Makna Pesta Sekolah Masyarakat Kampung Werak Manggarai Barat dalam Terang Ensiklik Fratelli Tuti dan Implikasinya bagi Karya Pastoral - Nerapost
(Sumber gambar: www.kompasiana.com)
Abstrak:
Budaya pesta sekolah masyarakat
kampung Werak Manggarai Barat memiliki peran penting dalam menyukseskan
pendidikan seorang anak. Pesta sekolah sebagai bentuk rasa solidaritas
masyarakat dalam membantu biaya pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan
adanya budaya pesta sekolah seorang anak dapat meraih cita-citanya. Tulisan ini
bertujuan untuk melihat kesamaan makna dari budaya pesta sekolah masyarakat
kampung Werak, Manggarai Barat dengan ensiklik Fratelli Tuti dan implikasinya dalam karya pastoral. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yakni kualitatif deskripsi. Dalam proses
pengumpulan data, peneliti menggunakan studi kepustakaan dengan menggarap
beberapa buku, jurnal, internat dan wawancara. Berdasarkan hasil analisis data
dari metode penelitian kualitatif deskripsi, disimpulkan bahwa budaya pesta
sekolah masyarakat kampung Werak Manggarai Barat memiliki kesamaan makna dalam
ensiklik Fratelli Tuti yakni rasa
solidaritas dan persaudaraan. Ensiklik Fratelli
Tuti menekankan solidaritas dan persaudaraan dalam menghadapi pandemi Covid-19, sedang budaya pesat sekolah
juga menekankan penting rasa solidaritas dan persaudaraan dalam membantu untuk
meringankan beban biaya pendidikan seorang anak. Rasa solidaritas dan
persaudaraan merupakan aspek penting dalam kehidupan bersama. Bagi Masyarakat
kampung Werak, Manggarai Barat rasa solidaritas dan persaudaraan menjadi budaya
guna membantu meringankan beban orang tua dalam mencapai cita-cita seorang
anak.
Kata-kata Kunci: Pesta Sekolah, Ensiklik Fratelli Tuti, Karya
Pastoral
Pendidikan secara praktis tidak dapat dilepas-pisahkan dengan nilai-nilai budaya. Keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Pendidikan dapat menghidupi dan memaknai nilai-nilai luhur budaya sedangkan budaya dapat memberi bentuk dan pola pada dunia pendidikan. Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan proses penyadaran terhadap tindakan manusia dimana dia hidup. Kesadaran itu semakin diperkuat sehingga terjadi partisipasi dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat.[1] Lebih lanjut Zainal Arifin melihat pendidikan anak sangatlah penting maka banyak anak berharap agar dapat mengenyamkan pendidikan formal setinggi-tingginya. Akan tetapi realitanya, pendidikan di Indonesia masih merupakan investasi yang mahal sehingga diperlukan perencanaan keuangan yang baik.[2]
Pada artikel ini menguraikan tentang makna pesta sekolah masyarakat Kampung Werak Manggarai Barat, sebagai bentuk dukungan sosial dari masyarakat baik dalam bentuk materil maupun moril kepada individu yang ingin melanjutkan studi. Pesta sekolah dilihat sebagai bentuk dukungan sosial yang dapat memotivasikan seseorang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain pesan moril, pemberian uang saat acara pesta sekolah mengisyaratkan adanya dukungan sosial berupa materil dari anggota masyarakat kepada anak yang ingin melanjutkan studi. Alasan pesta sekolah tetap dipertahankan sampai saat ini karena memiliki beberapa alasan yaitu: Pertama, pesta sekolah sangat bermanfaat bagi perkembangan pendidikan anak. Kedua, pesta sekolah merupakan ajang memberikan wejangan bagi anak yang sudah maupun akan melanjutkan pendidikan. Ketiga, pesta sekolah sebagai pemupuk rasa persaudaraan/persatuan di antara warga masyarakat. Budaya pesta sekolah bisa menjadi modal sosial bagi masyarakat karena adanya semangat komunalisme yang berkembang dalam masyarakat yang sangat mengutamakan lonto leok (duduk bersama).[3]
Pesta
sekolah merupakan wujud dukungan dan bentuk kebersamaan masyarakat Manggarai
yang sangat tinggi untuk membantu sesama yang mengalami kesulitan dalam
membiayai pendidikan anak. Pesta sekolah mempunyai arti sebagai suatu acara
perjamuan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan
dana. Dana yang terkumpul kemudian dipergunakan untuk membiayai pendidikan
seseorang. Acara ini juga dipandang sebagai sebuah tradisi, karena merupakan
kesepakatan bersama masyarakat Manggarai pada umumnya. Hal ini mempunyai makna
bahwa dalam kehidupan bersama ada rasa kebersamaan, saling ketergantungan
antara yang satu dengan yang lain dalam meringankan beban bersama[4]. Untuk itu peneliti mencoba melihat
makna budaya pesta sekolah masyarakat Kampung Werak, Manggarai Barat dalam
terang ensiklik Fratelli Tuti dan
implikasinya bagi karya Pastoral.
