Ekaristi dan Mahar Stipendium
Aku tidak seperti dia yang datang pada meja hidangan suci dengan membawa upeti dan mahar sembah yang luar bisa. Aku hanya datang dengan membawa sekeping uang logam lima ratus rupiah dan berdiri jauh darimu, sebab aku tidak pantas berada dekat dengan-Mu.
Persembahan paling sedikit dan baju lusuh berkumal serta aku malu dengan mereka
yang datang dan memberi persembahan yang luar biasa. Aku tahu, Engkau tidak
menuntut lebih dari yang aku punya. Sebagaimana engkau lebih menyukai seorang
janda yang memberi dari kekurangannya dari pada si kaya yang memberi dari
kelebihannya.
Baca juga: KRI Nanggala 402 bukan Hilang Tetapi Berpatroli Selamanya
Tetapi itu engkau, amat beda dengan wakil-Mu yang sekarang. Mereka selalu menuntut lebih, bahkan melebihi dari apa yang aku punya. Inilah alasanku aku lebih mencintai-Mu dalam diam. Lebih baik aku merindukanMu dalam rapal doa yang aku lantunkan.
Cukup kejam
melihat mereka yang melayani-Mu dengan melihat seberpa stipendium yang akan diterima.
Memang seorang hamba patut mendapatkan upah. Tetapi apakah pantas bagi mereka demikian.
Amplopku amat tipis dan bahkan aku tidak mampu menyimpannya dalam sebuah
amplop. Aku amat miskin di hadapan
sepasang mata manusia.
***
Aku datang disaat hari
raya natal dan paskah karena aku tinggal di daerah terpencil. Tak seorang
pastor yang berani datang untuk melayani kami dengan ekaristi suci. Aku datang
berhari-hari di tengah jalan hanya untuk membawa persembahan sekeping logam dan
sebalut hati yang tulus untuk memuji dan memujaMu. Pada suatu hari, aku
berjalan menyusuri hutan belantara untuk menemukan seorang pastor serta
memintanya untuk memimpin ekariti suci penguburan putra sulungku.
Baca juga: Kepenuhan Janji
Aku datang dengan
seadanya. Seekor ayam dan sebakul beras, seturut adat di daerahku. Sesampainya
di rumah pastoran. Aku diterima baik oleh seorang pastor parokiku. Banyak orang
yang segan dengannya bukan karena semangat pelayanan melainkan karena otoriter
dan keangkuhanya. Pada saat aku datang, beliau sedang duduk di depan pendopo
pastoran sambil menikmati segelas kopi dan sebatang rokok. Aku dengan wajah
lugu dan penuh keseganan mengutarakan niatku di hadapan bapak pastor.
***
"Bapa pastor, mohon
maaf menggangu. Aku datang untuk meminta waktu dari bapak pastor memimpin
ekaristi penguburan dari putra sulungku". Bapak pastor tidak menjawab, ia sibuk
menyerup kopi pada gelas. Dalam hatiku mungkin perkataanku salah. Lalu, aku
bertanya lagi, "apa bapak pastor mempunyai waktu?" Dengan tegas bapak pastor
menjawab; "tidak ada". Aku sedang sibuk menyiapkan bahan rekoleksi untuk umat
lain. Aku pun diam, sebab barang yang aku bawa sudah simpan di dapur pastoran.
Lalu saya bawa apalagi untuk mencari pastor lain.
Aku sibuk mengulas keringat pada dahi. Pada saat yang
sama bapak pastor berkata, pokoknya kamu di sana tidak akan dilayani misa.
Karena kamu tidak membayar derma natal dan paskah. Air mataku jatuh seketika,
anak sulungku pergi tanpa dilayani ekaristi. Lalu bapak pastor masuk kedalam
kamar meninggalkan aku sendirian di pendopo pastoran.
Baca juga: Selat Bali Akhir dari Kiprah Kesatria Hitam KRI Nanggala 402
Pada saat yang
sama, mobil avanza putih berhenti di depan pastoran. Pada saat yang sama
keluarlah seorang bapak yang tampaknya orang berada. Kemudian bertanya; "apakah
bapak pastor ada?", aku menjawa; "ia ada di dalam kamar". Seketika itu juga,
keluarlah bapak pastor dengan berwajah gembira. Mungkin karena ia melihat
mobil avanza yang sedang parkir di depan pastoran.
Rupanya bapak tersebut datang untuk meminta bapak pastor untuk melayani ekaristi ulang tahun dari anaknya. Dalam benakku pasti bapak pastor menolaknya. Akan tetapi bapak pastor meng-iakan permintaan dari bapak tersebut. Hati teriris sedemikan rupa. Rasanya silet masih tumpul mengupas sedemikian rupa saraf-saraf sensorik pada sekujur tubuhku. Aku kembali untuk menguburkan anakku tanpa ekaristi suci. Aku menguburkannya bersama amplop tipis, entah sampai kapan akan menjadi tebal dengan uang merah.
Post a Comment for "Ekaristi dan Mahar Stipendium"