Aku yang Sudah tak Bertangan
Senja yang semakin mencumbui malam di balik jendela-jendela sunyi rumahku.
Aku sibuk menyikap diri dengan nasi pada piring dengan lauk yang tidak tentu serta jari-jari daun singk0ng tergurat
jelas di atas tumpukan nasiku. Aku hendak makan di malam itu. cukup sulit
bagiku untuk mengganjal perutku dengan langsung menyantap menggunakan mulut.
Menyuap nasi pada sendok
menggunakan kaki, aku belum cukup mahir. Tak ada jalan lain di malam itu, aku
makan langsung dengan mulut. Layakanya seekor anjing. Kini ibu sudah tidak lagi mempedulikan aku.
Ia hanya sibuk mendandan diri. Tanganya terlalu bersih untuk menyuapkan nasi
pada mulutkku.
***
(Baca juga: Wanita-09-November)
Kejadian 3 tahun lalu tepatnya aku masih belajar merangkak dan berkata,
ibu memukul tanganku dengan mistar besi. Pada saat itu aku sedang belajar
berdiri dan tidak sengaja aku menjatuhkan kosmetik mahalnya. Itu marah besar,
sebab kosmetik itu pesanan dari tanah Jawa. Sudah pasti sangat mahal. ibu tidak
mampu mengontrol emosinya langsung mengambil mistar serta memukulnya pada
tanganku.
Tanganku terluka parah. Ibu sempat melarikan aku kerumah sakit. Akan
tetapi dokter tulang mengatakan bahwa, kedua tulang pada tanganku sudah retak.
Tidak ada jalan lain selain mengamputasinya. Aku belum mengerti tentang
kehidupan tanpa tangan. Aku menerimanya saja, mungkin itu jalan yang terbaik.
Anehnya, pada wajah ibu, tidak nampak penyesalan atas perbuatannya. Bahkan ia
berkata liri “Mungkin dengan ini, engkau tidak akan nakal lagi”.
Rupanya kosmetik ibu, lebih mahal dari kehidupanku. Aku mengakui bahwa
aku sungguh nakal, bahkan tiap hari aku berbuat ulah. Menjatuhkan kursi,
memukul kaca rumuh sampai pecah bahkan menggoresi mobil sedan ibu dengan paku.
Ibu amat kesal dengan perbuatanku. Semenjak ayah pergi, aku tidak ada teman
untuk bermain.
***
Baca juga: Antologi-Puisi-Sr-Marta-Wullo-SSpS
Aku bermain sendirian, sebab ibu amat sibuk dengan dirinya. Ia sibuk
dandan diri, bahkan jikalau ia pergi dengan lelakinya, aku harus ditinggalkan
sendirian dalam gentong beras. Amat sadis, tetapi ia selalu berkata, aku pergi
untuk mencari ayah barumu.
Kini usiaku beranjak 5 tahun. Aku sudah pandai berjalan dan berkata-kata. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, sebab dua tanganku sudah tidak ada. Setiap hari aku selalu melatihkan kakiku untuk melakukan sesuatu untuk menggantikan pekerjaan tanganku. Aku sudah pandai menulis menggunakan kaki. Dalam buku keciku aku pernah menulis ini untuk ibu, “ibu, jikalau boleh, kembalikan tanganku".
Post a Comment for "Aku yang Sudah tak Bertangan"