Metode
yang dipakai dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif deskripsi. Punaji Setyosari dalam
bukunya ‘Metode Penelitian dan Pengembangan’ mendefinisikan penelitian
kualitatif deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa dan objek.[5] Lebih lanjut Etna Widodo dan
Muchtar mendefinisikan penelitian deskriptif metode riset yang digunakan untuk
memperjelas gejala sosial melalui berbagai variabel penelitian yang saling
berkaitan antara satu dengan lainnya.[6] Dengan kata lain pendekatan
kualitatif deskripsi berupaya mendeskripsikan cara padang dan pemaknaan
individu atas dunia sosial. Obyek yang diteliti adalah makna pesta sekolah
Masyarakat Kampung Werak Manggarai Barat dalam terang ensiklik Fratelli Tuti dan implikasinya bagi
karya Pastoral. Jenis data yang menjadi rujukan adalah data primer dan
sekunder. Sesuai proses pemerolehan dari kedua jenis data tersebut prosedur
penelitian yang diterapkan adalah penelitian lapangan dan kepustakaan.
Guna
mendapatkan pengetahuan baru peneliti terlebih dahulu mencari literatur berupa
Jurnal terbitan terbaru sebagai pembanding dalam penelitian ini. Dalam Jurnal
Pendidikan dan kebudayaan Fransiskus Seda dan Maria Domikina Niron melihat Wuat Wa’i sebagai Model Gotong royong
masyarakat manggarai dalam pembiayaan pendidikan di perguruan tinggi.[7] Peneliti mengkaji wuat wa’i sebagai bentuk solidaritas
dalam membantu melanjutkan pendidikan
seorang anak. Sedangkan Malkisedek Taneo, dkk dalam Haumeni Journal of Education yang berjudul Makna sosial Pesta
Sekolah dalam Masyarakat Manggarai di Flores. Melkisedek Taneo, dkk, melihat
makna pesta sekolah dari segi sosial yang ditunjukkan dengan makan bersama
sebagai rekonsiliasi di antara mereka. Dari kedua Jurnal ini peneliti mengakui
bahwa sebagian besar makna pesta sekolah masyarakat Manggarai telah dijabarkan
oleh kedua peneliti ini, akan tetapi sebagai bentuk kebaruan peneliti mencoba
mengkaji makna pesta sekolah masyarakat Kampung Werak Manggarai Barat dalam
terang ensiklik Fratelli Tuti dan
implikasinya dalam karya pastoral. Dalam hal ini, pesan yang terkandung dalam
ensiklik ini sebagai acuan untuk melihat budaya pesta sekolah yang terjadi di
Kampung Werak Manggarai Barat.
Guna mendukung makna kebaruan itu, peneliti melakukan penelitian lapangan yang ditunjukkan pada pemerolehan data primer menyangkut makna pesta sekolah dalam Masyarakat Kampung Werak Manggarai Barat. Lokasi utama dalam penelitian ini adalah Kampung Werak, Kabupaten Manggarai Barat. Alasan utama memilih lokasi penelitian Kampung Werak Manggarai barat yakni, Pertama karena peneliti berasal Kampung Werak sehingga peneliti tidak mengalami kesulitan dalam menentukan informan kunci. Kedua, karena praktik pesta sekolah yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Werak sangat unik dari praktik pesta sekolah yang lazim terjadi Manggarai. Guna mendapatkan informasi data yang akurat peneliti memilih empat informan kunci. Keempat informan kunci tersebut dipilih sesuai dengan kriteria dan memiliki jabatan sosial dalam Masyarakat. Dalam metode pengumpulan data peneliti mewawancarai informan kunci melalui via telepon seluler yang dipandu dengan pertanyaan tertulis berkaitan dengan judul penelitian ini. Sedangkan dalam memperoleh data sekunder peneliti menggunakan studi kepustakaan. Metode pengumpulan data melalui buku-buku, jurnal ilmiah dan internet. Peneliti menganalisis data dari kedua metode tersebut dan mencoba melihat makan dari pesta sekolah masyarakat kampung Werak, Manggarai Barat dalam terang Ensiklik Fratelli Tuti dan implikasinya dalam karya pastoral.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pesta Sekolah
Masyarakat
Manggarai khususnya kampung Werak, Manggarai Barat sangat memperhatikan
pendidikan anak meskipun dengan segala keterbatasan ekonomi. Bagi orang tua,
pendidikan anak sangatlah penting sehingga apapun kondisinya orang tua selalu
punya cara untuk menghantar anak-anak mendapatkan pendidikan yang baik.
