Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teologi Pertanian dalam Menanggapi Kelangkaan Pupuk: Perspektif Pastoral Gereja Terhadap Ketahanan Pangan di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat - Nerapost

(Dokpri Admin Nerapsot.eu.org)
 

Oleh: Admin

ABSTRAK: Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengkaji peran teologi pertanian dalam menanggapi kelangkaan pupuk dan dampaknya terhadap ketahanan pangan di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat. Krisis pupuk telah menyebabkan kesulitan bagi petani lokal dalam menghasilkan pangan yang cukup, mengancam kesejahteraan mereka dan ketahanan pangan daerah. Melalui pendekatan perspektif pastoral, penelitian ini menganalisis bagaimana gereja dapat berperan dalam memberikan solusi berbasis iman untuk menghadapi tantangan ini. Fokus utama penelitian adalah pada edukasi pertanian berkelanjutan, advokasi kebijakan yang berpihak pada petani kecil, serta pendampingan pastoral bagi petani yang terdampak dari kelangkaan pupuk. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa gereja, melalui teologi pertanian, memiliki potensi besar untuk mengedukasi umat tentang keberlanjutan alam, mendorong praktik pertanian ramah lingkungan, dan memperjuangkan keadilan sosial. Secara keseluruhan, gereja dapat menjadi agen perubahan yang tidak hanya memberikan dukungan spiritual, tetapi juga praktis dalam upaya mencapai ketahanan pangan yang lebih berkelanjutan di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat.

Kata-Kata Kunci: Teologi Pertanian, Kelangkaan Pupuk, Kecamatan Lembor-Manggarai Barat, Karya Pastoral

 

I.     PENDAHULUAN

Kelangkaan pupuk yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Lembor, Manggarai Barat, telah mempengaruhi banyak aspek kehidupan, khususnya dalam konteks pertanian yang merupakan sektor utama bagi perekonomian masyarakat setempat. Kecamatan Lembor, sebagai salah satu wilayah di Manggarai Barat, memiliki kehidupan yang sangat bergantung pada pertanian, dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, baik dalam skala kecil maupun besar.[1] Pertanian menjadi sumber mata pencaharian utama dan juga aspek yang sangat penting dalam menopang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Kelangkaan pupuk, yang merupakan salah satu komponen vital dalam produksi pertanian, menjadi masalah yang sangat mengancam ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat.[2]

Para petani di daerah bergantung pada pupuk sebagai salah satu komponen utama dalam meningkatkan hasil pertanian, baik untuk konsumsi pribadi maupun untuk memenuhi kebutuhan pasar. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kelangkaan pupuk telah menjadi isu yang sangat serius.[3] Berbagai faktor yang mempengaruhi kelangkaan ini antara lain adalah peningkatan permintaan yang tidak diimbangi dengan pasokan yang memadai, keterbatasan anggaran pemerintah dalam mengimpor pupuk, serta distribusi pupuk yang tidak merata.[4]

Kondisi kelangkaan pupuk ini langsung berimbas pada produktivitas pertanian di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat. Petani yang sebelumnya dapat mengandalkan pupuk untuk meningkatkan hasil pertanian mereka kini terpaksa mencari alternatif lain yang tidak selalu efektif dan berdampak pada penurunan kualitas hasil pertanian.[5] Akibatnya, ketahanan pangan masyarakat mulai terganggu. Tanaman yang biasanya tumbuh subur dan menghasilkan panen melimpah kini mengalami penurunan hasil yang signifikan, bahkan menyebabkan kegagalan panen pada beberapa jenis komoditas pertanian penting, seperti padi dan jagung.[6]

Krisis kelangkaan pupuk tentunya menambah kesulitan hidup bagi masyarakat yang sudah berada dalam keadaan ekonomi yang tertekan. Dalam konteks ini, pertanian bukan hanya dipandang sebagai aktivitas ekonomi semata, tetapi juga sebagai bagian dari cara hidup dan integrasi spiritual yang mendalam bagi masyarakat di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat. Oleh karena itu, kelangkaan pupuk memunculkan tantangan besar yang harus dihadapi tidak hanya oleh para petani, tetapi juga oleh berbagai elemen sosial, termasuk gereja sebagai institusi pastoral yang memiliki peran penting dalam membimbing masyarakat.

Guna mengatasi persoalan ini, perlu adanya suatu pendekatan yang mengintegrasikan pemahaman teologis dan pastoral dalam memberikan solusi atas krisis yang dihadapi. Salah satu pendekatan yang relevan adalah teologi pertanian, yang merupakan sebuah cabang dari teologi yang menekankan pentingnya pemahaman pertanian dalam konteks iman Kristen. Teologi pertanian berusaha untuk melihat pertanian sebagai suatu bagian integral dari kehidupan spiritual dan sosial umat Kristiani.[7] Melalui pendekatan ini, gereja diharapkan dapat memberikan dukungan bagi masyarakat petani di Kecamatan Lembor dalam menghadapi kelangkaan pupuk, dengan perspektif pastoral yang tidak hanya mengedepankan aspek materi, tetapi juga nilai-nilai rohani dan moral yang dapat memperkuat ketahanan komunitas.

