Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Doa Spontan di Kamar Makan Biara || Cerpen BD


(Sumber Gambar: www.arsitag.com)

Mengenal mereka yang di dalam biara cukup asyik juga. Mereka itu baik-baik loh. Tak seserem yang kita lihat di luar sana. Mereka itu semuanya murah senyum serta baik hati. Awalnya aku mengira mereka tidak bisa menerimaku, saat aku pertama kali berkunjung ke biara itu. Kata teman-temanku “Ke sana harus tahu doa spontan”, pokoknya aneh-aneh. Waktu itu, aku baru pulang dari tanah Jawa. Gaya-gaya kota masih melekat erat padaku. Caraku mengingkat rambut. Pokoknya semuanya serba ikut tren kota.

Tiga bulan yang lalu aku mengenal seorang lelaki yang kebetulan dia adalah frater. Biaranya cukup dekat dengan rumahku. Awalnya aku hanya mengunggah sebuah foto. Foto itu terjadi pada 3 tahun yang lalu dan latar foto itu tepat di depan gerbang biaranya. Ia mulai berkomentar “Hei, itu gerbang kami”. Aku yang pada saat belum mengenalnya hanya membalas “Iya kak”. Mulai dari situ, kami mulai saling kabar. Pokoknya setiap kali ia memegang hp, ia selalu bertanya “Kamu lagi apa?”. Awalnya itu biasa-biasa saja, tetapi aku mulai jatuh hati. Hal-hal sederhana itu membuatku semakin nyaman. Rasanya aku harus memberi kabar 24 jam padanya. Jika tidak, aku mengalami kesepian. Pokoknya ia menjadi candu bagiku.

***

Kurang lebih tiga hari aku berada di rumah. Iapun mengajakku untuk ke biaranya. “Hei, kalau ada waktu. Datang ke biara eh”. Itulah pesannya. Cukup kentara, ia merindukanku. Aku yang pada saat itu juga amat merindukannya. Tidak sabar untuk bertemu dengannya. Hari berikutnya aku ke biaranya. Sebelum aku ke sana, aku lebih dulu memberitahunya. Dan pada saat aku masuk ke Pendopo biara, iapun lebih dulu melihatku. Ia datang menghampiriku. Ia mulai berkata-kata khas seorang frater.

 Suasana semakin ramai setelah teman-temannya datang untuk menyapaku. Aku yang pada saat itu gugup dan tidak percaya diri ada di tengah-tengah mereka. Apalagi mereka selalu membicarakan tentang Tuhan dan filsafat. Aku makin gerogi. Iapun mulai mengajakku untuk berjalan-jalan. Kapela dan Gua Maria menjadi tempat terlaris. Di sana kami berdua mengabdikan momen dengan berfoto-foto. Ia terlalu baik. Di setiap lorong, ia memberitahukanku tempat-tempat yang dilarang untuk dikunjung. Kami sama-sama menikmati angin sore dengan rasa yang sama. Rasa saling kagum.

Tak terasa hari mulai malam. Iapun mengajakku untuk makan malam di sana. Aku semakin gugup. Yang aku tahu  pasti di sana nanti ada pastor-pastor. Ia berkata “Aman saja. Hanya frater-frater saja di kamar makan”. Kamipun berjalan melintasi lorong-lorong. Aku melihat ke arah kamar para frater. Tumpukan buku membubung sampai ke plafon. Pokoknya kamar-kamar mereka penuh dengan buku. “Pantasan mereka itu pintar-pintar”, gumamku.

***

Sesampainya di kamar makan. Aku duduk di pojok. Aku malu dengan mereka. Apalagi ada yang berkomentar “Cantik betul eh”. Aku tambah malu di saat ketua kamar mempersilahkanku untuk berkenalan. Aku mulai menggosokkan tangan agar  tidak terlihat gerogi. Pada saat aku mulai berkenalan semuanya berteriak. Mereka mempertanyakan statusku. Apakah masih jomblo atau tidak. Akupun mulai berkeringat. Aku mulai mencubit lelaki itu dan berkata “Gara-gara kaka eh. Saya jadi malu”.

Pada saat selesai makan, ketua kamar makan memintaiku untuk mengangkat doa penutup makan. “Benar kata temanku”, kataku dalam hati. Aku berdiri untuk memulai berdoa. Pada saat sama seseorang berteriak dari sudut “Doa spontan eh”. Aku tambah gugup. Jantungku mulai berdenyut kencang. Akupun dengan lantang berdoa ‘Salam Maria’. Semuanya orang di kamar makan itu tertawa. Langsung lelaki itu berdiri dan iapun menggantikanku mengangkat doa. Akupun pulang dengan rasa malu.

Post a Comment for "Doa Spontan di Kamar Makan Biara || Cerpen BD"