Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aku Pamit || Cerpen Lee Clara Mbembe

(Sumber gambar: www.indozone.id)


Ketika aku tahu ini luka. Pasti aku tak akan memilih jalan ini. Kamu tahu apa yang lebih sakit dari sekedar perpisahan El? Haha... cobalah menunggu seseorang tapi tidak tahu sampai kapan. Cobalah juga berada di titik bertahan tapi kau sendiri tidak tahu apa, yang sedang ditahan, kamu bingung aku mencintaimu atau sekedar menghargaimu. Tolong jawab aku El? Kau tahu, hubungan kita sudah terlanjur terlampau jauh El. Sejak awal, kau kelihatan begitu sayang, begitu cinta, begitu peduli, bahkan kamu mau menikahi aku dan merencanakan masa depan El.

“Ra, kau tahu keadaan aku sekarang, bukannya aku tidak sayang kamu, tapi lihat aku masih punya tanggung jawab untuk keluargaku Ra, aku sendiri bingung harus bagaimana, semuanya menekan aku. Aku tidak tahu lagi, harus berbuat apa.”  Iya El. Ok lah aku mengerti sekarang, aku akan mencoba untuk memahami keadaan kamu,  silakan kamu utamakan keluarga kamu, itulah satu hal kewajiban kamu untuk membaktikan diri pada orang tua dan keluarga kamu. Jangan memikirkan tentang aku dan bagaimana hubungan kita.”  “Selamat, kamu bisa El aku akan tetap dukung dan mendoakan kamu dari jauh.”

Malam itu pesan chatingan hanya berakhir di situ, bagi Ra esok adalah hari baru untuk kehidupan dia dalam hubungannya dengan El. Tidak ada yang saling kontak di antara keduanya, bahkan sekarang hanya menjadi penonton story.


 

(Baca juga: Setelah Putus dengan Frater, Sophie: Asal Kujamah saja Jubahnya, Aku akan Sembuh!)

 

Dua Minggu berlalu,  hari itu Ra mencoba membuka kembali chatingan di WA, juga di grup yang dibuat bersama, begitu kaget dan cemas ketika Ra melihat Grup WA yang dibuat bersama, ternyata El sudah keluar dari grup. Perasaan Ra tidak tenang, namun Ra memilih untuk tetap tenang walaupun batinnya begitu kecamuk dan cemas. Ia ingin chat dan bertanya, tapi begitu berat. Akhirnya Ra tetap diam dan melepas begitu tanpa menanyakan.

Namun perasaan Ra tidak bisa bohong, akhir dia mengirim pesan singkat, "El! hubungan kita ini sudah mengenal orang tuaku saya tahu kamu punya kesibukan dan urusan untuk keluarga kamu, tapi ingat El ada dua hati di sini yang harus kau jaga, hatimu dan hati orang tuaku. Aku percaya kamu El, tapi jika kamu masih bermain dalam hubungan ini El artinya level bajinganmu tidak perlu dipertanyakan lagi. Kau tahu pepatah ini El, semua orang berani memberi awal yang baik, tetapi banyak orang terlalu pengecut untuk mengakhiri dengan baik, jika kamu merasa tidak cocok dengan aku, setidaknya pamitlah dengan baik, seperti bagaimana keluargaku menerima  kamu dengan baik. Aku cuma minta ini dari kamu El. Hati aku boleh kau hancurkan, tapi ingat jangan sampai kau melukai hati orang tuaku dan bikin keluargaku malu. Tolong pikir pakai otakmu dan rasa pakai hatimu El. Sekian itu saja dan terima kasih! Maaf sudah chat dan mengganggu kamu.”

 


(Baca juga: Surat Itu || Cerpen Fransisko Sadianto)

 

Setelah mengirim pesan itu beberapa menit kemudian, Ra melihat pesan WA nya sudah terbaca. “Biarlah tidak apa-apa intinya dia sudah baca” gumam Ra dalam hatinya.

 Sekuat apapun Ra, hatinya pasti hancur isi kepalanya seperti ingin meledak, badannya terasa begitu lelah dengan semuanya ini. Malam itu perasaannya begitu sesak, begitu beban batin, sakit rasanya, cape bertahan sakit, dia menangis air matanya tak terbendung lagi, lalu Ra mengambil buku catatan hariannya lalu tuangkan segala perasaan, dia.

