Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aku Bahagia || Cerpen Marllon Allan

Aku Bahagia || Cerpen Marllon Allan

(Sumber gambar: hot.liputan6.com)

 Angin berhembus dengan sejuknya menerobos masuk melalui jendela kamarku. Udara dingin ini  membuat aku enggan untuk bangkit dari tempat ini. Tempat ternyaman yang pernah aku temui. Ingin rasanya aku kembali tenggelam dalam kehangatannya. Namun dengan segala kekuatan yang ada, aku berusaha bangkit berdiri dan membuka pintu kamar. Sejenak angin kembali menerpa tubuhku. Aku menoleh ke arah Timur. Tampak beberapa saudara sudah mulai keluar dari kamarnya.

Aku mencoba beranjak dari kamar menuju taman belakang rumah ini. Di sana aku melihat sebagian saudara sudah mulai berkumpul. Aku segera berlari kecil menuju ruang olahraga untuk mengambil bola dan segera berlari menuju taman belakang. Beberapa saudara tampak mulai berlatih dan sebagian lagi masih merasakan dinginnya kota ini. Canda tawa dan guyonan menghiasi suasana sore ini. Suasana yang membuat aku enggan untuk pergi dari tempat ini.

 

(Baca juga: Mery dan Seorang Frater Kekasihnya || Cerpen Christin De Simnia)


 

 

 “Hai bro. Kamu liatin siapa sih? Keliatannya serius sekali. Owwwww. Aku tahu kamu lagi liatin siapa, pasti kamu lagi liatin itu cewek kan? Jujur ajalah.” Sapa Afen teman sekelasku sembari duduk di samping kananku. Pertanyaannya seakan menusuk tajam ke dalam diriku. Memang apa yang dikatakannya benar. Iya. Aku sedang memperhatikan seorang cewek yang sudah seminggu ini menghantui pikiranku. Entah apa yang terjadi dengan perasaanku. Tapi mungkin inilah yang dinamakan cinta. Aku sendiri tidak tahu. Tapi aku tak mampu menyembunyikan apa yang aku rasakan saat menatapnya.

Mellan itulah nama cewek mungil itu. Cewek hitam manis dengan rambut hitam berombak serta senyuman manis yang tersirat dari bibirnya menjadi ciri khas pribadinya. Ia adalah adik kelasku. Sejak seminggu lalu aku selalu memperhatikannya.  Sesekali, aku menanyakan tentangnya kepada adik kelasku yang sekelas dengannya. Hingga saat ini, aku belum berani mengungkapkan rasa ini kepadanya. Teman sekelasku mendesak aku untuk segera mengungkapkan perasaanku kepadanya. Hingga akhirnya aku memberanikan diri mengungkapkan perasaanku. Aku mengajaknya bertemu di belakang kelasku. Dengan keberanian yang ada, aku menggenggam tangannya dan mengungkapkan perasaanku.

Aku menatapnya dalam-dalam. Rona wajahnya seketika memerah. Ia tak kuasa menatap mataku. Dengan terbata-bata ia membalas perasaanku. Seketika aku memeluknya erat. Dan mulai saat itu, ia resmi menjadi orang spesial dalam hidupku. Setahun telah berlalu dan hubunganku dengan Mellan berjalan dengan baik. Ada begitu banyak kenangan indah yang telah kami rajut bersama.  Aku selalu berusaha untuk menjadi orang yang selalu ada untuknya, dan menjadi tempat ternyaman baginya untuk bercerita. Hingga akhirnya, aku mengajaknya bertemu. Aku tak tahu mengapa aku segugup ini di hadapannya. Dengan keberanian yang ada, aku memberikan surat kepadanya.


 

 

(Baca juga: Kisah Revo Hitam Menuju Bandara || Cerpen BD)

 

“Surat apa ini ka?” Katanya sembari menerima surat itu. Aku tak mampu menjawabnya. Segera ia membuka surat itu dan mulai membacanya. Aku menatapnya dalam. Seketika rona wajahnya mulai berubah.

“Aku harap kamu mengerti tentang ini,kataku sambil memegang tangannya. Ia tak membalas. Ia hanya menangis dan tenggelam dalam pelukanku. Dalam diri aku benci suasana ini. Suasana yang membuat aku membenci diriku sendiri. Aku telah berjanji bahwa aku tak akan membuatnya menangis, tapi saat ini aku menemukan diriku membuat orang yang aku cintai menangis dan membuat dirinya hancur. Aku ingin keluar dari suasana ini, tapi aku tak mampu untuk melakukannya.

“Aku mengerti kok kak. Aku sudah tahu ini bahwa semua ini akan terjadi,” sahutnya di tengah isakan tangis.

“Maafin aku Mell. Aku juga tak ingin semua ini terjadi,” kataku sambil mengelus rambutnya.

 

(Baca juga: Tanya Suhartini Pada Suherman || Puisi Geron Darman)


Kini sudah tiga tahun aku berpisah dengan dirinya. Aku tahu bahwa keputusanku  ini membuat hubungan kami berakhir, namun aku yakin bahwa keputusanku adalah keputusan yang terbaik untuk aku dan dia. Sejak berpisah dengannya aku memang sedih tapi kini aku telah menemukan kembali kebahagiaanku. Aku bahagia dengan pilihanku saat ini. Aku mencintai panggilanku dengan sederhana sesuai dengan hidupku yang sederhana. Dan aku mencintainya dengan tulus dalam kasih Tuhan. Aku bersyukur bahwa aku telah mengenalnya dan bersamanya aku menemukan kebahagiaan dan menemukan apa arti sebuah cinta sejati. Terima kasih telah hadir dalam hidupku dan semoga kita bahagia dengan pilihan hidup kita masing-masing.

        Ditemani rembulan malam dan udara sejuk kota ini, aku dengan yakin dan pasti mengatakan dalam diriku bahwa aku bahagia dengan pilihanku. Entah apa yang dunia katakan tentang pilihanku, namun aku yakin dengan diriku sendiri dan dengan bantuan Dia yang telah memanggilku bahwa aku mampu menjalankan dan  menghayati panggilanku dengan penuh sukacita dan bahagia.

Marllon Allan. Alumni Seminari St. Yohanes Paulus II, Labuan Bajo.

Post a Comment for "Aku Bahagia || Cerpen Marllon Allan"