Gadis yang Terluka|| Cerpen BD
(Sumber foto: bobo.grid.id)
(Begitulah pada umumnya seorang lelaki. Hanya berani diawal tetapi menjadi pengecut diakhir)
Dunia sudah tak mau berkawan denganku. Sedikit-sedikit aku selalu menjadi korban. apakah benar aku diciptakan hanya untuk pelempiasan kekejaman dunia. Jikalau itu benar, aku sudah tak sanggup lagi dengan semua ini. Dunia ini seperti neraka yang kejam buatku. Ganas dan beringas memangsa setiap sendi kehidupanku.
Aku putus
asa, ingin sekali mengakhiri hidup. Tetapi sama saja, aku dicap sebagi anak
pendosa yang tak mau menghargai kehidupan. Anehnya, Dia sendiri yang buat aku
begini, menciptakan aku dengan alakadarnya. Lalu memberikan label dosa kepadaku.
Lagi-lagi Ia tak sanggup dikatai dengan kata-kata kasar. Terlalu kudus dan
mulai. Memang ia adalah kehidupan itu sendiri.
Setiap kali aku meratap diri, aku seringkali berceloteh tentangNya. Apakah, mungkin aku diciptakan dari debur tanah merah, sehingga kehidupanku penuh dengan kehambararan. Tak puas mengutuk diri. Tak puas menyalahkanNya. Tak puas menyalahkan orang tua yang telah melahirkan. Akhirnya aku sendiri bingung mau menyalahkan siapa. Ataukah si laki-laki bangsat itu, yang pergi semaunya lalu datang lagi, kemudian pergi lagi.
Sial, sambil memukul jidat yang semakin mengkerut, lantas pikiran semakin berkecamuk. Kalau memang benar ia mencintaiku, mengapa dia pergi se-maunya?. Dan bodohnya aku tetap menerima kata-kata maafnya. padahal sudah sekian kali ia melakukan itu.
***
Apakah
aku hidup hanya untuk meratapi penyesalan ataukah aku harus bertekad diri untuk
membingkai masa depan. Lagi-lagi aku bingung. pada siapa harapan ini terpenuhi.
Kalau berawal dari diriku, ini tidak mungkin. Aku sudah meratap sambil mengutuk
diri sejadi-jadinya.
Masih terngiang jelas dalam ingatanku tentang awal jumpa dengan laki-laki itu. Awalnya, aku hanya biasa-biasa saja dengannya. Tidak ada perasaan cinta apalagi sampai saling memberi diri. Hanya karena sering bertemu sambil melempar senyum membuat kami saling jatuh cinta. Awalnya aku tidak berani menerima rasanya. Sebab ada sekian banyak cerita dari seniorku bahwa jika pacaran satu kota itu sudah pasti mengarah ke suami-istri.
Sepandai-pandainya engkau menjaga diri, tetap saja. Memang
benar apa yang mereka katakana itu. Hampir setiap malam laki-laki itu datang
dan tidur di kosku. Awalnya ia malu membukakan bajunya di hadapakan, tetapi
sekarang sudah tak malu lagi bahkan ia dengan berani jalan telanjang di
hadapanku.
Mau apalagi, sudah tak ada lagi rasa malu. benar kata orang “hal-hal yang tidak biasa tetapi sering dibiasakan membuatnya biasa-biasa saja. bahkan lebih parah lagi biasa sampai lupa diri”. Dalam banakku masih tergurat jelas bahwa ia akan menjadi ayah dari anak-anakku. hubungan kami sudah memasuki usia Sembilan bulan. Usia matang seorang bayi dalam rahim.
Pada saat yang sama aku dinyatakan
hamil oleh dokter. Usia kandunganku
sudah satu bulan. Aku merasa bahagia dengan hal itu. Memang sudah saatnya hal
itu terjadi sebab kami melakukan itu berulang kali. Pada saat yang sama lelaki
itu, meminta ijin kepadaku agar ia pulang kampung. katanya ada urusan adat. aku
menyetujui permintaannya. Di kampungnya ia selalu memberi kabar, mulai pagi
sampai malam. Aku sangat senang, karena sesekali aku bisa videocall dengan orang tuanya.
***
Kurang
lebih satu minggu kami berpisah, aku mulai menyibukan diri. Setidaknya bisa
menghilangkan rasa rindu padanya. Saat aku berjalan turun tangga, kakiku
terpleset dan aku jatuh. untungnya rahimku tidak terpengaruh dengan benturan
itu. aku menceritakan semuanya pada lelaki itu. iapun tak henti-hentinya mengutuki dirinya.
berulangkali ia meminta maaf. aku juga sampai bingung dengan tingkahnya.
Mungkin ia terlalu mencintaiku.