Mengatasi keterbatasan ekonomi tersebut salah satu cara yang menjadi budaya di
Manggarai pada umumnya yakni pesta sekolah. Pesta sekolah merupakan suatu pesta
yang dirancang dengan tujuan untuk mengumpulkan dana guna meringankan beban
orang tua dalam melanjutkan pendidikan seorang anak. Dalam momen tersebut tamu
undangan bukan hanya menyiapkan uang berjabat tangan tetapi juga ada uang
tambahan lainya seperti uang tuak reis,
uang rokok, uang sate dan uang bir yang wajib dibeli oleh tamu undangan.[8]
Pesta
sekolah lazim dibuat setelah sang anak menyelesaikan pendidikan sekolah
menengah atas (SMA). Dalam setiap undangan yang diedarkan ada satu ungkapan
yang kaya akan makna yakni “Tegi campe
agu momang.” Ungkapan ini mengandung arti yang sangat mendalam yakni mohon
bantuan dan belas kasih. Tentunya acara
tersebut sebagai wujud rasa solidaritas dari masyarakat dalam membantu
meringankan beban biaya pendidikan seorang anak. Namun, tidak semua tempat di
Manggarai memiliki susunan acara yang sama dalam praktek budaya pesta sekolah.
Ada beberapa tempat yang cukup berbeda dan salah satunya di kampung Werak.
Biasanya yang terjadi hanya satu kali berjabat tangan, tetapi di kampung Werak bisa
berkali-kali. Seorang Master of ceremony
(MC) bisa panggil beberapa kali tamu undangan yang hadir untuk berjabat tangan tergantung jabatan
sosial dari tamu tersebut. Misalnya kepala desa, kepala suku, woe, anak
rona, anak wina, dll.[9] Hal itu sebagai bentuk dukungan terhadap
anak yang hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Ensiklik
Fratelli Tuti
Paus
Fransiskus baru saja menerbitkan ensikliknya ketiga berjudul Fratelli Tuti. Ensiklik ini diterbitkan
pada 4 Oktober 2020 di Asisi, kota di mana para pemimpin agama bisa berkumpul
untuk mengadakan dialog antar agama. Ensiklik ini berbicara tentang
persaudaraan dan persahabatan sosial. Fratelli
Tuti muncul sebagai refleksi atas pengalaman perjumpaan dengan yang lain.
Damianus Dionisius Nuwa dalam Paus Fransiskus menegaskan bahwa kesadaran semua
terhubung dengan mengelaborasikan lebih dalam ikatan yang menyatakan semua
manusia dan menjadi semua saudara dan saudari tanpa secara khusus memberi
perhatian kepada mereka yang miskin dan terpinggirkan. Santo Fransiskus yang
menjadi inspirator menyebut dirinya sebagai saudara bagi matahari, laut dan
angin serta ingin lebih bersatu dengan sesama. Di mana-mana ia menabur
perdamaian dan berjalan bersama dengan mereka yang miskin, terabaikan, yang
sakit, yang tersingkirkan dan yang paling hina.[10] Dengan kata lain dalam menaburkan
perdamaian dengan yang lain itu, maka sangat diperlukan dialog.
Dialog
dengan yang lain membuat Paus Fransiskus semakin yakin bahwa dunia ini hanya
bisa menjadi lebih baik jika semua orang memiliki kemauan untuk menjembatani
perbedaan dengan terbuka membangun dialog dan kerja sama. Bagi Paus Fransiskus
dunia tidak bisa diselamatkan hanya oleh satu orang. Tidak ada satu orang pun
yang bisa hidup sendirian yang terpisah dari yang lain. Hidup manusia mencapai
kepenuhan justru ketika ada ikatan persekutuan dan persaudaraan. Karena itu, ia
mendorong semua orang untuk menanggalkan segala bentuk individualisme, karena
individualisme adalah virus yang mengancam hidup manusia. Selain itu, individualisme
bertentangan dengan kodrat manusia yang diciptakan untuk terbuka pada relasi[11].
