Pelukan Ayah || Cerpen Chy Simpat
Hujan
Sore ini kembali mengguyur kota Ruteng. Riuh rintikan disertai suara petir
yang menggelegar. Ia datang tanpa ampun. Selokan kecil sudah mulai digenangi
air. Makin lama , airnya mulai meluap ke bibir trotoar. Namun, para pengendara
motor serta mobil kayaknya sangat menikmati hujan sore ini. Mereka tak peduli
dengan itu. Mungkin karena tuntutan keluarga atau memang sesuatu yang terpaksa
sehingga mereka melintasi hujan tanpa rasa takut. Hujan membuat kota Ruteng
semakin dingin. Ini menjadi soal bagiku.
(Baca
juga: Pesan Ayah kepada Anak Wanitanya)
Sementara
aku masih saja diam dalam riuhnya hujan. Aku tak peduli sama sekali. Yang aku
pikirkan saat ini tentang ayah yang berada jauh di sana. Biasanya hujan begini,
ayah menjadi selimut pertama yang merangkulku. Pelukannya membuat tubuhku
semakin hangat, Apalagi ayah adalah obat paling nyaman bagiku sebagai anak
perempuan. Ada begitu banyak cerita
dongeng yang saya dengar dari ayah di sudut pintu sambil sesekali menatap hujan.
Aku menjatuhkan kepalaku di pahanya sambil sesekali aku meraih tangannya untuk
memelukku.
Ia
mulai bercerita tanpa henti. Sesekali ia melirik ke arahku sambil menyeka
rambutku yang menutupi wajahku. Cintanya begitu tulus. Baginya anak adalah eden surga yang harus
dijaga. Keringatnya sebagai bukti perjuangannya untuk menghidupi anak-anaknya.
Ini luar biasa, ayah adalah titipan Tuhan yang luar biasa bagiku. Beberapa kali
ia melihatku, apakah aku sudah tidur atau tidak. Bagiku yang paling nyaman menyandarkan
beban pada ayah, karena aku tahu ia sebagai solusi yang ampuh dan nyaman
setelah Tuhan.
(Baca
juga: Hampa Dapur Ibu || Puisi Ani Taur)
Bapa
kali ini berbeda, hujan di Ruteng membuatku menangis di tengah kerinduanku, di mana
biasanya aku menikmati hujan dengan bahagia bersamamu. Tak terhitung berapa
kali aku menjatuhkan air mata di pojok sunyi ini. Aku merindukan situasi di
rumah. Saat berada bersama denganmu. Itu tak biasa aku bendung lagi, aku tak
berdaya dengan situasi ini. Ayah aku merindukanmu. Ini aku, anak perempuanmu
yang biasanya engkau peluk dengan erat, kini harus bisa menikmati suasana ini
sendirian.
Ayah kalau ada yang lebih baik dari hujan mungkin saya akan berkata "Ayah engkaulah
cinta yang sesungguhnya.” Hujan sore ini semakin deras tangisanku pun semakin
menjadi-jadi. Aku menumpahkan semua rindu bersama datangnya hujan di kota
Ruteng ini agar dunia tahu bahwa cinta seorang anak perempuan adalah cinta
seorang ayah.
Post a Comment for "Pelukan Ayah || Cerpen Chy Simpat"