Gereja dapat memainkan peran sebagai mediator antara petani dan pemerintah atau pihak-pihak yang berwenang dalam memperjuangkan pemenuhan kebutuhan pupuk. Gereja sebagai lembaga yang dihormati oleh masyarakat memiliki pengaruh yang besar dalam membangun jaringan sosial yang memungkinkan penyelesaian masalah kelangkaan pupuk secara kolektif. Selain itu, gereja juga dapat mendampingi petani dalam mengembangkan inisiatif pertanian berbasis komunitas yang mandiri, dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang ada.[8] Artikel ini mencoba mengkaji bagaimana peran teologi pertanian dalam mengatasi kelangkaan pupuk dan dampaknya terhadap ketahanan pangan di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat menurut perspektif pastoral.

II.      METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penulis menganalisis kasus kelangkaan pupuk yang terjadi di Lembor, Manggarai Barat dan bagaimana peran teologi pertanian dalam perspektif pastoral gereja dapat memberikan kontribusi terhadap ketahanan pangan masyarakat. Dalam proses pengumpulan data, penulis menggunakan studi kepustakaan melalui wawancara dengan beberapa petani, buku, jurnal, dan internet. Adapun tahap-tahap dalam penulisan artikel ini yakni; pertama, penulis menganalisis kasus kelangkaan pupuk di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat dengan mencakup sebab dan dampak bagi masyarakat. Kedua, penulis mengkaji teologi pertanian dalam konteks kelangkaan pupuk. Ketiga, penulis mengelaborasi kasus kelangkaan pupuk dengan teologi pertanian dalam peran gereja menurut perspektif pastoral. Pada bagian ini juga membahas tentang teologi pertanian dalam konteks gereja dan integrasi teologi pertanian dalam karya pastoral.

III.        KRISIS KELANGKAAN PUPUK DI KECAMATAN LEMBOR, MANGGARAI BARAT

Pupuk merupakan komponen penting dalam meningkatkan hasil panen baik untuk kebutuhan konsumsi masyarakat maupun untuk tujuan komersial.[9] Krisis kelangkaan pupuk di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat menjadi isu krusial yang sangat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Masyarakat Kecamatan Lembor, Manggarai Barat memiliki struktur perekonomian yang sangat bergantung pada pertanian[10]. Namun, kelangkaan pupuk yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah membawa dampak yang sangat besar terhadap kehidupan para petani dan ketahanan pangan daerah setempat.

3.1  Faktor Penyebab Kelangkaan Pupuk

Beberapa tahun terakhir, kelangkaan pupuk di Kecamatan Lembor menjadi persoalan serius. Hal ini dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat yang pada umumnya sangat bergantung pada hasil pertanian, khusus pertanian sawah. Persoalan ini belum mendapatkan solusi baik dari pemerintah. Bahkan ada sekelompok orang yang memanfaatkan hal ini demi keuntungan pribadi.[11] Ada beberapa faktor penyebab kelangkaan pupuk di Kecamatan Lembor Manggarai Barat, yakni;

Pertama, keterbatasan pasokan pupuk dari pemerintah. Program subsidi pupuk yang diharapkan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.[12] Dalam hal ini pasokan pupuk bersubsidi sangat sedikit dibanding dengan luas lahan sawah yang dimiliki oleh masarakat.

 Kedua, permintaan pupuk yang meningkat. Seiring dengan meningkatnya jumlah petani dan perluasan area pertanian, permintaan terhadap pupuk semakin tinggi. Sementara itu, pasokan pupuk tidak mampu mengimbangi lonjakan permintaan ini. Keterbatasan pasokan ini diperburuk oleh faktor-faktor eksternal, seperti fluktuasi harga pupuk internasional dan kondisi ekonomi yang tidak stabil.[13]

Ketiga, kenaikan harga pupuk. Selain kelangkaan, kenaikan harga pupuk juga menjadi masalah yang menghambat akses petani terhadap bahan ini. Harga pupuk yang semakin mahal membuat sebagian besar petani tidak mampu membeli pupuk dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan pertanian mereka[14]. Hal ini menyebabkan penurunan hasil pertanian, yang pada gilirannya menurunkan ketahanan pangan di Kecamatan Lembor.

