Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Berpastoral hingga Tuntas: Ziarah Pelayanan Dua Katekis di Tuwa Paroki Datak - Nerapost

 ("Compang" tugu persembahan masyarakat Manggarai serta dipadukan dengan salib sebagai simbol Kristiani. Gambar ini di salah satu kampung adat di Manggarai.  Sumber gambar: www.floresa.co)


Pengantar

Secara historis, agama Katolik masuk ke Manggarai sekitar tahun 1912. Keadaan ini ditandai dengan hadirnya sejumlah misionaris Yesuit di Manggarai Barat. Pada 17 Mei 1912, Pastor Hendrikus Looijimans, SJ membaptis sejumlah orang di Reo dan kemudian mereka inilah yang menjadi orang Katolik pertama di Manggarai waktu itu.[1] Inilah yang menjadi cikal bakal perkembangan iman Katolik di Manggarai hingga saat ini. Dalam prosesnya, para misionaris Yesuit yang menjadi perintis penyebaran agama Katolik di Manggarai mengalami kesulitan. Hal ini pertama-tama karena ada semacam benturan dengan keberadaan agama-agama tradisional masyarakat Manggarai yang sudah eksis jauh sebelum agama Katolik masuk.

Tak dapat dimungkiri, kenyataan ini menimbulkan berbagai persoalan serius bagi para misionaris Yesuit sendiri. Di satu sisi, mereka kekurangan anggota yang siap bekerja ekstra untuk melakukan penyebaran iman Katolik. Sementara di sisi lain, ada semacam penolakan dari masyarakat Manggarai sendiri terutama karena ajaran yang diwartakan oleh para misionaris ini justru sangat bertolak belakang dengan kebiasaan mereka sebelumnya, secara khusus berhadapan dengan ritus-ritus keagamaan tradisional. Situasi ini ternyata menarik minat sejumlah misionaris dari kongregasi lain untuk datang dan menyebarkan iman Katolik di Manggarai.

Tepat pada tahun 1914 para misionaris Serikat Sabda Allah (SVD) masuk ke Manggarai dan dalam rentang waktu antara tahun 1929 sampai 1957, beberapa karya misi berhasil didirikan oleh para misionaris SVD, mulai dari bidang pendidikan hingga pembangunan infrastruktur.

Bertolak dari catatan historis di atas, sedikit banyak kita mengetahui gambaran umum usaha para misionaris melakukan penyebaran agama Katolik serta cikal bakal lahirnya Gereja Katolik Manggarai. Tentu tak dapat dielakkan lagi bahwa dalam proses pengajaran iman di wilayah yang masih erat dengan tradisi animistik dan dengan cakupan wilayah yang sangat luas, ada sejumlah kesulitan dan tantangan besar dihadapi para misionaris. Oleh karena itu, perlu adanya pendidikan khusus bagi para awam, orang asli Manggarai, untuk menjadi seorang katekis yang nantinya dapat membantu proses penyebaran ajaran praktis iman Katolik. Dan untuk konteks Manggarai sendiri, pendidikan khusus bagi para awam ini diinisiasi oleh Pater Jan Van Roosmalen, SVD. Ia secara khusus memusatkan pendidikan itu bagi pembentukan para katekis dan rasul awam.[2] Mulai saat itu juga para katekis yang sudah dididik secara khusus tersebar hampir di seluruh wilayah Manggarai, mulai dari daerah perkotaan sampai ke pelosok kampung-kampung.

Para misionaris awam (katekis) ini, pertama-tama memusatkan perhatian mereka pada pembentukan dasar iman bagi masyarakat yang belum mengenal baik iman Katolik, misalnya melalui pengajaran doa-doa, membaca Kitab Suci, dan berbagai hal praktis lainnya. Alhasil, masyarakat Manggarai waktu itu perlahan mengenal iman Katolik dan mulai meninggalkan kebiasaan ritualistik-mistis agama tradisional mereka.

Ulasan ini bermaksud untuk mengetengahkan peran katekis yang berkarya di Manggarai, secara khusus di kampung Tuwa, Paroki Datak, Manggarai Barat. Katekis yang akan dinarasikan dalam tulisan ini berfokus pada tokoh-tokoh fenomenal, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, yang berkarya di wilayah di Paroki Datak. Selain menggali peranan para katekis ini, kami juga berupaya menelusuri latar belakang kehidupan mereka melalui metode wawancara via telepon. Tentu saja, informan-informan kunci yang menjadi sasaran wawancara kami ialah orang-orang yang masih hidup – selain katekis yang masih hidup – terutama keluarga dekat atau kenalan para katekis yang dimaksud. Kami akan memulainya dengan melihat gambaran umum wilayah yang menjadi medan misi para katekis ini.

