Kepergian Wanita yang Gila Berjanji || Cerpen BD
Sebelum kuncup-kucup pucuk mulai bersembuyi dalam kelopak muda. Sebelum senja menjamu malam. Di atas pondok ini aku berceloteh tentangmu. Pondok yang penuh dengan isyarat kenangan.
Di atas
pondok ini, kita sama-sama berkidung janji. Sehidup semati dalam untung dan
malang. Kita berjanj layaknya suami-istri yang sedang berhadapan dengan altar Tuhan.
Cukup konyol.
Kita
baru saja meramu rasa lalu secepat itu kita sama-sama berjanji. Aneh, Tetapi itulah
kita. Kisah cinta yang penuh romantis layaknya Romeo dan Juliet. Bahkan kisah
kita mengalahkan cerita pada drama Korea yang tersohor itu. Pokoknya kita
sama-sama menjadi kekasih yang gila bercinta. Pada pondok yang sudah sedikit
reot engkau memain tingkah dengan penuh manja.
***
Tanganmu mulai bernakal-nakal. Menarik satu persatu pelepah bambu yang sudah tua. Tak ada penolakan disaat aku mulai menuang rasa padamu. Senyum manis penuh pesona tanda engkau mau. Waktu demi waktu.
Engkau mulai merubah tingkah. Tak ada rasa rindu
apa lagi rasa cinta. Kata sibuk selalu engkau gunakan disaat aku ingin berdua
denganmu. Janji itu kini menjadi usang tak berguna. Dulu aku tak percaya pada
janji. Tetapi anehnya aku juga memain peran untuk berjanji denganmu.
Kini aku mulai menyikap sunyi dengan rasa yang patah-patah. Rasa benci dan dendam. Entah, sampai kapan. Hingga akhinya aku menghukum semua wanita yang datang padaku. Semua wanita sama. Sama-sama manis, Sama-sama manja dan sama-sama bangsat.
Mengenal lebih
dalam akan sosok berarti engkau siap-siap dikhianati. Tak ada kata ampun dari
mereka. Mereka amat bar-bar dan beringas soal rasa. Laki-laki yang belum siap, siap
dikipas sampai tuntas.
***
Pada pondok ini aku selalu datang, tidak lebih. Bukan datang untuk berjumpa denganmu. Aku datang untuk menatap tiang-tiang pondok yang sudah termakan rayap sang waktu. Ada doa yang selau aku panjat. Semoga tak ada lagi wanita seperti dia.
Rayap-rayap bermondar-mandir pada tiang pondok. Seakan meraka menatapku dengan iba. “Bro..Jangan percaya lagi pada wanita”. Mereka bertingkah seakan mengejekku. Terlalu lama duduk. Terlalu lama bersandar pada tiang itu.
Mereka pun datang memenuhi
ubunku. Yang lain mulai menggigit kulitku. Mungkin mereka sedang marah. Ataukah
karena punggungku menutup lalulintas mereka. Ataukah mereka marah karena aku
meratap wanita yang tidak perlu itu.
Benar kata orang “Memang begitu yang namanya hati wanita, mudah berubah dan suka berbalik kelain hati. Hari ini mereka berjanji, besok mereka mengulang janji itu, Lalu lusanya mereka akan lupa.
***
Pokoknya sampai
kapanpun kita tak akan mampu memahami hati seorang wanita.” Mereka suka lupa. Benar-benar
lupa atau memang hanya berpura-pura. Entahlah. Pokoknya sulit.
Sore itu aku hanya berceloteh penuh tentang wanita itu. Hingga akhirnya senja sudah dijemput malam. Aku ingin bermalam di pondok itu. Tetapi sama saja. Harapan bermalam tak dibarengi dengan janji yang sudah tertulis jelas pada dinding-dinding pondok.
Ekspresi
terjauh yang aku lakukan hanya menatap langit, Sambli memegang kepala. “Tuhan, Wanita
yang Engkau sediakan di sisiku ternyata wanita bangsat”. Lalu aku pulang ke
rumah.
Dulu aku tak
sesadis itu mengutuki wanita. Tetapi semenjak aku mengenal wanita itu aku sudah
mahir mengutuk-ngutuki. apalagi mengutuki wanita. Anehnya mengapa Tuhan tetap
mencintai wanita. Apakah karena Maria Magdalena telah menyeka dan mengarumi
kaki Tuhan dengan parfum termahal. Entahlah.
***
Di rumah aku tak henti-hentinya memikirkan tentang wanita itu. Sekian banyak kata-kata kutukan telah aku lantun. Tetapi sama saja. ia tidak mungkin akan kembali. Dia lebih bahagia dengan harta dari lelaki yang baru ia kenal kemarin.
Percuma saja
mengutukinya. Toh, Sang Guru juga amat mencintainya “Siapa yang tidak berdosa di antara kamu, Hendaklah ia yang melempar
wanita ini”. Sial. Aku juga berdosa. Dulu waktu aku masih pacar dengannya aku
masih selingkuh dengan wanita lain. Lagi-lagi ia menang. dan lagi-lagi aku
kalah.
***
Malam itu aku
merelakan ia pergi se-maunya. Pergi dengan sesukanya. Intinya ia bahagia dengan
pilihannya. Rasa cinta yang paling tinggi disaat kita merelakan wanita yang
kita cintai pergi dengan se-maunya. Meski ada rasa sakit yang terdalam.
Ingin sesekali aku menjemputnya dalam
palung rasa terdalam. ingin sekali aku bercumbu rasa dengannya. Tetapi ia malah
berkata “Maaf, lelakiku adalah mereka yang mau menerimaku apa adanya”.
Busetttttt..Kata ini tamparan keras bagiku.
Layaknya Maria yang datang menjemput Yesus di bait Allah “Ibu dan Saudaraku adalah mereka yang mendengarkan Sabdaku”. Jadi, aku bukan laki-laki baik di hadapanya. Sial. Dia yang mau pergi. Dia juga yang menyalahkan aku. Dasar wanita. laki-laki selalu menjadi korban dan selalu dipersalahkan.
Post a Comment for "Kepergian Wanita yang Gila Berjanji || Cerpen BD"