Pesan untuk Catila || Cerpen BD
(Sumber gambar: www.cnnindonesia.com)
Malam
kian meringkuh sepi. Cahaya bintang sudah ditelan oleh kabut tebal. Tanda
hujan akan segera turun. Aku mengambil kertas dan pulpen untuk merawat momen
malam itu. Hujan sudah mulai mengguyur
bumi, dengan dentum petir yang menggelegar. Hujan malam itu seakan merestu hati
yang sedang gundah. Aku yang masih duduk ditemani kopi masih setia mengeja
kata. Setiap imaji yang berkeliaran, aku simpan di atas kertas yang sudah
hampir penuh.
(Baca
juga: Gadis tanpa Nama || Cerpen Ayu Alexandra)
Coretan
tentangmu di malam yang indah setidaknya mampu menemani sepiku. Jari-jariku
terus berirama sejurus dengan bayangmu yang selalu terlintas dalam benakku. Engkau
yang membuat aku semakin memahami rindu dan membuat aku mengerti tentang
kenangan yang harus dirawat dan dirajut. Catila gadis desa itu sudah lama aku
kenal. Pada saat kami mengenyam pendidikan menengah atas di salah satu sekolah
ternama dekat tanah kelahirannya.
***
Ia berparas cantik dengan potong rambut
sebahu. Dulu teman-temannya sering mengingatkan dia agar ia lanjut di Akademi Kepolisian. Tetapi ia tidak mau, ia lebih memilih menjadi perawat. Setiap kali
aku bertanya tentang alasannya, ia hanya mengatakan “Aku ingin merawat pasien
dan anak-anak kita.”
(Baca
juga: Bangku Kota dan Sejuta Kenangan || Cerpen BD)
Candanya membuat aku semakin bertingkah. Malam
ini malam terakhir aku dengannya. Besok, aku harus kembali ke kampungku dan ia
terus melanjutkan pendidikan di pulau Jawa. Pada halaman terakhir dalam kertas
yang aku tulis, aku mengutip beberapa kalimat yang setidaknya mampu
menghadirkan perasaanku saat itu “Catila, kembalilah jika engkau menyelsaikan
itu.”
***
Kopi
yang tersisa ampas, sedangkan sisa-sisa hujan masih berjatuhan dari atas
genteng. Catila wanita idamanku sejak dulu harus merelakannya pergi. Pergi merajut
masa depannya entahlah apakah ia akan kembali ataukah ia akan dengan yang lain.
Entahlah!
(Baca
juga: Surat Latang hi Enu)
Pada
halaman yang kedua aku kembali menulis tentangnya. Bukan lagi doa agar ia
kembali, tetapi tentang perjuangannya di tanah jawa. Menulis tentang itu
samahalnya aku harus merelakan ia bertarung dengan dunianya. Teruslah berjuangan
Catila, jika engkau masih menyimpan kenangan itu, ingatlah aku yang selalu
menantimu.
Post a Comment for "Pesan untuk Catila || Cerpen BD"