3.2  Dampak Kelangkaan Pupuk bagi Masyarakat

Berdasarkan faktor penyebab di atas, ada beberapa dampak besar bagi pertanian dan ketahanan pangan masyarakat setempat. Beberapa dampak yang sangat dirasakan yakni:

Pertama, penurunan hasil pertanian. Pupuk memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian, terutama dalam menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dengan optimal. Ketika pupuk sulit didapat, petani terpaksa mengurangi penggunaan pupuk atau mencari alternatif yang tidak selalu efektif. Akibatnya, hasil pertanian mereka menurun, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Tanaman yang seharusnya dapat tumbuh dengan baik menjadi kurang produktif, yang menyebabkan penurunan hasil panen.[15]

Kedua, ancaman terhadap ketahanan pangan. Sebagai daerah yang sebagian besar penduduknya bergantung pada pertanian, kelangkaan pupuk di Kecamatan Lembor berisiko mengganggu ketahanan pangan. Penurunan hasil pertanian berarti berkurangnya pasokan pangan yang ada, baik untuk konsumsi masyarakat setempat maupun untuk pasar. Krisis ini berpotensi menyebabkan kekurangan pangan yang dapat memicu peningkatan harga bahan pangan, yang pada gilirannya semakin memperburuk kondisi ekonomi masyarakat yang sudah tertekan.[16]

Ketiga, kesulitan ekonomi petani. Krisis kelangkaan pupuk menyebabkan para petani kesulitan dalam memperoleh hasil yang cukup dari pertanian mereka. Hal ini memperburuk kondisi ekonomi mereka, yang sebagian besar bergantung pada hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketika hasil panen menurun, petani harus mencari cara untuk bertahan hidup, yang sering kali memicu penurunan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka.[17]

Kempat, krisis sosial. Kelangkaan pupuk tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial di Lembor. Ketegangan sosial dapat muncul ketika petani saling bersaing untuk mendapatkan pupuk yang terbatas. Selain itu, konflik dapat timbul terkait dengan distribusi pupuk yang tidak merata atau harga pupuk yang semakin tinggi, yang menciptakan ketidakadilan di kalangan petani.[18]

IV.    TEOLOGI PERTANIAN DALAM KONTEKS KRISIS PUPUK

Konsep teologi pertanian dapat dipahami sebagai cabang dari teologi yang mengkaji hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan dalam konteks pertanian. Teologi ini berusaha untuk menyelaraskan praktik pertanian dengan ajaran-ajaran agama yang mengajarkan tanggung jawab manusia terhadap alam. Dalam banyak tradisi agama, alam dilihat sebagai ciptaan Tuhan yang harus dipelihara dan dikelola dengan bijaksana.[19] Konsep ini sering dikaitkan dengan ajaran tentang keadilan sosial, keberlanjutan, dan pengelolaan sumber daya alam secara adil. Dalam perspektif teologi Kristen, misalnya, terdapat panggilan untuk memelihara dan mengusahakan taman Eden (Bdk. Kej. 2:15), yang menunjukkan bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk mengelola sumber daya alam dengan cara yang baik dan berkelanjutan. Ajaran serupa juga dapat ditemukan dalam agama-agama lain, di mana petani diharapkan untuk berpraktik dengan menghargai ciptaan Tuhan dan memperhatikan keseimbangan ekosistem.[20]

Kelangkaan pupuk menjadi persoalan krusial bagi para petani. Kelangkaan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk meningkatnya harga pupuk, kelangkaan bahan baku, serta ketergantungan pada pupuk kimia yang tidak ramah lingkungan.[21] Dalam menghadapi kelangkaan pupuk, teologi pertanian dapat menawarkan perspektif yang lebih dalam mengenai bagaimana umat manusia harus berperan dalam pengelolaan alam dan pertanian. Ada beberapa poin yang hemat penulis peran teologi pertanian dalam menghadapi krisis pupuk yakni; a) Pengelolaan alam berkelanjutan. Dalam hal ini teologi pertanian mengajak petani tidak hanya berpikir tentang keuntungan, tetapi juga mempertimbangkan dampak terhadap tanah, ekosistem dan generasi yang mendatang.[22] b) Keadilan sosial. Teologi pertanian juga menyerukan solidaritas dengan mereka yang terkena dampak baik segi materi maupun moral.[23] c) Menghargai ciptaan Tuhan. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan juga merusak ciptaan yang lain.[24] d) Pemulihan alam ciptaan. Teologi pertanian memberikan seruan kepada petani untuk tetap menjaga alam. Dalam arti pengelolaan alam perlu melihat prinsip-prinsip ekologis.[25] 

V.      PERAN GEREJA DALAM MENANGGAPI KELANGKAAN PUPUK DI KECAMATAN LEMBOR, MANGGARAI BARAT: PERSPEKTIF PASTORAL

Krisis pupuk di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat menuntut respons dari pelbagai pihak. Salah satu sektor yang dapat memainkan peran kunci dalam menanggapi krisis ini adalah gereja, melalui karya pastoral yang berbasis pada teologi pertanian. Teologi pertanian bukan hanya berbicara tentang hubungan manusia dengan alam, tetapi juga tentang bagaimana gereja dapat memberikan solusi praktis yang memperhatikan kesejahteraan petani dan keberlanjutan lingkungan. Dalam konteks ini, gereja diundang untuk mengintegrasikan ajaran-ajaran teologis dengan tindakan praktis yang dapat membantu mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi petani.

