Teologi Pertanian dalam Menanggapi Kelangkaan Pupuk: Perspektif Pastoral Gereja Terhadap Ketahanan Pangan di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat - Nerapost
Oleh: Admin
Kata-Kata
Kunci: Teologi Pertanian, Kelangkaan Pupuk, Kecamatan Lembor-Manggarai Barat,
Karya Pastoral
I.
PENDAHULUAN
Kelangkaan
pupuk yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Lembor,
Manggarai Barat, telah mempengaruhi banyak aspek kehidupan, khususnya dalam
konteks pertanian yang merupakan sektor utama bagi perekonomian masyarakat
setempat. Kecamatan Lembor, sebagai salah satu wilayah di Manggarai Barat,
memiliki kehidupan yang sangat bergantung pada pertanian, dengan mayoritas
penduduknya bekerja sebagai petani, baik dalam skala kecil maupun besar.[1]
Pertanian menjadi sumber mata pencaharian utama dan juga aspek yang sangat
penting dalam menopang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Kelangkaan
pupuk, yang merupakan salah satu komponen vital dalam produksi pertanian,
menjadi masalah yang sangat mengancam ketahanan pangan dan kesejahteraan
masyarakat.[2]
Para petani di daerah bergantung
pada pupuk sebagai salah satu komponen utama dalam meningkatkan hasil pertanian,
baik untuk konsumsi pribadi maupun untuk memenuhi kebutuhan pasar. Namun, dalam
beberapa tahun terakhir, kelangkaan pupuk telah menjadi isu yang sangat serius.[3]
Berbagai faktor yang mempengaruhi kelangkaan ini antara lain adalah peningkatan
permintaan yang tidak diimbangi dengan pasokan yang memadai, keterbatasan
anggaran pemerintah dalam mengimpor pupuk, serta distribusi pupuk yang tidak
merata.[4]
Kondisi kelangkaan pupuk ini langsung berimbas pada produktivitas
pertanian di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat. Petani yang sebelumnya dapat
mengandalkan pupuk untuk meningkatkan hasil pertanian mereka kini terpaksa
mencari alternatif lain yang tidak selalu efektif dan berdampak pada penurunan
kualitas hasil pertanian.[5]
Akibatnya, ketahanan pangan masyarakat mulai terganggu. Tanaman yang biasanya
tumbuh subur dan menghasilkan panen melimpah kini mengalami penurunan hasil
yang signifikan, bahkan menyebabkan kegagalan panen pada beberapa jenis
komoditas pertanian penting, seperti padi dan jagung.[6]
Krisis kelangkaan pupuk tentunya menambah kesulitan hidup bagi
masyarakat yang sudah berada dalam keadaan ekonomi yang tertekan. Dalam konteks
ini, pertanian bukan hanya dipandang sebagai aktivitas ekonomi semata, tetapi
juga sebagai bagian dari cara hidup dan integrasi spiritual yang mendalam bagi
masyarakat di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat. Oleh karena itu, kelangkaan
pupuk memunculkan tantangan besar yang harus dihadapi tidak hanya oleh para
petani, tetapi juga oleh berbagai elemen sosial, termasuk gereja sebagai
institusi pastoral yang memiliki peran penting dalam membimbing masyarakat.
Guna mengatasi persoalan ini, perlu adanya suatu pendekatan yang
mengintegrasikan pemahaman teologis dan pastoral dalam memberikan solusi atas
krisis yang dihadapi. Salah satu pendekatan yang relevan adalah teologi
pertanian, yang merupakan sebuah cabang dari teologi yang menekankan pentingnya
pemahaman pertanian dalam konteks iman Kristen. Teologi pertanian berusaha
untuk melihat pertanian sebagai suatu bagian integral dari kehidupan spiritual
dan sosial umat Kristiani.[7]
Melalui pendekatan ini, gereja diharapkan dapat memberikan dukungan bagi
masyarakat petani di Kecamatan Lembor dalam menghadapi kelangkaan pupuk, dengan
perspektif pastoral yang tidak hanya mengedepankan aspek materi, tetapi juga
nilai-nilai rohani dan moral yang dapat memperkuat ketahanan komunitas.
