Ekaristi Perkawinan Lebih Mulia dari Mahar
Saya menulis ini dengan penuh tertatih-tatih sebab terlalu dini untuk menggugat dan melumat suatu hal yang lumrah. Namun esensi dari suatu yang lumrah kadang salah kaprah bila berhadapan dengan suatu realitas. Hal yang lumrah akan mengalami perbenturan.
Dalam kaitan dengan ekaristi perkawinan
dengan mahar yang terlampu jauh. Banyak orang yang menganggap bahwa mahar lebih
tinggi dari ekaristi perkawinan. Sehingga tidak jarang banyak pasutri yang
gagal menikah karena pihak lelaki tidak mampu membayar mas kawin yang begitu
mahal.
Minggu lalu saya ditelepon oleh seorang sahabat dari salah satu daerah di Manggarai. Beliau menceritakan panjang lebar tentang persoalan yang ia alami. Singkat cerita ia gagal menikah dengan seorang gadis lantran maharnya terlalu mahal.
Padahal
mereka telah merajut bahtera rumah tungga sekitar 3 tahun. Mereka juga telah
dikarunia seorang anak. Pihak keluarga gadis menuntut mahar 300 juta ditambah
dengan “paeng”. Mahar begitu mahal lantaran sang gadis bekerja di bidang
kesehatan.
Menilik persoalan yang dialami oleh sahabat saya di atas, tidak salah saya mencoba menggugat budaya yang terlalu primitif “mengkadangi manusia” sehingga tidak mencapai keselamatan. Dalam kaitan dengan konteks mahar banyak orang lebih mementingkan mahar dari pada ekaristi perkawinan.
Mereka lebih
menekankan mas kawin dari pada secepat mungkin untuk beretemu tuhan dalam janji
ekaristis. Lalu pertanyaan, apakah mahar lebih mulia dari ekaristi perkawinan?.
Kalau memang benar mahar lebih mulia, semakin membenarkan suatu slogan yang
mengatakan”Bro, mahar dulu baru kawin”.
Post a Comment for "Ekaristi Perkawinan Lebih Mulia dari Mahar "