5.1 Teologi Pertanian dalam Konteks Gereja

Teologi pertanian mengajarkan umat untuk melihat pertanian bukan hanya sebagai kegiatan ekonomi, tetapi sebagai bagian dari panggilan spiritual untuk merawat ciptaan Tuhan. Ajaran ini berlandaskan pada prinsip-prinsip seperti keadilan sosial, keberlanjutan alam, dan penghormatan terhadap hidup. Gereja mengajarkan bahwa pertanian harus dilakukan dengan cara yang mengutamakan kebaikan bagi semua ciptaan, baik manusia, tanah, maupun lingkungan.[26] Dalam konteks pastoral, gereja dapat memotivasi umat untuk mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam praktik pertanian.

Dalam ajaran kitab suci menekankan tentang keadilan sosial, keberlanjutan alam dan pengelolaan yang bijaksana. Dalam konteks keadilan sosial, pentingnya memberikan perhatian khusus kepada yang miskin dan terpinggirkan, termasuk petani kecil yang sering kali terhimpit oleh krisis ekonomi.[27] Gereja dipanggil untuk memihak kepada mereka yang paling membutuhkan. Manusia harus memelihara alam ciptaan dan tidak mengeksploitasi secara berlebihan guna menjaga keberlanjutan alam. Guna menciptakan keberlanjutan alam membutuhkan pengelolaan yang bijak. Gereja mengajarkan bahwa pengelolaan alam dan pertanian harus dilakukan dengan bijaksana, menghargai kesuburan tanah, serta memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan untuk generasi yang akan datang.[28]

5.2 Integrasi Teologi Pertanian dalam Karya Pastoral

        Integrasi teologi pertanian dalam karya pastoral juga tidak hanya berfokus pada ajaran-ajaran spiritual, tetapi juga pada langkah-langkah konkret yang dapat diambil oleh gereja untuk membantu mengatasi tantangan yang dihadapi oleh petani. Hemat penulis ada beberapa solusi praktis yang dapat dilakukan oleh gereja dalam karya pastoralnya dalam menghadapi kelangkaan pupuk di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat, antara lain:

a) Edukasi tentang pertanian berkelanjutan. Gereja dapat berperan aktif dalam memberikan edukasi kepada petani tentang praktik pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.[29] Melalui seminar, lokakarya, atau pelatihan, gereja dapat memperkenalkan konsep-konsep pertanian organik, penggunaan pupuk alami, serta teknik-teknik agroekologi[30] yang tidak hanya mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, tetapi juga meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang.

b) Mendorong penggunaan pupuk organik. Salah satu solusi praktis yang dapat dipromosikan oleh gereja adalah penggunaan pupuk organik sebagai alternatif untuk pupuk kimia. Pupuk organik dapat mengurangi dampak negatif terhadap tanah dan lingkungan, sekaligus memberikan hasil yang lebih berkelanjutan.[31] Gereja dapat membantu petani dengan menyediakan informasi, pelatihan, dan akses ke sumber daya yang mendukung penggunaan pupuk organik.

c) Pembentukan koperasi petani dan jaringan solidaritas. Gereja dapat membantu petani dalam membentuk koperasi atau kelompok pertanian untuk memperkuat posisi tawar mereka dalam memperoleh pupuk dan bahan-bahan pertanian lainnya dengan harga yang lebih terjangkau.[32] Melalui jaringan solidaritas ini, petani bisa berbagi sumber daya, pengetahuan, serta mendapatkan dukungan dalam menghadapi krisis.

d) Advokasi kebijakan pertanian yang adil.[33] Gereja juga dapat berperan sebagai suara bagi petani kecil dalam mendorong kebijakan publik yang lebih adil, seperti subsidi pupuk yang tepat sasaran, regulasi harga pupuk yang wajar, atau insentif bagi pertanian berkelanjutan. Gereja, dengan jaringannya yang luas, memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan kebijakan yang mendukung petani dan keberlanjutan pertanian.

e) Pendampingan pastoral bagi petani. Karya pastoral gereja juga dapat mencakup pendampingan bagi petani yang merasa tertekan oleh krisis ini.[34] Gereja bisa menyediakan layanan konseling, doa, dan dukungan moral bagi petani yang menghadapi kesulitan. Pendampingan ini tidak hanya bersifat emosional tetapi juga dapat berupa dukungan praktis dalam mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, seperti kesulitan ekonomi atau masalah terkait dengan perubahan iklim.

f) Mengintegrasikan praktik pertanian dalam liturgi dan doa. Praktik pertanian dapat diintegrasikan dalam liturgi atau doa-doa khusus. Gereja dapat mengadakan kebaktian atau doa syukur untuk hasil pertanian, sekaligus mendoakan para petani agar diberi kekuatan dan kebijaksanaan dalam mengelola tanah mereka.[35] Ini menjadi pengingat bahwa pertanian adalah pekerjaan yang mulia dan sakral.[36]

g) Kolaborasi dengan lembaga-lembaga sosial dan lingkungan. Gereja juga dapat bekerja sama dengan organisasi sosial, lembaga swadaya masyarakat, atau pemerintah untuk memperkenalkan solusi-solusi lebih lanjut bagi krisis pupuk. Kolaborasi ini dapat mencakup pengembangan sistem pertanian berbasis komunitas, pendanaan untuk proyek-proyek pertanian berkelanjutan, atau penelitian tentang inovasi pertanian ramah lingkungan.

