Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ekaristi Perkawinan Lebih Mulia dari Mahar

 

(Sumber Gambar: www.verbivora.com)

Saya menulis ini dengan penuh tertatih-tatih sebab terlalu dini untuk menggugat dan melumat suatu hal yang lumrah. Namun esensi dari suatu yang lumrah kadang salah kaprah bila berhadapan dengan suatu realitas. Hal yang lumrah akan mengalami perbenturan.

 Dalam kaitan dengan ekaristi perkawinan dengan mahar yang terlampu jauh. Banyak orang yang menganggap bahwa mahar lebih tinggi dari ekaristi perkawinan. Sehingga tidak jarang banyak pasutri yang gagal menikah karena pihak lelaki tidak mampu membayar mas kawin yang begitu mahal.

Minggu lalu saya ditelepon oleh seorang sahabat dari salah satu daerah di Manggarai. Beliau menceritakan panjang lebar tentang  persoalan yang ia alami. Singkat cerita ia gagal menikah dengan seorang gadis lantran maharnya terlalu mahal.

 Padahal mereka telah merajut bahtera rumah tungga sekitar 3 tahun. Mereka juga telah dikarunia seorang anak. Pihak keluarga gadis menuntut mahar 300 juta ditambah dengan “paeng”. Mahar begitu mahal lantaran sang gadis bekerja di bidang kesehatan.

Menilik persoalan yang dialami oleh sahabat saya di atas, tidak salah saya mencoba menggugat budaya yang terlalu primitif “mengkadangi manusia” sehingga tidak mencapai keselamatan. Dalam kaitan dengan konteks mahar banyak orang lebih mementingkan mahar dari pada ekaristi perkawinan.

 Mereka lebih menekankan mas kawin dari pada secepat mungkin untuk beretemu tuhan dalam janji ekaristis. Lalu pertanyaan, apakah mahar lebih mulia dari ekaristi perkawinan?. Kalau memang benar mahar lebih mulia, semakin membenarkan suatu slogan yang mengatakan”Bro, mahar dulu baru kawin”.

Post a Comment for "Ekaristi Perkawinan Lebih Mulia dari Mahar "