(Baca juga: Pacar Kontrak di Tempat KKN || Cerpen BD)




Sekelumit tentang Paroki Sta. Theresia dari Kalkuta Datak

Paroki Sta. Theresia dari Kalkuta Datak merupakan salah satu paroki dari Keuskupan Ruteng yang terletak di Manggarai Barat, Kevikepan Labuan Bajo. Paroki ini merupakan pemekaran dari Paroki Orong sekaligus menjadi paroki termuda kedua setelah Paroki Compang. Paroki Datak dibaptis pada tahun 2001 dan Pater Frans Misaros, SVD dimandatkan sebagai pastor paroki pertama. Pada awal pendirian paroki ini, ada sekian banyak kesulitan yang muncul, mulai dari jumlah umat yang sedikit sampai pada kurangnya partisipasi umat dalam mendukung pembentukan Gereja mandiri. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, paroki ini berkembang ke arah yang semakin baik. Kini Paroki Datak telah memiliki 9 stasi. Dalam kurun waktu beberapa tahun, Paroki Datak telah dilayani oleh satu orang misionaris SVD sebagai perintis dan empat pastor diosesan – Pastor paroki Datak saat ini ialah RD Nando menggatikan RD Nando, Pastor rekan RD Servi serta seorang Frater TOP SVD. Sampai saat ini, diketahui jumlah umat Katolik di sana sekitar 6800+ jiwa.

Sekian banyak kemajuan yang dirasakan sampai sekarang, mulai dari jumlah umat yang bertambah hingga pendirian stasi-stasi, merupakan bentuk konkret partisipasi umat  dalam pelayanan pastoral. Hal ini tidak terlepas pula dari peran para katekis yang sudah menanam benih-benih pastoral partisipatif yang turut membantu menyuburkan iman umat Katolik di sana.  

Katekis-Katekis dan Ziarah Pastoral Mereka

Dominikus Jemahun, pria asal Lanteng, Manggarai Barat, menjadi tokoh bersejarah perintisan iman umat Katolik di wilayah Paroki Datak tepatnya di kampung Tuwa. Ia bersama P. Chornelius Leri, SVD menanam benih-benih Sabda Allah di tengah kegersangan hidup umat saat itu. Suatu jasa yang patut dinarasikan kembali sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan Bapak Dominikus, yang saat ini betul-betul dirasakan umat di wilayah itu. Ibu Sia, anak dari Bapak Dominikus yang masih hidup, mengulang cerita mengenai ayahnya yang gigih berjuang memberdayakan umat yang notabene belum mengenal kekristenan.

Bahkan sebelum Gereja Katolik masuk ke kampung Lanteng, masyarakat di sana masih menganut kepercayaan animisme. Mereka menjadikan tempat-tempat tertentu sebagai tempat keramat dan objek “penyembahan”. Hal ini bisa diketahui dari kebiasaan memberi sesajen di mata air, compang[3], serta pohon-pohon besar yang dipercayai sebagai tempat tinggal makhluk-makhluk gaib. Mereka meyakini dengan sungguh bahwa objek yang mereka sembah itu mampu membantu dan menolong mereka dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, kepercayaan itu mulai runtuh setelah kedatangan Pastor Chornelius Leri, SVD.[4] Menarik bahwa kehadiran Pater Chornelius tidak serta merta menghilangkan tradisi “penyembahan” yang biasa dibuat umat. Ia justru mengukuhkan tradisi itu dengan menyelipkan unsur kekristenan di dalamnya. Ia mulai menancapkan salib di compang, mata air, sampai pada lodok[5]Dengan begitu, tradisi ini sesungguhnya tetap eksis dan malah disempurnakan.

Karya pelayanan Pater Chornelius ini turut dibantu Bapak Dominikus, yang hari-hari bekerja sebagai petani. Bapak Dominikus saat itu rela memberi pelayanan kepada umat di dua wilayah sekaligus. Ia meluangkan banyak waktu memberi pengajaran iman melalui katekese di Paroki Hati Tersuci Santa Perawan Maria Tak Bercela dan Paroki St. Stanislaus. Kedua wilayah ini bergabung menjadi satu paroki yang sekarang dikenal sebagai Paroki Datak.