VI. KESIMPULAN

Dalam menghadapi krisis kelangkaan pupuk yang mengancam ketahanan pangan di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat, teologi pertanian menawarkan perspektif pastoral yang relevan untuk menyikapi masalah ini. Teologi pertanian mengajarkan bahwa pertanian bukan hanya sekadar kegiatan ekonomi, tetapi juga panggilan spiritual untuk merawat ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, gereja memiliki peran penting dalam memberikan respons terhadap tantangan ini, baik melalui edukasi, advokasi kebijakan, maupun pendampingan pastoral.

Gereja dapat membantu petani dengan memperkenalkan praktik pertanian berkelanjutan, seperti penggunaan pupuk organik yang ramah lingkungan. Selain itu, gereja dapat memfasilitasi pembentukan jaringan solidaritas petani dan mendorong kebijakan publik yang lebih berpihak pada petani kecil. Pendampingan pastoral bagi petani yang terdampak krisis kelangkaan pupuk juga sangat penting, agar mereka tidak hanya memperoleh dukungan praktis tetapi juga penguatan moral dan spiritual. Dengan integrasi teologi pertanian dalam karya pastoral, gereja dapat berperan aktif dalam menciptakan ketahanan pangan yang lebih berkelanjutan di Kecamatan Lembor. Solusi berbasis iman ini mengajak umat untuk melihat tantangan ini sebagai bagian dari tanggung jawab bersama dalam merawat ciptaan Tuhan dan mewujudkan keadilan sosial bagi petani.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Manggarai Barat. Kecamatan Lembor Dalam Angka 2024. Batu Cermin: Badan Pusat Statistik Manggarai Barat, 2024.

Baga, Lukman M. “Strategi Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pertanian Berbasis Jagung di Provinsi Gorontalo”. Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. Vol. 1, No. 1, April, 2009.

Benediktus. Wawancara melalui telepon seluler dengan pada 20 Februari 2025.

Fathoni, Zakky, dkk. “Sustainable Agriculture: Alih Fungsi Penggunaan Pupuk Kimia Menjadi Pupuk Organik Oleh Petani Padi Sawah di Desa Setiris”. Melayani: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol. 1, No. 3, Agustus 2024.

Febriani Sibarani, Marta dan Oloria Malau. “Analisis Pendampingan Pastoral Dengan Perspektif Gender Terhadap Petani Perempuan dengan Peran Ganda di Kampung Lumban Sibotik Desa Sibarani Nasampulu/Namungkup Kecamatan Laguboti Tahun 2021”. Areopagus: Jurnal Pendidikan dan Teologi Kristen. Vol. 20, No. 1, Maret, 2022.

Febrianti, Riska, dkk. “Mendorong Penggunaan Pupuk Organik Cair Untuk Pertanian Berkelanjutan di Desa Boga Tama 2”. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Buguh.  Vol. 4, No. 01, 2024.

Hamid. “Atasi Kelangkaan Pupuk, Kadin Mabar akan Bangun Pabrik Pupuk di Lembor”, dalam labuanbajovoice.com, 21 Oktober 2024, https://labuanbajovoice.com/atasi-kelangkaan-pupuk-kadin-mabar-akan-bangun-pabrik-pupuk-di-lembor/#gsc.tab=0, diakses pada Selasa 11 Februari 2025.

Hermawan, Sulhani. “Tinjauan Keadilan Sosial Terhadap Hukum Tata Pangan Indonesia”. Jurnal Mimbar Hukum. Vol. 24, No. 3, Oktober, 2012.

Hironimus. Wawancara melalui telepon seluler pada 21 Februari 2025.

Huriani, Yeni, R.F. Bhanu Viktorahadi dan Mochamad Ziaul Haq. “Cara Pandang Gereja terhadap Kemiskinan dan Pembangunan”. Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama. Vol. 4, Mo. 2, 2021.

Iqtishodia. “Relevansi Advokasi Lahan Pertanian Advokasi pertanian di Indonesia menjadi lebih inklusif, berkelanjutan, dan responsive.” Dalam Repoblika.id pada 15 Februari 2024. file:///C:/-Users/naldy/Downloads/Iqtishodia_15022024_relevansi-advokasi-lahan-pertanian.pdf, diakses pada 23 Februari 2025.

Lifianthi, Agnes Larasati dan Mirza Antoni. “Penggunaan Pupuk Bersubsidi dalam Menekan Biaya Produksi dan Pengaruhnya terhadap pendapatan petani di Kecamatan Tanjung Lago”. Jurnal Ilmiah dan Keuangan. Vol. 4, No. 10, Mei 2022.

Lusia. Wawancara melalui telepon seluler pada 20 Februari 2025.

