Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Wanita Pelantun Holy Night || Cerpen BD

 (Sumber Gambar: www.suara.com)

Malam yang begitu khusuk seakan merestu aku untuk mematung sunyi. Rinai hujan terus berderai membasahkan tanah yang terlumur debu. Kunang-kunang malam kian kemari menyala kearah jalan, layaknya lentera yang siap menuntun ke tempat yang paling sepi. Deruan ombak kian liar menghantam karang. Intinya malam itu imajiku semakin membabi-buta tentang wanita yang menanti di pujian malam yang kudus. Aku mulai sibuk meliuk sepi dengan memainkan peran lagu-lagu natal. Secangkir kopi menjadi sahabat terlaris untuk mengupas tuntas tentang wanita itu. katanya “Bung engkau tidak sepadan dengannya. Dia adalah wanita pengintai rindu yang sering di kirim dan di titip pada sekian banyak laki-laki”, itulah kata sahabatnya.

Aku tidak mempersoalkan itu, yang aku persoalkan adalah mereka yang terlalu mengumbar  hasrat, sampai merendahkan orang lain. “Jikalau dia adalah seorang  wanita malekat titisan Tuhan, pasti aku akan mundur dengan tersedu. Tetapi aku ada waktu untuk berjuang, Setidaknya untuk mendapatkan nomor WhatsAppnya”, Celotehku, sambil menaikan volume lagu.  Tak terasa dua jam aku duduk, mematung asa. Ada sekian ribu banyak hayalan dan berpuluhan rancangan untuk mendapatkan rasanya.

Pada ambas kopinya yang hendak aku buang, Tiba-tiba aku terusik dengan sebuah catatan akhir dari sebuah buku yang terletak tidak jauh dari gelas kopiku “teruslah berjuang, sampai engkau tak lagi mampu untuk berjuang”. Kalimat itu memacu seluruh sarafku untuk berjumpa dengan wanita itu. Ampas kopi tak jadi dibuang, Malahan titisan terakhirnya aku tetes lagi dan lagi. Hingga akhirnya aku mendapatkan ide tentang wanita itu.

Malam semakin larut. Kunang-kunang mulai satu persatu beramit pulang. Deruan ombak muali tenang, seakan kerinduannya untuk mencium pantai sudah tercapai. Aku mulai berkemas-kemas segala asa dan rasa, terutama tentang wanita itu. Menyimpanyan dalam-dalam, menyembunyikan sedemikian mungkin, hingga akhirnya aku membuka lagi dan lagi.

Memang wanita itu selalu mengantui setiap derak langkahku. Mulai dari aku turun dari tempat tidur, sampai aku naik lagi. Kidung natal mulai ramai dilantunkan. Betlehem kecil sudah nampak pada setiap rumah. Lampu-lampu mulai menyamar pada remang-remang malam. Kandang natal ditata habis-habisan. Bintang kian gemar bersingah di atas bubugan jerami. lagu-lagu natal kian ramai dipasang, pada rumah sampai pada mobil-mobil yang melintas. Pokoknya warna natal  semakin terlihat.

Wanita itu semakin bercumbu di balik paduan suara itu. Aku yang duduk di ujung belakang amat kesusahan untuk melihatnya. Aku mencoba untuk berpindah ke depan, tetapi semua sudah terisi. Wanita itu semakin mahir bersembunyi. Mulai dari hidungnya yang mancung sampai pada rambutnya tergesa-gesa untuk menghilang jejak dari sapuan mataku.

“Yahhh..itu dia. Benar kata orang cantiknya bukan main-main lagi”, kataku sambil menyambut Tuhan dalam komuni suci. Ekor mataku terus tertuju padanya. Rupanya aku semakin takut bila ia mencoba menghilang dari pandanganku. Sesampainya aku di tempat duduk. Aku meliriknya dengan ekor mata. Ia mulai berjalan ke depan dengan pakaian yang begitu anggun.

Jalannya penuh mempesona, sesekali ia membantingkan poni yang terkucir rapi, memperlihatkan lesung pada pipinya. Pokoknya pada saat itu aku lupa tentang doa ucapan syukur terhadap Dia yang telah aku sambut. Aku malah berdoa untuk segera bertemu dengannya. doaku cukup kuno “Tuhan, dia cantik oo, boleh to aku kenal dengannya”. Dengan rasa percaya diri yang cukup tinggi. aku mulai mengumpulkan tekad.

Wanita itu kembali ketempat duduknya. Kurang lebih 2 menit ia maju lagi kedepan. Aku melihatnya dengan jeli penuh teliti layaknya intelegen Negara yang sedang memantau sindikat. Aku melihatnya ia berdiri tepat di depan Mic, rupanya ia mengambil solo dari lagu post komuni itu.

Lagu yang tidak asing lagi bagiku “Holy Night’. Ia menyanyikan lagu itu dengan indah. Dawai suara dilantun dengan merdu. Sekian rindu orang mendengar dan menikmati suaranya. aku semakin gila bertingah. Ingin sekali untuk berterika “Nyanyi lagi enu;. tetapi apalah daya ekaristi sudah ditutup dengan berkat yang meriah oleh pastor selebran.

Aku berjalan keluar gereja itu. Aku menunggunya pada pintu dengan ekor mata melalang-buana menacari wanita yang diidam-idamkan dari dulu. Menunggu di pintuu terlalu lama, aku pun berinisiatif untuk mncarinya. Aku melihatnya, ia sedang berfoto-foto dengan rekan paduan suaranya. Aku sibuk melirik pada senyum yang terlalu manis untuk wanita seusianya.

hatiku meradang dan bergundah gulana. Melihatnya merangkul dengan lelaki lain, seakan ragaku tersambar petir. Anehnya ia semakin mesra dengan lelaki itu. mungkin itu caranya, agar aku tidak lagi mengejarnya. aku pun berjalan semakin dekat dengan mereka. Aku amat kaget, karena laki-laki itu adalah adik kandungku sendiri. Aku berpura-pura mengeluarkan HP dari dalam saku lalu memotret Bayi Yesus di palungan. Sambil memtoret, aku berceloteh “ Tuhan dia terlalu kecil untuk mencintai wanita itu”.

Tiba-tiba dari belakang adik memanggil “kae…..kenal, ini calonnya saya”. Aku pun semakin panas “hei…tidak baik duluan adik, harus kakak dulu”. Entalah, ia mengerti atau tidak arti dari perkataanku itu. Malam itu, wanita yang aku idamkan sekaligus wanita pelantun Holy Night, kini aku harus rela untuk mencintainya diam-diam. sebab itu sudah menjadi milik adikku.

Post a Comment for "Wanita Pelantun Holy Night || Cerpen BD"