Pada suatu hari aku sedang mencuci pakaian di kamar mandi. Pada saat yang sama, aku aku jatuh tersungkur. Hari itu aku pendarahan yang amat luar biasa. Aku sendirian menanggung itu. Aku ingin sekali agar secepatnya ke dokter tetapi tidak ada satupun orang di situ. Dalam pikiranku, ini sudah saat aku mati. Tetapi Tuhan masih berpihak padaku. Ia masih memberikan kesempatan untuk aku hidup. Tetapi ia telah mengambil calon anak.
Aku menangis penuh sesal. Aku keguguran. Lalu aku
menceritakan semua hal yang terjadi pada kekasihku. ia tanpa ampun memarahiku.
“Hei…mengapa kau tidak hati-hati, kamu sudah tahu sedang mengandung, jalan
juga, tidak lihat-lihat”. Itulah kata-kata dari lelaki itu. Bahkan ia masih
sempat mengutukiku dengan kata-kata yang kasar “Saya tidak mau menanggung dosa
dari anak itu, biar engkau sendiri yang menanggungnya”. Aku menangis mendengar
kata-kata yang lancang dari mulutnya.
***
Sejak
kejadian itu, lelaki itu mulai hilang kabar. Dulunya ia sangat perhatian,
tetapi sekarang sudah tidak. Dulu saling tukar sandi facebook, tetapi sekarang sudah tidak. Segala pesan yang masuk ke akun
FBnya sudah menjadi rahasia. Aku mulai mencurigai kelakuan dari lelaki itu. Setiapkali
aku memberi kabar kepadanya ia selalu menghindar. Setiap pesan yang aku kirim,
ia hanya membacanya tanpa membalas. Aku semakin gelisah. mungkinkah ia sudah
tidak mencintaiku lagi? atau ia sudah mempunyai kekasih baru?. Pertanyaan itu
sering muncul dalam benakku setiap kali aku memikirkannya.
Virus Corona mulai menyerang kotaku.
semua orang berdiam diri dalam rumah. Anak prantau sibuk kembali ke kampung
halaman masing-masing. Awalnya aku berniat untuk tinggal di sini saja. Tetapi
Corona terus merajalela. Akupun meminta kepada orang tuaku agar dikirimin uang
tiket agar aku bisa pulang. Orang tua mengirikan uang itu. mereka juga ingin
cepat-cepat aku pulang. Aku pulang penuh dengan kegembiraan, selain dapat
berjumpa dengan keluarga, aku juga dapat bertemu dengan kekasihku.
***
Sesampainya
di kampung, aku diterima dengan senang hati oleh keluarga. mereka tidak
mengetahui kejadian yang pernah menimpa diriku. Aku juga tidak berani
menceritakan itu semua pada mereka. Aku takut dimarahi. Apalagi ayahku dikenal
dengan super galak dan ibu yang sering jantungan. Aku menyimpan kejadian itu
rapat-rapat. Setiap saat aku selalu mencoba menghubungi lelaki itu.
Pada
suatu hari lelaki itu datang mengunjungiku. Aku amat gembira. Kata-kata benci
menjadi bungkam dihadapannya. Kata-kata marah tak berdaya dihadapan wajahnya
yang lugu. selain kata-kata maaf darinya
aku terima dengan senang hati. Aku menanyakan alasan, mengapa ia tidak membalas
pesanku selama ini?. Ia hanya menjawab handphone rusak. Lagi-lagi aku menerima
alasan itu tanpa adanya sutau bantahan. Lelaki itu dengan percaya diri
memperkenalkan dirinya dihadapan orang tuaku sebagai calonku. Aku semakin
bahagia melihat tingkahnya. Hampir dua
kali dalam seminggu ia datang mengunjungiku.
***
Pernah
sesekali aku meminta kepadanya agar aku bertemu dengan orang tuanya. Tetapi ia
selalu memakai berbagai alasan agar renacanaku gagal. Hubungan kamipun kembali
dirajut dengan hal-hal yang tidak semestinya. Akupun mengandung lagi. Masih seperti
yang dulu. Aku sembunyikan secara diam-diam dari keluarga. Aku memberi tahu
lelaki itu bahwa aku telah mengandung lagi. Anehnya, lelaki itu hanya menjawab
“ohhh, iya k”. Jawaban yang membuatku dilema. Apakah ia berani untuk
bertanggung jawab ataukah ia akan kabur sebagai laki-laki pengecut.
Tiba-tiba pintu kamar Yolanda diketok oleh ibunya “ Yolan, kamu ke kios dulu. Belikan tepung sajiku buat ibu”. Yolanda dengan cepat-cepat menutup bukunya. Ia belum selsai membacakan sebuah cerpen yang berjudul “Gadis yang Terluka” karya Bung Donttel. Ia pun pergi untuk melayani permintaan dari ibunya. Cerpen itu tinggal dua halaman penuh. “Tunggu aku pulang baru dilanjutin”, kata Yolanda sambil beranjak pergi.
Post a Comment for "Gadis yang Terluka|| Cerpen BD"