Mabut, Fridolin dan Wayan Resmini. “Upacara Penti dalam Masyarakat Kampung Rato di Kabupaten Manggarai”. Civicus: Pendidikan Penelitian Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 8, No. 2, September, 2020.

Makmur, T,  M. Radinal Kautsar dan Soyan. “Analisis Kelangkaan Pupuk Bersubsidi dan Pengaruhnya Terhadap Produktivitas Padi (Oryza Sativa) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar (The Scarcity Analysis of Subsidized Fertilizer and Its Effect on Rice Productivity in Montasik Subdistrict, Aceh Besar Regency)”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian. Vol. 5, No. 1, Februari 2020.

Markus Heman. Wawancara melalui telepon seluler pada 12 Februari 2025.

Pakpahan, Marisi, Siti Khadijah Hidayat dan Sri Sundari. “Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Indonesia: Tantangan Dan Peluang Untuk Masa Depan”.  Jurnal Manuhara: Pusat Penelitian Ilmu Manajemen dan Bisnis. Vol. 2, No. 2, April, 2024.

Panjaitan, Firman. “Membangun Teologi Pertanian Melalui Pembacaan Lintas Tekstual Injil Matius dan Kosmologi Jawa”, Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen. Vol. 1, No. 1, Juni 2020.

Praganingrum, Istri Tjokorda, dkk. “Persepsi Masyarakat Terkait Penerapan Konsep Desain Ekologi Terhadap Pembangunan Berkelanjutan Pada Tepian Sungai Ayung”. Jurnal Ganec Swara. Vol. 7, No. 4, Desember, 2023.

Rangkuti, Sahnan. “Efektivitas Pendistribusian Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Deli Serdang Studi Kasus di Kecamatan Hamparan Perak”. Jurnal Administrasi Publik. Vol. 3, No. 2, 2012.

Rau, Asda dan Cindy Erica Karsidi dan Mahludin H. Baruwadi. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Pada Kelompok Tani Padi Sawah di Kecamatan Tolangohula”. Jurnal Agrinesia. Vol. 8, No. 1, November, 2023.

RegionalNTT - Nttvox.com. “Lembor Berubah, dari Lumbung Pangan ke Pusat Masalah” dalam NTTvox.com, pada 25 Agustus 2022, https://voxntt.com/2022/08/25/lembor-berubah-dari-lumbung-pangan-ke-pusat-masalah/89597/, diakses pada 19 Februari 2025.

Sagajoka, Estherlina, Lestiana Setia dan Reyna V. Nona. “Analisis Pendapatan dan Biaya Usahatani Padi Sawah di Desa Daleng Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat”. Jurnal Equilibrium. Vo. 1, No.2, 2021.

Santoso, Budi Purbayu. “Kelangkaan Pupuk dan Alternatif Pemecahannya”. Jurnal Pangan. Vol. 52, No. XVII, Oktober-Desember, 2008.

Satria, Gerasimos. “Reses di Lembor, Rusding Terima Aspirasi Kelangkaan Pupuk”, dakam victorynews.id, 29 Oktober 2024, https://www.victorynews.id/ntt/33113833554/reses-di-lembor-rusding-terima-aspirasi-kelangkaan-pupuk di akses pada Selasa 11 Februari 2025.

Setiawan, Yusak Agus. “Membangun Keterampilan Bertani Berlandaskan Alkitab”. Jurnal Silih Asih. Vol. 1, No. 1, Februari, 2024.

Sorongan, Ferdinand Zet. “Petani Sebagai Panggilan Iman”. Educatio Christi. Vol. 1, No. 2, 2020.

Usman, Edi, dkk.“Edukasi Pertanian Berkelanjutan Untuk Generasi Muda (Program Penyuluhan di Madrasah Aliyah Al Mawaddah Warrahmah Kolaka)”. Servis: Jurnal Pengabdian dan Layanan Kepada Masyarakat. Vol. 3, No. 01, Desember, 2024.

Yasin, Muhammad dan Febby Dany Lestary. “Analisis Dampak Kelangkaan Pupuk Terhadap Pendapatan Petani Padi Di Desa Kacangan Kabupaten Lamongan”. JRIME: Jurnal Riset Manajemen Dan Ekonomi. Vol. 1, No. 4, Oktober, 2023.

Yulianto, Kiki. “Agroekologi: Model Pertanian Berkelanjutan Masa Depan”. Jurnal Tambora. Vol. 1, No. 3, Desember, 2016.



[1] Lestiana Setia, Reyna V. Nona dan Estherlina Sagajoka, “Analisis Pendapatan dan Biaya Usahatani Padi Sawah di Desa Daleng Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat”, Jurnal Equilibrium, 1:2 (Ende: 2021), hlm 46.

[2] Hamid, “Atasi Kelangkaan Pupuk, Kadin Mabar akan Bangun Pabrik Pupuk di Lembor”, dalam labuanbajovoice.com, 21 Oktober 2024, https://labuanbajovoice.com/atasi-kelangkaan-pupuk-kadin-mabar-akan-bangun-pabrik-pupuk-di-lembor/#gsc.tab=0, diakses pada Selasa 11 Februari 2025.