Gereja dapat memainkan peran sebagai mediator antara petani dan
pemerintah atau pihak-pihak yang berwenang dalam memperjuangkan pemenuhan
kebutuhan pupuk. Gereja sebagai lembaga yang dihormati oleh masyarakat memiliki
pengaruh yang besar dalam membangun jaringan sosial yang memungkinkan
penyelesaian masalah kelangkaan pupuk secara kolektif. Selain itu, gereja juga
dapat mendampingi petani dalam mengembangkan inisiatif pertanian berbasis
komunitas yang mandiri, dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang ada.[8]
Artikel ini mencoba mengkaji bagaimana peran teologi pertanian dalam mengatasi
kelangkaan pupuk dan dampaknya terhadap ketahanan pangan di Kecamatan Lembor,
Manggarai Barat menurut perspektif pastoral.
II.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
studi kasus. Penulis menganalisis kasus kelangkaan pupuk yang terjadi di
Lembor, Manggarai Barat dan bagaimana peran teologi pertanian dalam perspektif
pastoral gereja dapat memberikan kontribusi terhadap ketahanan pangan
masyarakat. Dalam proses pengumpulan data, penulis menggunakan studi
kepustakaan melalui wawancara dengan beberapa petani, buku, jurnal, dan
internet. Adapun tahap-tahap dalam penulisan artikel ini yakni; pertama, penulis menganalisis kasus
kelangkaan pupuk di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat dengan mencakup sebab dan
dampak bagi masyarakat. Kedua,
penulis mengkaji teologi pertanian dalam konteks kelangkaan pupuk. Ketiga, penulis mengelaborasi kasus
kelangkaan pupuk dengan teologi pertanian dalam peran gereja menurut perspektif
pastoral. Pada bagian ini juga membahas tentang teologi pertanian dalam konteks
gereja dan integrasi teologi pertanian dalam karya pastoral.
III.
KRISIS KELANGKAAN PUPUK
DI KECAMATAN LEMBOR, MANGGARAI BARAT
Pupuk merupakan komponen
penting dalam meningkatkan hasil panen baik untuk kebutuhan konsumsi masyarakat
maupun untuk tujuan komersial.[9]
Krisis kelangkaan pupuk di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat menjadi isu
krusial yang sangat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, yang
mayoritas berprofesi sebagai petani. Masyarakat Kecamatan Lembor, Manggarai
Barat memiliki struktur perekonomian yang sangat bergantung pada pertanian[10].
Namun, kelangkaan pupuk yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah
membawa dampak yang sangat besar terhadap kehidupan para petani dan ketahanan
pangan daerah setempat.
3.1
Faktor Penyebab
Kelangkaan Pupuk
Beberapa tahun terakhir, kelangkaan
pupuk di Kecamatan Lembor menjadi persoalan serius. Hal ini dapat mempengaruhi
kehidupan masyarakat yang pada umumnya sangat bergantung pada hasil pertanian,
khusus pertanian sawah. Persoalan ini belum mendapatkan solusi baik dari
pemerintah. Bahkan ada sekelompok orang yang memanfaatkan hal ini demi
keuntungan pribadi.[11] Ada
beberapa faktor penyebab kelangkaan pupuk di Kecamatan Lembor Manggarai Barat,
yakni;
Pertama, keterbatasan pasokan pupuk dari
pemerintah. Program subsidi pupuk yang diharapkan tidak dapat memenuhi
kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.[12] Dalam hal
ini pasokan pupuk bersubsidi sangat sedikit dibanding dengan luas lahan sawah
yang dimiliki oleh masarakat.
Kedua,
permintaan pupuk yang meningkat. Seiring dengan meningkatnya jumlah petani dan
perluasan area pertanian, permintaan terhadap pupuk semakin tinggi. Sementara
itu, pasokan pupuk tidak mampu mengimbangi lonjakan permintaan ini.
Keterbatasan pasokan ini diperburuk oleh faktor-faktor eksternal, seperti
fluktuasi harga pupuk internasional dan kondisi ekonomi yang tidak stabil.[13]
Ketiga, kenaikan harga pupuk. Selain
kelangkaan, kenaikan harga pupuk juga menjadi masalah yang menghambat akses
petani terhadap bahan ini. Harga pupuk yang semakin mahal membuat sebagian
besar petani tidak mampu membeli pupuk dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan
pertanian mereka[14].
Hal ini menyebabkan penurunan hasil pertanian, yang pada gilirannya menurunkan
ketahanan pangan di Kecamatan Lembor.
