Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sapu Tangan Ibu || Cerpen BD

 


(Sumber gambar akun FB)

Semahal apapun sapu tangan yang engkau berikan untuk mengusap air matanya, tetap tak mampu mengusap air matanya. sebab air matanya terlalu tulus untuk engkau seduh


Derakkan kursi reot yang digeser ibu ke sudut kamarnya kian terdengar bersama tangisan lirihnya yang memecah kesunyian malam itu. Dengan tergopoh-gopoh ia mengangkat kursi tersebut. Kursi terlalu berat baginya, sehingga memaksa dirinya untuk mendorong kursi tersebut dengan hati-hati. Ia takut didengar oleh ayah yang masih duduk di teras depan, dengan botol tuak pada tangannya. Sesekali ibu melarangnnya. Dan ribuan kali ia mendapat tonjokan dan bentakan keras dari ayah. Seakan rumah kami masih memakai sistem kolonialis. Ayah menjadi rajanya dan ibu adalah hambanya. Apa yang ayah inginkan, ibu harus turuti. Jika tidak, gaya militer dari ayah siap menghujani sekujur tubuh ibu.

***

   Kursi reot itu menjadi sahabat setianya untuk menguntal resah yang menjadi pilunya malam itu. Tangan mungil yang kian keriput termakan usia setia menopang dagunya. Sapu tangan lusuhnya kian dibasahi oleh derai air matanya.  Malam itu seakan ibu, sudah berakhir untuk  melumat sang waktu. Suara tangisan kian terdengar oleh indraku. Entahlah, mungkin juga terdengar oleh tetangga sebelah.

Sapu tangan adalah sahabatnya setiap hari. Tidak jarang juga ia mengusap air mata dengan lengan bajunya. Apalagi kalau ayah pulang dengan mabuk parah, sudah pasti ibu adalah arena terlaris dari mabuknya. Ibu sudah terbiasa merasakan gerakan militer dari ayah . Bahkan kayu balok yang pernah menghempas kepalanya oleh ayah. Ibu menerima pilu itu dengan lapang dada. Mungkin ini adalah takdirnya yang harus ia terima. Sebab ia salah menikah dengan lelaki  bangsat yang sekarang menjadi ayahku.

***

Kurang lebih 15 tahun ibu dan ayah telah mengarungi bahtera rumah tangga. Sudah cukup lama bagi mereka yang memahami kata cinta dan masih cukup belia bagi mereka yang belum memahaminya. Sekian tahun ibu menukangi diri dengan air mata. Setiap hari ibu pergi bekerja sebagai upah harian untuk memenuhi kebutuhan harian juga untuk membeli tuak untuk ayah. Ayahku setiap hari hanya sibuk dengan tuak. Minum di tetangga maboknya di rumah. Cukup kejam melihat keluargaku.

“Nak, kalau kamu sudah lapar, silahkan makan”, kata ibu di sela lirih tangisannya. Sesekali ia menatap foto pernikahannya dengan ayah yang ada pada dinding kamarnya. Ia sangat merindukan senyum-senyum itu.  Aku tak mampu berkata-kata melihat ibu yang setiap hari menanggungi kelakuan dari ayah. Aku langsung menuju dapur untuk makan. Tiba-tiba suara praaakkkkkkk dari pintu depan. Aku tahu itu pasti ayah. Mungkin ia mencoba untuk membuka pintu, tetapi ibu telah menguncinya. Sehingga ia menendangi pintu tersebut sampai engselnya rusak. Aku langsung menuju kamar ibu untuk melindunginya dari amukan ayah. Pada saat itu ayah pada mabuk berat. Satu kalimat yang membuat aku benci dengan ayah “Mengapa aku menikahimu dulu?”. Kata-kata ini sungguh menyakitkan hatiku dan sudah pasti menyakitkan hati ibu.

***

Cukup kejam, bukan!. Ayah bangun kesiangan, ibu telah siapkan sarapan dan tak jarang juga ia telah siapkan satu-dua batang rokok. Betapa luar bisanya cinta dari ibu pada ayah. Tetapi ayah hanya balas dengan satu kalimat ‘mengapa aku sampai’. Setiap hari ibu dengan setia membentangkan sapu tangan kasihnya untuk aku dan ayah.

Malam itu bagiku adalah neraka yang jehamam yang pernah  aku alami. Menyaksikan pertengkaran ayah dan ibu serta mendengar secara langsung kata-kata keji dari ayah. Aku ingin membunuh ayah dengan tanganku sendiri, tetapi ia adalah ayahku. Aku mau mengusap air mata ibu, tetapi sapu tanganku masih terlalu belia untuknya. Yang aku mampu adalah memintal doa agar ayah menjadi ayahku yang sebenarnya.

 

~“jangan sekali mencoba menyakiti ibumu, sebab sapu tanganmu tidak akan mampu untuk mengusap air mata pilunya”~

 

Post a Comment for "Sapu Tangan Ibu || Cerpen BD"