Perjuangan Bapak Dominikus membuahkan hasil yang baik sebagaimana dirasakan saat ini. Setelah kurang lebih 27 tahun berkarya tanpa kenal lelah sebagai katekis, Bapak Dominikus akhirnya meninggal pada usia 68 tahun. Ia telah mewariskan pengajaran iman yang bertumbuh kembang sampai sekarang, setelah ia mulai dengan mengajarkan doa-doa agama Katolik dan membagikan umat patung-patung Yesus hingga rosario.

Katekis kedua yang juga menjadi informan kunci ialah Bapak Barnabas Nganta. Saat ini ia berusia 67 tahun, usia yang tak cukup lagi bertenaga untuk berkarya lebih banyak dari biasanya.  Bapak Barnabas lahir di Tuwa, Desa Golo Ronggot, Kecamatan Welak, Manggarai Barat. Seperti Bapak Dominikus, Bapak Barnabas ialah juga seorang petani yang dengan tulus hati memberi banyak waktu untuk umat dalam karya pastoral katekese.

Selama menjadi katekis, saat itu lebih dikenal sebagai guru agama, kurang lebih selama 14 tahun, Bapak Barnabas dengan setia melanjutkan tugas dari katekis sebelumnya. Ia memimpin doa-doa serta menggerakkan umat untuk melakukan sesuatu sebagai aksi nyata. Aksi nyata yang sering ia lakukan bersama umat adalah membersihkan mata air, perkuburan, dan tempat-tempat publik lainnya. Ia juga setia dari rumah ke rumah, memimpin doa Rosario. Saat hari Minggu ia memimpin ibadat sabda. Karena pada masanya di Tuwa belum ada kapela, ia rela menjadikan rumahnya tempat untuk ibadat, baik ibadat sabda hari Minggu maupun ibadat pada perayaan-perayaan besar dalam Gereja, seperti natal dan paskah.

Setelah berkarya banyak untuk umat di Tuwa, Paroki Datak, Bapak Barnabas kemudian meletakkan jabatannya kepada orang-orang muda, tepat setelah istilah guru agama diubah menjadi ketua Kelompok Umat Basis (KUB) sekitar tahun 2004. Ia telah menyumbang benih-benih iman dalam perjalanan misi Gereja di Paroki Datak.

(Baca juga: Bangkitnya Seorang Penyair || Cerpen Bung Donttel (BD)




Seperti Apa Gaya Pengajaran Mereka?

Kedua katekis ini memiliki gaya atau metode pengajaran yang kurang lebih sama. Bapak Dominikus Jemahun menggunakan metode berkunjung dari rumah ke rumah, demikian juga yang dilakukan oleh bapak Bernabas Nganta. Keduanya menjadi berbeda karena satu alasan penting: situasi umat yang dihadapi keduanya saat itu relatif berbeda yang dengannya turut membedakan model pengajaran keduanya. Bapak Dominikus ialah seorang peletak dasar atau perintis di tengah “kekosongan” umat waktu itu, sedangkan Bapak barnabas dikenal sebagai tokoh penerus yang dengan setia melanjutkan karya pastoral katekese dari katekis sebelumnya.

Oleh karena Bapak Dominikus lebih dikenal sebagai perintis ajaran iman bersama Pater Chornelius, maka pengajaran yang ia buat ialah memperkenalkan dasar-dasar kekatolikkan, seperti melatih membaca kitab suci dan mengajarkan cara berdoa, memperkenalkan simbol dan tanda dari ajaran agama Katolik. Selain meletakkan dasar-dasar iman Katolik di Datak, salah satu aksi hebat yang perlu diapresiasi dari pengajaran bapak Dominkus ini ialah upayanya menggagalkan masuknya paham komunis ke kampung Lanteng. Ia bersama P. Chornelius berjuang sedemikian mungkin  agar masyarakat Lanteng tidak mengikuti ajaran komunis. Sementara itu, sebagai seorang tokoh penerus, bapak Barnabas lebih menekankan penghayatan doa-doa. Ia pula berkunjung dan mengajak umat untuk hidup berdampingan dan saling mengasihi satu sama lain.

(Baca juga: Banalitas Puisi di Era Digital)




Beberapa Warisan dan Keutamaan

Bapak Dominikus memiliki keutamaan-keutamaan yang menjadi dasar baginya dalam karya pewartaannya. Adapun keutamaan yang dimiliki oleh  Bapak Dominikus yakni sikap rendah hati dan kesetiaan. Ia melayani Gereja tanpa mengharapkan imbalan apapun. Ia mengajarkan umat dari rumah ke rumah dengan setia tanpa putus asa. Pada masanya, rumah umat yang berjauhan bukan menjadi halangan yang berat baginya. Ia meluangkan banyak waktu untuk melayani Gereja dengan setia di tengah kesibukannya sebagai petani. Ia menjadikan obor dari bambu kering untuk menerangi jalan pada saat ia berkunjung dari rumah ke rumah untuk mewartakan  Sabda Allah. 

