Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kepergian Wanita yang Gila Berjanji || Cerpen BD

(Sumber Gambar: www.suara.com)

"Jalan paling buntu dari seorang wanita adalah menyalahkan laki-laki sebagai biang dari setiap persoalan. Penyelesaian tanpa kesepakatan yang baik akan melahirkan luka yang paling dalam. Kita sama-sama tanggung, sebab itu jalan terbaik. Dari pada bertahan hanya karena kasihan".

Sebelum kuncup-kucup pucuk mulai bersembuyi dalam kelopak muda. Sebelum senja menjamu malam. Di atas pondok ini aku berceloteh tentangmu. Pondok yang penuh dengan isyarat kenangan.

 Di atas pondok ini, kita sama-sama berkidung janji. Sehidup semati dalam untung dan malang. Kita berjanj layaknya suami-istri yang sedang berhadapan dengan altar Tuhan. Cukup konyol.

 Kita baru saja meramu rasa lalu secepat itu kita sama-sama berjanji. Aneh, Tetapi itulah kita. Kisah cinta yang penuh romantis layaknya Romeo dan Juliet. Bahkan kisah kita mengalahkan cerita pada drama Korea yang tersohor itu. Pokoknya kita sama-sama menjadi kekasih yang gila bercinta. Pada pondok yang sudah sedikit reot engkau memain tingkah dengan penuh manja.

***

          Tanganmu mulai bernakal-nakal. Menarik satu persatu pelepah bambu yang sudah tua. Tak ada penolakan disaat aku mulai menuang rasa padamu. Senyum manis penuh pesona tanda engkau mau. Waktu demi waktu. 

    Engkau mulai merubah tingkah. Tak ada rasa rindu apa lagi rasa cinta. Kata sibuk selalu engkau gunakan disaat aku ingin berdua denganmu. Janji itu kini menjadi usang tak berguna. Dulu aku tak percaya pada janji. Tetapi anehnya aku juga memain peran untuk berjanji denganmu.

          Kini aku mulai menyikap sunyi dengan rasa yang patah-patah. Rasa benci dan dendam. Entah, sampai kapan. Hingga akhinya aku menghukum semua wanita yang datang padaku. Semua wanita sama. Sama-sama manis, Sama-sama manja dan sama-sama bangsat. 

    Mengenal lebih dalam akan sosok berarti engkau siap-siap dikhianati. Tak ada kata ampun dari mereka. Mereka amat bar-bar dan beringas soal rasa. Laki-laki yang belum siap, siap dikipas sampai tuntas.

***

          Pada pondok ini aku selalu datang, tidak lebih. Bukan datang untuk berjumpa denganmu. Aku datang untuk menatap tiang-tiang pondok yang sudah termakan rayap sang waktu. Ada doa yang selau aku panjat. Semoga tak ada lagi wanita seperti dia. 

    Rayap-rayap bermondar-mandir pada tiang pondok. Seakan meraka menatapku dengan iba. “Bro..Jangan percaya lagi pada wanita”. Mereka bertingkah seakan mengejekku. Terlalu lama duduk. Terlalu lama bersandar pada tiang itu.

     Mereka pun datang memenuhi ubunku. Yang lain mulai menggigit kulitku. Mungkin mereka sedang marah. Ataukah karena punggungku menutup lalulintas mereka. Ataukah mereka marah karena aku meratap wanita yang tidak perlu itu.

          Benar kata orang “Memang begitu yang namanya  hati wanita, mudah berubah dan suka berbalik kelain hati. Hari ini mereka berjanji, besok mereka mengulang janji itu, Lalu lusanya mereka akan lupa.

***

 Pokoknya sampai kapanpun kita tak akan mampu memahami hati seorang wanita.” Mereka suka lupa. Benar-benar lupa atau memang hanya berpura-pura. Entahlah. Pokoknya sulit.

          Sore itu aku hanya berceloteh penuh tentang wanita itu. Hingga akhirnya senja sudah dijemput malam. Aku ingin bermalam di pondok itu. Tetapi sama saja. Harapan bermalam tak dibarengi dengan janji yang sudah tertulis jelas pada dinding-dinding pondok. 

    Ekspresi terjauh yang aku lakukan hanya menatap langit, Sambli memegang kepala. “Tuhan, Wanita yang Engkau sediakan di sisiku ternyata wanita bangsat”. Lalu aku pulang ke rumah.

          Dulu aku tak sesadis itu mengutuki wanita. Tetapi semenjak aku mengenal wanita itu aku sudah mahir mengutuk-ngutuki. apalagi mengutuki wanita. Anehnya mengapa Tuhan tetap mencintai wanita. Apakah karena Maria Magdalena telah menyeka dan mengarumi kaki Tuhan dengan parfum termahal. Entahlah.

***

          Di rumah aku tak henti-hentinya memikirkan tentang wanita itu. Sekian banyak kata-kata kutukan telah aku lantun. Tetapi sama saja. ia tidak mungkin akan kembali. Dia lebih bahagia dengan harta dari lelaki yang baru ia kenal kemarin.

     Percuma saja mengutukinya. Toh, Sang Guru juga amat mencintainya “Siapa yang tidak berdosa  di antara kamu, Hendaklah ia yang melempar wanita ini”. Sial. Aku juga berdosa. Dulu waktu aku masih pacar dengannya aku masih selingkuh dengan wanita lain. Lagi-lagi ia menang. dan lagi-lagi aku kalah.

***

          Malam itu aku merelakan ia pergi se-maunya. Pergi dengan sesukanya. Intinya ia bahagia dengan pilihannya. Rasa cinta yang paling tinggi disaat kita merelakan wanita yang kita cintai pergi dengan se-maunya. Meski ada rasa sakit yang terdalam.

Ingin sesekali aku menjemputnya dalam palung rasa terdalam. ingin sekali aku bercumbu rasa dengannya. Tetapi ia malah berkata “Maaf, lelakiku adalah mereka yang mau menerimaku apa adanya”. Busetttttt..Kata ini tamparan keras bagiku.

          Layaknya Maria yang datang menjemput Yesus di bait Allah “Ibu dan Saudaraku adalah mereka yang mendengarkan Sabdaku”. Jadi, aku bukan laki-laki baik di hadapanya. Sial. Dia yang mau pergi. Dia juga yang menyalahkan aku. Dasar wanita. laki-laki selalu menjadi korban dan selalu dipersalahkan.

Post a Comment for "Kepergian Wanita yang Gila Berjanji || Cerpen BD"