Ketika Peneguhan menjadi Penguatan
(Foto: Saudara Aldi dan Arsen di dampingi oleh bapak Frans dan mama Marta)
Oleh: Aldi Jemadut*
(Pengalaman Live in di kampung Todo)
Kami
star dari Langgo Ruteng tanggal 23 Desember 2021, tepat pukul 11:30. Kami berangkat ke kampung Todo menggunakan dua mobil
yakni oto kol (sebutan dalam bahasa Manggarai) dan Pic up. Dalam perjalanan kami menjumpai dengan begitu banyak pemandangan
yang indah, jalan yang berkelok-kelok dan juga kicauan burung serta angin yang
begitu segar. Perjalanan ke kampung Todo cukup jauh, menempuh waktu sekitar
satu jam lebih dari Langgo, Ruteng Manggarai dengan melewati begitu banyak anak
kampung. Suasana di mobil sangat ramai ada yang menyayikan lagu nenggo (lagu khas manggarai), lagu
rohani dan juga yang bercerita. Pokoknya sangat asyik. Pada saat itu saya hanya
diam membisu menyaksikan pemandangan yang sangat indah.
Kami tiba di kampung Todo sekitar jam satu lewat. Kami diterima secara adat oleh tua kampung dengan ritus adat yang kental (suru dengan manuk kapu dan tuak kapu, sebuah kebiasaan orang Manggarai untuk kapu meka liba). Kami diterima di gedung Aula paroki Todo serta diterima dengan adat reis Manggarai “Yo, tabe leso ite tuang agu sanggen anak do dami ata lako tadang mai le mai Maumere kudut mai ba gerak kamping ami ce Paroki Todo, asa hitu di cai ite bao ko?” dengan perasaan sukacita kami semua seretak menjawab “iyoooooooo”.
(Baca juga: Gerimis di Pelupuk Matamu || Puisi Sr. Marta Wullo, SSpS)
Setelah penerimaan
secara adat di pintu masuk Aula, kami pun dipersilahkan masuk dan menempati
tempat yang telah disediakan. Selanjutnya makan siang bersama dengan beberapa
orang tua yang telah lama menunggu kedatangan kami. Setelah makan siang, frater
Elias Langga selaku ketua rombongan para frater Seminari Tinggi Santu Kamillus
de Lellis (Kamilian), langsung membagikan tempat penginapan yang telah disediakan oleh keluarga-keluarga di sana.
Saya
dengan saudara Arcen Ancar mendapat penginapan di rumah bapak Frans yang bertempat
di KBG (Kelompok Basis Gereja) Wae Polo. Saya dan saudara Arcen dijemput oleh
bapak Frans dengan menggunakan motor Verza. Sesampai di rumah bapak Frans di
KBG Wae Polo, kami diterima baik oleh istri dan anak-anaknya. Awalnya saya dan
saudara Arcen sangat malu, karena di rumah bapak Frans tidak ada laki-laki
selain bapak Frans sendiri. Pas makan malam, saya dengan teman Arcen sangat
malu dan selalu tunduk menikamti makanan yang lezat. Kami merasakan suasana kekeluargaan
yang sangat akrab dengan canda dan tawa.
(Baca juga: Surat Latang hi Enu)
Malam
berikutnyam, kami bersama dengan bapak Frans sekeluarga duduk di ruang tamu
sekalian memperkenalkan diri kami kepada mereka dan juga sebaliknya. Setelah
selesai memperkenalkan diri kami masing-masing, bapak Frans juga menceritakan
tentang pengalaman hidupnya. Pengalaman yang sangat inspirasinya bagi saya
dengan saudara Arsen. Malam sudah semakin larut dan angin semakin dingin
membuat kami semakin menggigil, tetapi kami tetap melanjutkan cerita sambil
ditemani segelas kopi. Malam itu kakak Atika sebagai barista yang paling
handal, menyajikan kopi yang begitu nikmat.
Sedikit
memperkenalkan keluarga bapak Frans, kakak Icha anak kedua dari bapak Frans dan
mama Marta. Kebetulan kakak Icha ini datang berlibur ke kampung Todo,
sebelumnya dia di Jakarta, sebentar lagi akan ujian tesis. Kakak Atika ketiga,
dan dia sudah selesai kuliah. Inan anak keempat, dia masih duduk di bangku
kuliah seperti kami dan yang bungsu bernama Lufry. Lufry ini orangnya cukup
lugu, malu dan pandai bergame namun jenius dalam berpikir.
(Baca juga: Kabar Duka dari Pulau Seberang || Cerpen BD)
Saya pribadi sangat senang bergaul
dan berbincang dengan putri-putri dari bapak Frans dan mama Marta. Karena dalam
pengalaman mereka selama di Jakarta sangat menginspirasikan saya, bahkan dalam
hati saya berkata “Apakah saya bisa seperti mereka? Mandiri seperti mereka?
Sederhana seperti mereka? Saya hanya diam dan mendengar cerita mereka sambil
menikmati kopi yang hangat di atas meja.
Tiga hari kemudian, saya dan saudara Arcen sudah mulai begitu akrab dengan bapak Frans sekeluarga dibanding pada beberapa hari sebelumnya. Kakak Icha dan kakak Atika sangat senang sekali untuk berdebat, terlebih kakak Icha. Malam itu kami berdebat tentang para vans dalam dunia sepak bola dan juga sedikit diskusi singkat tentang Korupsi. Kakak Icha dan Kakak Atika adalah Vans berat Neymar, Jr. Pemain asal Berazil sedangkan saya dan saudara Arcen mati-matian pegang Cristiano Ronaldo. Cristiano Ronaldo ini merupakan vans saya sejak dulu dalam dunia sepak bola bahkan sampai sekarang saya tetap mengidolakannya.
(Baca juga: Cara Melupakan Mantan)
Di sela perdebatan tentang sepak bola, kakak Icha
bertanya tentang apa tujuan saya dan saudara Arcen masuk biara, bagaimana
kehidupan di biara, dan masih banyak pertanyan lain. Pertanyaan-pertanyaan itu
menjadi refleksi bagi kami. Kurang lebih satu minggu saya dan saudara Arcen
berada di tengah keluarga bapak Frans dan mama Marta, begitu banyak hal yang
kami dapat dari mereka, baik peneguhan iman, maupun dukungan doa dari mereka
terutama untuk perjalanan panggilan kami. Petuah akhir dari bapak Frans yakni “jadilah
orang sukses, jika kamu menjadi imam jangan lupa doakan kami.”
Peneguhan dan pesan dari bapak Frans sekeluarga merupakan penguatan dan dukungan untuk kami dalam menjalankan panggilan hidup membiara. Selama berada di tengah mereka, saya memiliki kesan dan kekuatan tersendiri. Karena bagi saya ini merupakan suatu penguatan tanpa batas dan tentu orang tua dan keluarga selalu mendukung cita-cita mulia anaknya. Dan selama di sana juga, saya merasa serahim dengan putri-putri bapak Frans dan mama Marta. Ini pengalaman yang sangat mulia sekaligus pengalaman yang meneguhkan panggilan kami.
*Aldi Jemadut, Mahasiswa STFK Ledalero-Maumere.
Post a Comment for "Ketika Peneguhan menjadi Penguatan"