“El! jujur aku orangnya egois kalau masalah perasaan di saat aku memberi hati aku seutuhnya buat kamu. Aku mau timbal baliknya. Aku mau didengarkan, jadi aku harap kamu paham, kenapa aku butuh keyakinan dari kamu, walaupun itu mungkin hanya hal sepele buat kamu intinya aku tidak pura-pura mencintai kamu. Kamu tahu El aku Jijik sama diri aku sendiri, aku jijik sama  semua ini. Ketika aku hancur, ketika aku terpuruk, aku cuma pikiran sama kamu,  tapi kenapa kamu gantungkan hubungan ini, kenapa kau buat aku menunggu dengan semula ketidakpastian begini. Kamu tahu itu yang buat aku semakin hancur El.

 


(Baca juga: Di Balik Kafe || Cerpen Sintia Clara Aritonang


 

Aku benci sama kamu El, aku kecewa sama kamu. aku benci dengan diri aku sendiri El kenapa aku jadi orang  terlalu lemah. Tolong jangan diamin aku seperti ini  El, sumpah tidak kuat hadapi semua itu. Aku tidak sanggup.

Malam itu Ra menangis sejadinya,  hatinya begitu hancur dan sangat terpukul. Tuhan kenapa aku menangis. Mengapa aku masih kepikiran dia, kenapa aku tidak bisa melupakannya, kenapa aku tidak pernah berpikir dengan diriku sendiri, padahal dia tidak peduli sedikit pun dengan keadaanku sekarang. Dia tidak peduli dengan kesedihan aku yang sekarang. Aku yang terlalu bodoh, kenapa aku masih memikirkan orang yang tidak punya perasaan, padahal dia sudah tidak peduli dengan semua yang aku lakukan.

Tuhan, dia tidak tahu segemetar apa jiwaku di saat doaku bukan lagi tentang dikembalikannya dia untuk aku tapi. Tuhan, cabutlah rasa cinta di hatiku untuk dia berikanlah rasa keikhlasan untukku merelakannya. Tuhan bantu aku. Amin, doaku pada Malam itu.

Keesokan paginya tiba-tiba ada pesan WA masuk. "Selamat pagi Ra

Jangan lupa makan

Tetap jaga kesehatan

Jangan terlalu larut Malam tidurnya.”

Ternyata itu pesan dari El.

Lalu dengan kesal Ra membalas chat dari El.

  "Iya El, terima kasih! Tapi mulai sekarang mendingan kau tidak usah pedulikan aku lagi, kau tidak mau lihat aku sakit, kau tidak mungkin buat aku begini. Ko bisa ya kamu El.

Aku dengan segala perasaan keterpurukan bercampur rindu kamu sibuk dengan dunia kamu sendiri, tanpa kabar Sedikit. Tak ada waktumu semenit pun buat aku. padahal kamu tahu yang paling menyakitkan itu justru aku. Aku seperti orang gila. Kamu bisa e El tanpa beban sama sekali datang dan pergi sesuka hatimu. menghilang sejauh kau mau memberi kabar. Atau kamu sudah menemukan orang yang bersedia berada di sisimu. Bilang aku El. Tidak apa-apa. Dan hari ini juga. Aku mau kita akhiri hubungan kita.

Aku minta putus!

Aku  pamit El!”

 

(Baca juga: Riwayat Kematian || Puisi No Eris)

 

“Aku tahu merelakanmu bukan berarti aku menyerah tapi menyadari bahwa ada hal  yang tidak bisa dipaksakan. Melepaskan mu terasa berat bagiku tapi aku akan buktikan bahwa aku akan segera bangkit dan melupakan mu. Memang ini menyakitkan  namun akan membahagiakan apa lagi suatu hal yang bukan karena aku menyerah, tapi mengerti bahwa ada hal yang tidak bisa dipaksakan. Aku tinggalkan pelukkan di sini.  Aku pergi!” Lalu Ra mengirim isi pesan itu ke El.

 

Post a Comment for "Aku Pamit || Cerpen Lee Clara Mbembe"