Ensiklik
Fratelli Tuti diterbitkan ketika
masyarakat manusia sedang berjibaku melawan covid-19. Virus ini berdampak besar
pada tatanan dunia, bukan hanya berdampak pada masalah kesehatan tetapi juga
merusak sendi-sendi kehidupan sosial dan ekonomi. Selama masa pandemi ini,
angka pengangguran bertambah. Tingkat kemiskinan semakin menanjak. Aktivitas
lembaga pendidikan dan perkantoran tidak berjalan sebagaimana mestinya. Semua
sektor kehidupan terkena dampak yang begitu cepat dan masif. Di tengah krisis yang diakibatkan oleh
Covid-19, Paus Fransiskus mengajak
semua orang untuk pentingnya membangun solidaritas global dengan menghidupkan
semangat persaudaraan. Di kalangan masyarakat, semangat persaudaraan bisa
diwujudnyatakan dengan mengembangkan budaya gotong royong untuk saling
meringankan beban penderitaan dan mengobarkan optimisme.[12]
Implikasinya
Bagi Karya Pastoral
Pendidikan merupakan bagian yang inheren dengan kehidupan.
Pemahaman seperti ini, mungkin terkesan pemaksaan tetapi jika mencoba menganut
alur dan proses kehidupan manusia, maka tidak dapat dimungkiri bahwa pendidikan
telah mewarnai jalan panjang kehidupan manusia dari awal hingga akhir.
Pendidikan adalah pengawal sejati dan menjadi kebutuhan asasi manusia[13].
Atas dasar kesadaran itu salah satu praktek budaya yang terjadi kampung
Werak Manggarai Barat yakni pesta sekolah. Masyarakat melihat dan menyadari
bahwa pentingnya pendidikan anak. Adapun
makna budaya pesta sekolah Masyarakat Kampung Werak menurut ensiklik Fratelli Tuti dan implikasi dalam karya
pastoral sebagai berikut:
Dalam Bab
III Ensiklik Fratelli Tuti, Paus
Fransiskus menegaskan tentang visi dari dunia yang terbuka. Paus mendorong kita
untuk pergi keluar diri sendiri untuk menemukan eksistensi yang lebih penuh
dalam diri orang lain. Di sini Paus Fransiskus melihat rasa solidaritas dan
persaudaraan dimulai dalam keluarga, yang harus dijaga dan dihormati perutusan
pertama dan utama mereka dalam pendidikan. Bagi Paus solidaritas merupakan
kunci dalam menjalankan misi di tengah dunia yang terbuka.[14] Hemat peneliti bahwa rasa
solidaritas yang digaungkan Paus Fransiskus memiliki kebersamaan makna pada
budaya pesta sekolah di Manggarai. Rasa solidaritas dalam budaya pesta sekolah
di Manggarai sangat tinggi. Solidaritas akan membangun rasa saling menghargai,
menciptakan ketergantungan antara manusia dan tercapainya tujuan bersama.