[3] Hasil wawancara melalui telepon seluler dengan Ibu Lusia selaku petani Sawah di Lembor, Manggarai Barat, pada 20 Februari 2025.

[4] M. Radinal Kautsar, Soyan dan T. Makmur, “Analisis Kelangkaan Pupuk Bersubsidi dan Pengaruhnya Terhadap Produktivitas Padi (Oryza Sativa) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar (The Scarcity Analysis of Subsidized Fertilizer and Its Effect on Rice Productivity in Montasik Subdistrict, Aceh Besar Regency)”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 5:1 (Banda Aceh:  Februari 2020), hlm. 98.

[5] Hasil wawancara melalui telepon seluler dengan Bapak Hironimus selaku petani sawah di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat, pada 21 Februari 2025.

[6] Gerasimos Satria, “Reses di Lembor, Rusding Terima Aspirasi Kelangkaan Pupuk”, dakam victorynews.id, 29 Oktober 2024, https://www.victorynews.id/ntt/33113833554/reses-di-lembor-rusding-terima-aspirasi-kelangkaan-pupuk di akses pada Selasa 11 Februari 2025.

[7] Firman Panjaitan, “Membangun Teologi Pertanian Melalui Pembacaan Lintas Tekstual Injil Matius dan Kosmologi Jawa”, Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen, 1:1 (Kalisoro: Juni 2020), hlm. 48.

[8] Hasil wawancara melalui telepon seluler dengan bapak Markus Heman selaku petani di Lembor, Manggarai Barat, pada 12 Februari 2025.

[9] Agnes Larasati, Mirza Antoni dan Lifianthi, “Penggunaan Pupuk Bersubsidi dalam Menekan Biaya Produksi dan Pengaruhnya terhadap pendapatan petani di Kecamatan Tanjung Lago”, Jurnal Ilmiah dan Keuangan, 4:10 (Palembang: Mei, 2022), hlm. 4470.

[10] Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu kota premium di Indonesia. Ibu Kota Kecamatan Lembor di Tangge Lembor. Secara geografis Kecamatan Lembor memiliki empat batas wilayah yakni: bagian Utara: Kecamatan Welak, bagian Selatan: Kecamatan Lembor Selatan, bagian Barat: Kecamatan Sano Nggoang, bagian Timur: Kabupaten Manggarai. Kecamatan Lembor terdiri 17 Desa dan 2 Kelurahan dengan luas wilayah 145,68Km2. Pada umumnya mata pencaharian masyarakat adalah petani dengan luas persawahan Lembor 3.085 hektar. Bdk. Badan Pusat Statistik Manggarai Barat, Kecamatan Lembor Dalam Angka 2024, (Batu Cermin: Badan Pusat Statistik Manggarai Barat, 2024), hlm. 3.

[11] Hasil wawancara melalui telepon seluler dengan Bapak Benediktus, selaku petani sawah di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat, pada 20 Februari 2025.

[12] M. Radinal Kautsar, Soyan dan T. Makmur, op.cit., hlm. 103.

[13] Purbayu Budi Santoso, “Kelangkaan Pupuk dan Alternatif Pemecahannya”, Jurnal Pangan, 52:XVII (Semarang: Oktober-Desember, 2008), hlm. 62.

[14] Ibid.

[15] Lestiana Setia, Reyna V. Nona dan Estherlina Sagajoka., op.cit, hlm.53.

[16] Berita RegionalNTT - Nttvox.com, “Lembor Berubah, dari Lumbung Pangan ke Pusat Masalah” dalam NTTvox.com, pada 25 Agustus 2022, https://voxntt.com/2022/08/25/lembor-berubah-dari-lumbung-pangan-ke-pusat-masalah/89597/, diakses pada 19 Februari 2025.

[17] Febby Dany Lestary dan Muhammad Yasin, “Analisis Dampak Kelangkaan Pupuk Terhadap Pendapatan Petani Padi di Desa Kacangan Kabupaten Lamongan”, JRIME: Jurnal Riset Manajemen Dan Ekonomi, 1:4 (Surabaya: Oktober, 2023), hlm. 54.

[18] Sahnan Rangkuti, “Efektivitas Pendistribusian Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Deli Serdang Studi Kasus di Kecamatan Hamparan Perak”, Jurnal Administrasi Publik, 3:2 (Deli Serdang: 2012), hlm. 290.

[19] Firman Panjaitan, op. cit., hlm. 46.

[20] Ibid.

[21] Cindy Erica Karsidi, Mahludin H. Baruwadi dan Asda Rau, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Pada Kelompok Tani Padi Sawah di Kecamatan Tolangohula”, Jurnal Agrinesia, 8:1 (Gorontalo: November, 2023), hlm. 22.

