Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ekaristi dan Mahar Stipendium

(Sumber Gambar: www.jawaban.com)

Aku tidak seperti dia yang datang pada meja hidangan suci dengan membawa upeti dan mahar sembah yang luar bisa. Aku hanya datang dengan membawa sekeping uang logam lima ratus rupiah dan berdiri jauh darimu, sebab aku tidak pantas berada dekat dengan-Mu.

 Persembahan paling sedikit dan baju lusuh berkumal serta aku malu dengan mereka yang datang dan memberi persembahan yang luar biasa. Aku tahu, Engkau tidak menuntut lebih dari yang aku punya. Sebagaimana engkau lebih menyukai seorang janda yang memberi dari kekurangannya dari pada si kaya yang memberi dari kelebihannya.

Baca juga: KRI Nanggala 402 bukan Hilang Tetapi Berpatroli Selamanya

Tetapi itu engkau, amat beda dengan wakil-Mu yang sekarang. Mereka selalu menuntut lebih, bahkan melebihi dari apa yang aku punya. Inilah alasanku aku lebih mencintai-Mu dalam diam. Lebih baik aku merindukanMu dalam rapal doa yang aku lantunkan. 

Cukup kejam melihat mereka yang melayani-Mu dengan melihat seberpa stipendium yang akan diterima. Memang seorang hamba patut mendapatkan upah. Tetapi apakah pantas bagi mereka demikian. Amplopku amat tipis dan bahkan aku tidak mampu menyimpannya dalam sebuah amplop.  Aku amat miskin di hadapan sepasang mata manusia.

***

Aku datang disaat hari raya natal dan paskah karena aku tinggal di daerah terpencil. Tak seorang pastor yang berani datang untuk melayani kami dengan ekaristi suci. Aku datang berhari-hari di tengah jalan hanya untuk membawa persembahan sekeping logam dan sebalut hati yang tulus untuk memuji dan memujaMu. Pada suatu hari, aku berjalan menyusuri hutan belantara untuk menemukan seorang pastor serta memintanya untuk memimpin ekariti suci penguburan putra sulungku.

Baca juga: Kepenuhan Janji

Aku datang dengan seadanya. Seekor ayam dan sebakul beras, seturut adat di daerahku. Sesampainya di rumah pastoran. Aku diterima baik oleh seorang pastor parokiku. Banyak orang yang segan dengannya bukan karena semangat pelayanan melainkan karena otoriter dan keangkuhanya. Pada saat aku datang, beliau sedang duduk di depan pendopo pastoran sambil menikmati segelas kopi dan sebatang rokok. Aku dengan wajah lugu dan penuh keseganan mengutarakan niatku di hadapan bapak pastor.

*** 

"Bapa pastor, mohon maaf menggangu. Aku datang untuk meminta waktu dari bapak pastor memimpin ekaristi penguburan dari putra sulungku". Bapak pastor tidak menjawab, ia sibuk menyerup kopi pada gelas. Dalam hatiku mungkin perkataanku salah. Lalu, aku bertanya lagi, "apa bapak pastor mempunyai waktu?" Dengan tegas bapak pastor menjawab; "tidak ada". Aku sedang sibuk menyiapkan bahan rekoleksi untuk umat lain. Aku pun diam, sebab barang yang aku bawa sudah simpan di dapur pastoran. Lalu saya bawa apalagi untuk mencari pastor lain.

            Aku sibuk mengulas keringat pada dahi. Pada saat yang sama bapak pastor berkata, pokoknya kamu di sana tidak akan dilayani misa. Karena kamu tidak membayar derma natal dan paskah. Air mataku jatuh seketika, anak sulungku pergi tanpa dilayani ekaristi. Lalu bapak pastor masuk kedalam kamar meninggalkan aku sendirian di pendopo pastoran.

            Baca juga: Selat Bali Akhir dari Kiprah Kesatria Hitam KRI Nanggala 402

Pada saat yang sama, mobil avanza putih berhenti di depan pastoran. Pada saat yang sama keluarlah seorang bapak yang tampaknya orang berada. Kemudian bertanya; "apakah bapak pastor ada?", aku menjawa; "ia ada di dalam kamar". Seketika itu juga, keluarlah bapak pastor dengan berwajah gembira. Mungkin karena ia melihat mobil avanza yang sedang parkir di depan pastoran.

Rupanya bapak tersebut datang untuk meminta bapak pastor untuk melayani ekaristi ulang tahun dari anaknya. Dalam benakku pasti bapak pastor menolaknya. Akan tetapi bapak pastor meng-iakan permintaan dari bapak tersebut. Hati teriris sedemikan rupa. Rasanya silet masih tumpul mengupas sedemikian rupa saraf-saraf sensorik pada sekujur tubuhku. Aku kembali untuk menguburkan anakku tanpa ekaristi suci. Aku menguburkannya bersama amplop tipis, entah sampai kapan akan menjadi tebal dengan uang merah.

Post a Comment for "Ekaristi dan Mahar Stipendium"