Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Segelas Kopi untuk Ibu Mertua

 

https://www.google.com/search?q=wanita+dan+kopi&safe=strict&sxsrf=ALeKk03d336rAtSA5A6LY4kSO1C_SjaIug:1614123742417&tbm=isch&source=iu&ictx=1&fir=i9FCiP6XcJdGWM%252Cni5eQYAxiw_KUM%252C_&vet=1&


Salah satu kerinduan sekaligus keinginan terbesar dari anak mantu adalah  tinggal dan berada jauh dari mama mantu. Hampir pasti kinginan ini sudah ada pada saat mereka mau berjanji suci di altar Tuhan. “Nana e, setelah  nikah kita harus tinggal jauh dari bapa dan mamamu. saya takut mereka marah-marah dan bentak saya terus. soalnya saya tidak bisa masak, yang saya bisa hanya dandan saja”, kata Resti kepada kekasih yang sedang duduk melongo di depan leptop.

Rupanya perkataan Resti cukup mengusik kekasihnya “Iya enu, aman saja. kita makan bedak dan lipstic itu saja nanti”, sambil menaikan kaca matanya dan memperlihat kerutan pada keningnya. Resti dan kekasihnya sudah hidup dan tinggal bersama kurang lebih lima bulan. Keluarga besar dari Resti menuntut dan memaksa untuk segera urus adat dan pernikahan secara Gereja.

Upacara pernikahan penuh dengan kemewahan. Mahar yang harus dibayar begitu mahal sebab Resti adalah sarjana muda yang sebentar lagi akan berkerja di sebuah kantor ternama di kota asalnya. Mahar yang begitu mahal tidak menjadi persoalan bagi kekasihnya, sebab ia sangat mencintai Resti. Baginya Resti adalah wanita yang paling ia idam-idamkan sejak dulu.

***

Pernikahan telah usai. Rasa takut dan cemas mulai menyelimuti Resti. Ia takut jika mertua menyuruhnya  masak, sebab ia tidak tahu masak. dulu pada saat pelatihan tataboga Resti hanya dipercayakan untuk mengupas kulit bawang. iyaa…hanya itulah yang Resti tahu. “Kalau mereka menyuruh rebus mie. Saya bisa”, cetus Resti.

Hal yang menjadi ketakutan itu, benar-benar terjadi. Hari itu suaminya pergi ke kota untuk membelanjakan barang-barang rumah tangga. Mulai dari dapur sampai kasur. Resti mencoba membujuk suaminya agar ia ikut ke kota. tetapi suaminya melarang Resti. “Enu jangan pergi e. enu jaga mama dan bapa di sini”, kata suaminya saat berpamitan dengan Resti.

 Pada saat yang sama pula, tamu dari mertuanya datang berkunjung. Resti mulai keringat dingin. Ia mulai mencari cara agar ibu mertuanya tidak menyuruhnya untuk masak atau membuatkan kopi. Resti mulai masuk kamar dan mulai merebahkan badannya di kasur. Tiba-tiba ibu mertuanya mengetok pintu “Rest, tolong putar kopi dulu”, kata ibu mertuanya.

***

“Aiiissss”……kepala Resti menjadi pusing. sebab ia tidak tahu tentang takaran kopi dan gula yang pas. Resti langsung bergegas ke dapur untuk membuat kopi. Sampai di dapur, ia mondar-mandir sambil memikirkan takaran kopi dan gula. Resti bingun, “ehhhh…saya bawa ke depan saja stoples gula, kopi dan termos ini, biar mereka sendiri yang mengukur sesui takaran yang diinginkan”, kata Resti.

“Ehhhhh… jangan. nanti tamu-tamu bilang apa. anak mantu tidak jelas”, lanjut Resti. Resti mencoba melihat tutorial barista dalam youtube. Resti mulai mengikuti secara teliti dan jeli arahan pada tutorial itu. Mulai dari masukan kopi 1 sendok makan, gula 2 sendok, tuangkan air panas dan diaduk sampai merata. Resti tidak tahu soal rasa pada kopi yang paling nikmat. sebab di rumahnya ia selalu minum susu saset yang sudah ada takaran.

***

Dengan penuh percaya diri, Resti mempersilahkan tamu dan mertuanya untuk menyeduh kopi buatannya. Ibu mertuanya tahu bahwa kopi buatan Resti pasti rasanya hancur. Dengan gesit ibu mertuanya langsung menyeduh. “adoooooohhhh Nona,,, kopi ini terlalu manis. Berapa sendok takaran gula tadi?”, tanya ibu mertua Resti.

Resti amat malu. wajah putihnya, seketika itu juga menjadi merah. Ia malu sejadi-jadinya. Apalagi ibu mertuanya menegur di depan tamunya. “Hissssss.. maunya ibu tua Bangka itu, digorok saja”, kata Resti sambil membantingkan pintu kamar. “itu manusia juga, saya sudah bilang dari dulu. setelah menikah kita jangan tinggal dengan mertua”, kata Resti sambil melemparkan hpnya ke kasur.

 

Post a Comment for "Segelas Kopi untuk Ibu Mertua "