Tentunya hal ini lahir dari kesetiakawanan, kekompakan dengan kesadaran akan
kepentingan, tujuan, dan simpati bersama. Dalam budaya pesta sekolah Masyarakat
Kampung Werak, rasa solidaritas itu terlihat dalam pemberian tanpa pamrih baik
moril maupun materi. Moril berkaitan dengan wejangan atau pesan moral yang
disampaikan oleh tua adat kepada anak yang hendak melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Tua adat memberikan inspirasi dan motivasi agar anak
tersebut mampu menyelesaikan pendidikannya tepat waktu sesuai yang diharapkan
keluarga dan masyarakat kampung.[15]
Mengacu pada bab VI ensiklik Fratelli tuti tentang dialog dan persahabatan. Paus Fransiskus menggaris bahwa tentang hidup merupakan seni perjumpaan dengan setiap orang, karena masing-masing dari kita bisa belajar sesuatu dari yang lain. Tak seorang pun tidak berguna dan tidak seorang pun bisa disingkirkan. Paus memberikan catatan penting tentang kebaikan hati, suatu sikap yang mampu membebaskan kita dari kekejian, kecemasan, ketakutan dan keramaian yang gila-gilaan. Di akhir dari ensiklik Fratelli Tuti ini, Paus Fransiskus mengutip kembali dokumen tentang persaudaraan manusiawi bagi kedamaian dunia dan hidup bersama. Bagi Paus Fransiskus persaudaraan manusiawi sebagai suatu jalan dialog, kerja sama dan pemahaman satu sama lain sebagai metode dan ukuran. Pesta sekolah yang terjadi di kampung Werak memiliki makna persaudaraan yang sangat mendalam. Sebelum mengadakan pesta sekolah keluarga besar dan seluruh masyarakat kampung membuat pertemuan dan perancangan anggaran. Perancangan itu mulai dari pemilihan hari dan tempat acara. Di sini sudah terlihat persaudaraan itu mulai nampak. Pada saat acara puncaknya juga keluarga, masyarakat kampung dan tamu undangan berkumpul bersama dalam nuansa persaudaraan. Persaudaraan itu juga terlihat dalam jumlah dana yang terkumpul.[16]
PENUTUP
Pendidikan memiliki hubungan erat dengan budaya. Salah satu
buktinya yakni budaya pesta sekolah di Manggarai. Budaya pesta sekolah
merupakan salah satu cara guna membantu seorang anak yang hendak melanjutkan
pendidikan karena keterbatasan ekonomi. Budaya
pesta sekolah yang terjadi di Manggarai lebih khususnya di kampung Werak memiliki
makna yang sama dengan ensiklik Fratelli
Tuti. Budaya pesta sekolah menekankan
solidaritas tanpa pamrih dan rasa persaudaraan yang tinggi. Semuanya itu
merupakan bentuk dukungan terhadap anak yang hendak melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Pesta sekolah masyarakat Kampung Werak Manggarai Barat dalam terang ensiklik Fratelli Tuti memiliki implikasi dalam karya pastoral yakni solidaritas dan persaudaraan. Dalam Solidaritas masyarakat memiliki dukungan penuh baik moril maupun materil dalam proses pendidikan anak. Kesadaran akan rasa solidaritas ini juga membentuk habitus bagi masyarakat akan kepekaan terhadap realitas sosial. Masyarakat dalam satu kampung memiliki tanggung jawab penuh guna mencapai cita-cita seorang anak. Solidaritas itu juga melahirkan persaudaraan yang sejati. Melalui persaudaraan terciptanya solidaritas serta tanggung jawab komunal terhadap pendidikan seorang anak.
DAFTAR PUSTAKA
Admin, “Ringkasan Ensiklik ‘Fratelli Tuti”, dalam Dokpenkwi.org, 06 Oktober 2020, https://www.dokpenkwi.org/ringkasan-ensiklik-fratelli-tutti/
Arifin, Zainal. Sosiologi Pendidikan Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup dan Pendidikan
Sebagai Kapital. Makassar: Anugerah Mandiri, 2014.
Dagu, Doroteus. Wawancara per telepon seluler pada Senin 04 November 2024.
Dionisius Nuwa, Damianus. “Gagasan
Persaudaraan dan Persahabatan Universal dalam Ensiklik Fratelli Tuti Bagi Komunitas Umat Basis”. Atma
Reksa: Jurnal Pastoral dan Kateketik, Vol. 8, No. 2, Ende: Juli 2024. Dalam
P. Francis, Fratelli Tutti, Lettera
Enciclica Sulla Fraternitá e l’amicizia Sociale (Guida Alla Lettura di Maurizio
Gronchi). EDB. (2020)
Dominika Niron, Maria dan Fransiskus
Seda. “Wuat Wa’i: Model Gotong Royong
Masyarakat Manggarai dalam Pembiayaan Pendidikan di Perguruan Tinggi”. Jurnal
Pendidikan dan Budaya, Vol. 7, No. 1, Yogyakarta: Juni 2022.
Hibur, Longginus. Wawancara per
telepon seluler Selasa 05 November 2024.
L. Nggame, Agustinus. “Fratelli Tuti dan Pandemi Covid-19”,
dalam Kompas.id, 11 Oktober 2020, https://www.kompas.id/baca/opini/2020/10/11/fratelli-tutti-dan-pandemi-covid-19, diakses pada 10/10/2024.
Mukhtar, dan Erna Widodo. Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif.
Yogyakarta:
Avyrouz, 2000.
Nabu, Maksimus. Wawancara per telepon seluler pada Sabtu 02 November 2024.
