dengan bunyi
kursi dan juga hentakan kaki sudah mulai terdengar. Aku menoleh ke belakang
mencoba memastikan dari manakah suara suara itu berasal. Tiba-tiba seorang gadis
menghampiri ku dan bertanya, apakah ada perayaan Ekaristi?. Dengan spontan aku
menjawab “Ada” Aku tidak mau menjawabnya
panjang lebar karena orang-orang sudah mulai berdoa sembari menunggu pastor
yang belum datang.
(Baca
juga: Berwajah Sendu || Cerpen BD)
Aku
merasakan suasana baru dalam batinku dimana kegersangan meliputi jiwa kian
melebur dalam kerinduan. Aku harus dapat bersatu dengan-Nya melalui santapan tubuh
dan darah. Dalam diam aku menatap salib Yesus yang tergantung di depan altar. Aku
malu, sangat malu setelah menyadari bahwa Tuhan telah menyelamatkan jiwaku
Nyanyian
dan sorak gembira kembali bersyair melantunkan kasih Tuhan dengan puji-pujian. Bersyukur
dan memuliakan kebesaran-Nya. Semuanya indah, semuanya menakjubkan. Aku kembali
disapa oleh Tuhan melalui renungan singkat dan sederhana bagaimana hukum kasih
direalisasikan dalam kehidupan sehari hari. Ini cukup berat, bagaimana
perkataan harus sejalan dengan tindakan.
(Baca
juga: Cinta Terhalang Pagar Tuhan || Cerpen Sintia Clara Aritonang)
Tak
sengaja aku menoleh ke samping melihat dan mendapatkan banyak kursi yang
kosong. Dalam hati aku bertanya dimanakah mereka yang biasanya menempati tempat
itu? Aku sedih namun aku menyadari bahwa tugasku adalah mendoakan . Menjangkau
situasi dunia yang terjadi saat ini. dimana insan-insan tak lagi bersahabat
yang suka bersajak dalam amarah dan kebencian, bersua dalam keegoisan , bermusyawarah
dalam penipuan dan berjalan dalam ketamakan.
Duniaku
adalah dunia yang penuh dengan kerisauan. Namun aku tak akan berhenti di sini. Kesempatan
selalu ada jika aku mau berubah dan terus berlabuh dalam pengharapan. Aku dapat
menghitung, namun aku tak dapat menghitung seberapa banyak rahmat Tuhan yang
telah kuterima.
Sr.
Patri Firtika, SSpS, saat ini bertugas di Boto-Lembata
Post a Comment for "Tuhan Dengarkanlah Aku || Cerpen Sr. Patri Firtika, SSpS"