Pendamping Wisuda; kebutuhan atau tren?
Wisuda merupakan momen istemewa yang perlu dikenang sedemikkian rupa oleh setiap mahasiswa/i. Momen ini merupakan suatu puncak dari pergulatan dan perjuangan mereka dalam beberapa tahun di bangku kuliah. Sehingga tidak jarang mereka menjadikan momen ini menjadi ajang letupan rasa gembira dan syukur.
Salah satu fenomena akhir-akhir ini yang
semakin digemari oleh wisudawan dan
wisudawati adalah getolnya mencari pendamping wisuda (pacar). Mereka berjuang
untuk memiliki gandengan pada saat foto wisuda. Kaum jomblo memoles sedemikian
rupa agar dapat memiliki pacar.
Beberapa hari yang lalu,
saya dikejutkan oleh sahabat saya yang sekarang sedang mempersiapkan diri untuk
ujian skipsi di salah satu kampus di tanah Jawa. Dalam percakapan via telepon
ia meminta saya untuk menjadi pendamping wisudanya di bulan desember nanti.
Dalam nada canda saya mengatakan ‘wajah saya tidak layak di potret dalam foto
kenangan wisudamu”. Di akhir telepon saya bertanya lagi, kalau memang saya bisa
pergi, status saya sebagai apa. Beliau hanya tertawa.
Menilik fenomena ini, hemat saya yang paling penting adalah kehadiran orang tua. Karena merekalah yang membiayai kehidupan perkuliahanmu. Biarkan mereka ikut merasakan keberhasilanmu. Saya tidak mengklaim secara tragis bahwa kehadiran seorang pacar amat tidak perlu. Tetpi berjuanglah untuk menghadirkan orang tuamu pada momen tersebut. Karena merekalah yang berperan besar dalam proses penyelesaian kuliah terutama dalam memompa semangatmu berskripsi.
Mereka menyokong dana dan memotivasimu
semaksimal mungkin, sekalipun harus membanting tulang. Wajar, peran mereka
tidak bisa dibandingkan dengan peran pacar atau pendamping wisudamu. Ingat,
jangan menjadikan trend pendamping wisuda (pacar) sebagai kebutuhan yang harus
dipenuhi.
“Yang
jomblo janganlah berkecil hati sebab pendamping wisuda tidak pasti akan menjadi
pendamping hidup. Yang pasti adalah semesta akan menyiapkannya untukmu…aman
sa!”
.
Post a Comment for "Pendamping Wisuda; kebutuhan atau tren?"