Warisan yang masih bertahan sampai sekarang adalah berdoa Rosario setiap Sabtu sore. Setelah kampung Lanteng pindah ke Tuwa, warisan doa Rosario pada Sabtu sore masih dijalankan oleh umat. Doa Rosario menjadi kebiasaan khas dari leluhur yang terus dilestarikan oleh umat di kampung Tuwa. Hampir pasti, setiap kali bulan Rosario umat sangat antusias berkunjung dari rumah ke rumah untuk berdoa Rosario. Sedangkan Bapak  Bernabas Nganta sejatinya meneruskan warisan Bapak Dominikus Jemahun. Tetapi lebih dari itu, ia menekankan aksi nyata dari setiap pelayanan yang ia buat, seperti gotong royong, mengunjungi orang sakit, dan membantu orang yang berkekurangan.

Penutup

Dua katekis di Paroki Datak ini telah menabur benh-benih iman Katolik melalui pengajaran mereka. Mereka telah dengan setia mengorbankan banyak waktu dan tenaga demi melayani umat yang notabene belum mengenal ajaran Katolik. Kuatnya tradisi animistik dan ritual-ritual mistis, menjadi alasan betapa tidak mudahnya memberi pengajaran. Akan tetapi, keduanya telah menunjukkan bukti.

Bapak Dominikus dan Bapak Barnabas adalah dua figur handal yang telah menyadarkan umat dengan pengajaran iman Katolik di Paroki Datak lebih khususnya di kampung Tuwa. Menariknya, ditopang model misi para misionaris SVD, pengajaran mereka tidak serta merta meruntuhkan budaya asli, tetapi justru bertolak dari budaya dengan menyelipkan unsur-unsur kekatolikkan di dalamnya. Mereka, dengan semangat pastoral yang tak kenal lelah, menjadikan tanah Datak sebagai lahan subur pengembangan iman Katolik sebagaimana umat alami sampai hari ini. Umat Paroki Datak, khusus umat katolik di kampung Tuwa perlu berterima kasih kepada keduanya yang walaupun dengan susah payah, tetapi masih merasa diri sanggup dan selalu siap memberi pelayanan dalam kondisi serba darurat. Mesti diakui, kokohnya Gereja Paroki Datak dan iman umat hari ini adalah tanda keberhasilan perjuangan katekis-katekis ini.

Oleh: Rian Tap, Febri Suryanto, Andi Denatalis, Jhon Fisher, Fergi Darut, Flavi Serafin, Anci Kumanireng dan Arif Tandang.


[1] Sebelum terbentuk menjadi sebuah Vikariat Apostolik Ruteng, wilayah Manggarai termasuk dalam wilayah Vikariat Apostolik Sunda Kecil. Kemudian pada 3 Januari 1961ditingkatkan menjadi Keuskupan Ruteng dan Mgr. Wihelmus van Bekkum, SVD diangkat oleh Tahta Suci untuk menjadi Uskup pertama, dalam http://id.m.wikipedia.org/wiki/keuskupan-Ruteng, diakses pada 26 Maret 2021.

[2] P. Kons Beo, SVD, Semua Karena Cinta: Mengenang 100 Tahun SVD Berkarya di Manggarai Raya-NTT, 1920-23/9-2020, dalam https://florespos.co.id/detail/semua-karena-cinta-mengenang-100-tahun-svd-berkarya-di-manggarai-rayantt-1920-239-2020, diakses pada 26 Maret 2021.

[3] Tempat sesajen yang berbentuk bundar, terbuat dari batu atau kumpulan batu. Biasanya terletak di tengah halaman kampung.

[4] Praktik ini masih bisa ditemukan sampai saat ini pada hampir semua wilayah di Manggarai dengan tingkat sakralitas yang semakin memudar akibat peradaban dan masuknya nilai atau paham keagamaan.

[5] Titik tengah atau pusat berbentuk lingkaran kecil pada lahan garap; sebagai hasil pembagian tanah ulayat. Pusat ini yang menjadi patokan pembagian tanah secara merata dan biasanya juga dijadikan tempat sesajian. 

Post a Comment for "Berpastoral hingga Tuntas: Ziarah Pelayanan Dua Katekis di Tuwa Paroki Datak - Nerapost"