[22] Siti Khadijah Hidayat, Sri Sundari dan Marisi Pakpahan, “Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Indonesia: Tantangan Dan Peluang Untuk Masa Depan”, Jurnal Manuhara: Pusat Penelitian Ilmu Manajemen dan Bisnis, 2:2 (Jakarta: April, 2024), hlm. 105.

[23] Sulhani Hermawan, “Tinjauan Keadilan Sosial Terhadap Hukum Tata Pangan Indonesia”, Jurnal Mimbar Hukum, 24:3 (Surakarta: Oktober, 2012), hlm. 491.

[24] Zakky Fathoni, dkk, “Sustainable Agriculture: Alih Fungsi Penggunaan Pupuk Kimia Menjadi Pupuk Organik Oleh Petani Padi Sawah di Desa Setiris”, Melayani: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1:3 (Jambi: Agustus 2024), hlm. 108.

[25] Tjokorda Istri Praganingrum, dkk, “Persepsi Masyarakat Terkait Penerapan Konsep Desain Ekologi Terhadap Pembangunan Berkelanjutan Pada Tepian Sungai Ayung”, Jurnal Ganec Swara, 7:4 (Denpasar: Desember, 2023), hlm. 1943.

[26] Ferdinand Zet Sorongan, “Petani Sebagai Panggilan Iman”, Educatio Christi, 1:2 (Tomohon: 2020), hlm. 45.

[27] R.F. Bhanu Viktorahadi, Mochamad Ziaul Haq dan Yeni Huriani, “Cara Pandang Gereja terhadap Kemiskinan dan Pembangunan”, Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama, 4:2 (Bandung: 2021), hlm. 55-56.

[28] Yusak Agus Setiawan, “Membangun Keterampilan Bertani Berlandaskan Alkitab”, Jurnal Silih Asih, 1:1 (Bogor: Februari, 2024), hlm. 1.

[29] Edi Usman, dkk, “Edukasi Pertanian Berkelanjutan Untuk Generasi Muda (Program Penyuluhan di Madrasah Aliyah Al Mawaddah Warrahmah Kolaka)”, Servis: Jurnal Pengabdian dan Layanan Kepada Masyarakat, 3:01 (Kolaka: Desember, 2024), hlm. 9.

[30] Teknik Agroekologi merupakan pertanian berkelanjutan yang bekerja dengan alam. Teknik ini menerapkan konsep dan prinsip ekologi (hubungan antara tumbuhan, hewan, manusia, dan lingkungan) dan sosial pada desain dan pengelolaan sistem pangan dan pertanian berkelanjutan. Agroekologi dapat meningkatkan kemampuan untuk terus berfungsi ketika berhadapan dengan kejadian tak terduga seperti perubahan iklim. Ketahanan terhadap bencana iklim berhubungan erat dengan keragaman hayati pertanian; praktik-praktik yang meningkatkan keragaman hayati pertanian memungkinkan untuk meniru proses-proses ekologi alami, sehingga memungkinkan mereka menanggapi perubahan dan mengurangi risiko dengan lebih baik. Bdk. Kiki Yulianto, “Agroekologi: Model Pertanian Berkelanjutan Masa Depan”, Jurnal Tambora, 1:3 (Sumbawa: Desember, 2016), hlm. 49.

[31] Riska Febrianti, dkk, “Mendorong Penggunaan Pupuk Organik Cair Untuk Pertanian Berkelanjutan di Desa Boga Tama 2”, Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Buguh, 4:01 (Lampung: 2024), hlm. 69.

[32] Lukman M Baga, “Strategi Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pertanian Berbasis Jagung di Provinsi Gorontalo”, Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah, 1:1 (Bogor: April, 2009), hlm. 44.

[33] Iqtishodia, “Relevansi Advokasi Lahan Pertanian Advokasi pertanian di Indonesia menjadi lebih inklusif, berkelanjutan, dan responsive,” dalam Repoblika.id pada 15 Februari 2024. file:///C:/-Users/naldy/Downloads/Iqtishodia_15022024_relevansi-advokasi-lahan-pertanian.pdf, diakses pada 23 Februari 2025.

[34] Oloria Malau dan Marta Febriani Sibarani, “Analisis Pendampingan Pastoral Dengan Perspektif Gender Terhadap Petani Perempuan dengan Peran Ganda di Kampung Lumban Sibotik Desa Sibarani Nasampulu/Namungkup Kecamatan Laguboti Tahun 2021”, Areopagus: Jurnal Pendidikan dan Teologi Kristen, 20:1 (Tarutung: Maret, 2022), hlm. 133.

[35] Wayan Resmini dan Fridolin Mabut, “Upacara Penti dalam Masyarakat Kampung Rato di Kabupaten Manggarai”, CIVICUS: Pendidikan Penelitian Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 8:2 (Mataram: September, 2020), hlm. 62.

[36] Firman Panjaitan, op. cit., hlm. 56-57.

Post a Comment for "Teologi Pertanian dalam Menanggapi Kelangkaan Pupuk: Perspektif Pastoral Gereja Terhadap Ketahanan Pangan di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat - Nerapost"