Said Ahmad, M. Ridwan dan Ivoni Mahesty. “ Eksistensi
Pesta Sekolah di Desa Kembang Mekar, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten
Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur”. Jurnal
Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM, Vol. 4, Makassar: 03 November
2017.
Sales, Marselus. Wawancara per telepon seluler pada Minggu 2024.
Setyosari, Punaji. Metode penelitian dan Pengembangan.
Jakarta: Kencana, 2010.
Visensia, H dan Sriwahyuni, Muh
Reski Salemuddin. “Eksistensi Budaya Pesta Sekolah di Desa Golo Lebo Kecamatan
Elar Kabupaten Manggarai Timur”. Equilibrium: Jurnal Pendidikan, Vol. 9,
No. 3, Makassar: September-Desember, 2021.
Yusuf, Munir. Pengantar Ilmu Pendidikan. Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN
Palopo, 2018.
[1] Zainal Arifin, Sosiologi
Pendidikan Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup dan Pendidikan Sebagai Kapital
(Makassar: Anugerah Mandiri, 2014), hlm. 14.
[2] Ibid., hlm. 21.
[3] Ivoni Mahesty dan M. Ridwan Said Ahmad, “ Eksistensi Pesta
Sekolah di Desa Kembang Mekar, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai
Timur, Nusa Tenggara Timur,” Jurnal
Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM, 4 (Makassar: 03 November 2017),
hlm. 66-68.
[4] Sriwahyuni, Muh Reski Salemuddin dan Visensia H,
“Eksistensi Budaya Pesta Sekolah di Desa Golo Lebo Kecamatan Elar Kabupaten
Manggarai Timur,” Equlibrium: Jurnal Pendidikan, 9:3
(Makassar: September-Desember, 2021), hlm. 329.
[5] Punaji Setyosari, Metode
penelitian dan Pengembangan (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 15.
[6] Erna Widodo dan Mukhtar, Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif (Yogyakarta: Avyrouz,
2000), hlm. 16.
[7] Fransiskus Seda dan Maria Dominika Niron, “Wuat Wa’i: Model Gotong Royong
Masyarakat Manggarai dalam Pembiayaan Pendidikan di Perguruan Tinggi,” Jurnal
Pendidikan dan Budaya, 7:1 (Yogyakarta: Juni 2022), hlm. 26.
[8] Hasil wawancara melalui telepon
seluler dengan Bapak Maksimus Nabu, selaku tokoh adat Kampung Werak pada Sabtu
02 November 2024.
[9] Hasil wawancara melalui telepon
seluler dengan Bapak Marselus Sales, selaku tokoh Masyarakat Kampung Werak pada
Minggu 03 November 2024.
[10] Damianus Dionisius Nuwa, “Gagasan Persaudaraan dan
Persahabatan Universal dalam Ensiklik Fratelli
Tuti Bagi Komunitas Umat Basis”, Atma Reksa: Jurnal Pastoral dan Kateketik,
8:2 (Ende: Juli 2024), hlm. 18. Dalam P.
Francis, Fratelli Tutti, Lettera
Enciclica Sulla Fraternitá e l’amicizia Sociale (Guida Alla Lettura di Maurizio
Gronchi). EDB. (2020)
[11] Agustinus L. Nggame, “Fratelli
Tuti dan Pandemi Covid-19”, dalam Kompas.id,
11 Oktober 2020, https://www.kompas.id/baca/opini/2020/10/11/fratelli-tutti-dan-pandemi-covid-19, diakses pada 10/10/2024.
[12] Ibid.
[13] Munir Yusuf, Pengantar
Ilmu Pendidikan (Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo, 2018), hlm.
7.
[14] Admin, “Ringkasan Ensiklik ‘Fratelli Tuti”, dalam Dokpenkwi.org, 06 Oktober 2020,
https://www.dokpenkwi.org/ringkasan-ensiklik-fratelli-tutti/
[15] Hasil wawancara melalui telepon
seluler dengan Bapak Doroteus Dagu, selaku tua adat Kampung Werak pada Senin 04
November 2024.
[16] Hasil wawancara melalui telepon
seluler dengan Bapak Longginus Hibur, selaku tokoh adat Kampung Werak pada
Selasa 05 November 2024.

Post a Comment for "Makna Pesta Sekolah Masyarakat Kampung Werak Manggarai Barat dalam Terang Ensiklik Fratelli Tuti dan Implikasinya bagi Karya Pastoral - Nerapost"