3.2
Dampak Kelangkaan Pupuk
bagi Masyarakat
Berdasarkan faktor penyebab di atas, ada beberapa dampak
besar bagi pertanian dan ketahanan pangan masyarakat setempat. Beberapa dampak
yang sangat dirasakan yakni:
Pertama,
penurunan hasil pertanian. Pupuk memainkan peran penting dalam meningkatkan
produktivitas pertanian, terutama dalam menyediakan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman untuk tumbuh dengan optimal. Ketika pupuk sulit didapat, petani
terpaksa mengurangi penggunaan pupuk atau mencari alternatif yang tidak selalu efektif.
Akibatnya, hasil pertanian mereka menurun, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Tanaman yang seharusnya dapat tumbuh dengan baik menjadi kurang
produktif, yang menyebabkan penurunan hasil panen.[15]
Kedua,
ancaman terhadap ketahanan pangan.
Sebagai daerah yang sebagian besar penduduknya bergantung pada pertanian,
kelangkaan pupuk di Kecamatan Lembor berisiko mengganggu ketahanan pangan.
Penurunan hasil pertanian berarti berkurangnya pasokan pangan yang ada, baik
untuk konsumsi masyarakat setempat maupun untuk pasar. Krisis ini berpotensi
menyebabkan kekurangan pangan yang dapat memicu peningkatan harga bahan pangan,
yang pada gilirannya semakin memperburuk kondisi ekonomi masyarakat yang sudah
tertekan.[16]
Ketiga,
kesulitan ekonomi petani. Krisis kelangkaan pupuk menyebabkan para petani
kesulitan dalam memperoleh hasil yang cukup dari pertanian mereka. Hal ini
memperburuk kondisi ekonomi mereka, yang sebagian besar bergantung pada hasil
pertanian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketika hasil panen menurun,
petani harus mencari cara untuk bertahan hidup, yang sering kali memicu
penurunan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka.[17]
Kempat, krisis sosial. Kelangkaan pupuk
tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga mempengaruhi kehidupan
sosial di Lembor. Ketegangan sosial dapat muncul ketika petani saling bersaing
untuk mendapatkan pupuk yang terbatas. Selain itu, konflik dapat timbul terkait
dengan distribusi pupuk yang tidak merata atau harga pupuk yang semakin tinggi,
yang menciptakan ketidakadilan di kalangan petani.[18]
IV.
TEOLOGI PERTANIAN DALAM KONTEKS KRISIS PUPUK
Konsep teologi pertanian
dapat dipahami sebagai cabang dari teologi yang mengkaji hubungan antara
manusia, alam, dan Tuhan dalam konteks pertanian. Teologi ini berusaha untuk
menyelaraskan praktik pertanian dengan ajaran-ajaran agama yang mengajarkan
tanggung jawab manusia terhadap alam. Dalam banyak tradisi agama, alam dilihat
sebagai ciptaan Tuhan yang harus dipelihara dan dikelola dengan bijaksana.[19]
Konsep ini sering dikaitkan dengan ajaran tentang keadilan sosial,
keberlanjutan, dan pengelolaan sumber daya alam secara adil. Dalam perspektif
teologi Kristen, misalnya, terdapat panggilan untuk memelihara dan mengusahakan
taman Eden (Bdk. Kej. 2:15), yang menunjukkan bahwa manusia memiliki tanggung
jawab untuk mengelola sumber daya alam dengan cara yang baik dan berkelanjutan.
Ajaran serupa juga dapat ditemukan dalam agama-agama lain, di mana petani
diharapkan untuk berpraktik dengan menghargai ciptaan Tuhan dan memperhatikan
keseimbangan ekosistem.[20]
Kelangkaan pupuk menjadi
persoalan krusial bagi para petani. Kelangkaan ini disebabkan oleh berbagai
faktor, termasuk meningkatnya harga pupuk, kelangkaan bahan baku, serta
ketergantungan pada pupuk kimia yang tidak ramah lingkungan.[21]
Dalam menghadapi kelangkaan pupuk, teologi pertanian dapat menawarkan
perspektif yang lebih dalam mengenai bagaimana umat manusia harus berperan
dalam pengelolaan alam dan pertanian. Ada beberapa poin yang hemat penulis
peran teologi pertanian dalam menghadapi krisis pupuk yakni; a)
Pengelolaan alam berkelanjutan. Dalam hal ini teologi pertanian mengajak petani
tidak hanya berpikir tentang keuntungan, tetapi juga mempertimbangkan dampak
terhadap tanah, ekosistem dan generasi yang mendatang.[22] b)
Keadilan sosial. Teologi pertanian juga menyerukan solidaritas dengan mereka
yang terkena dampak baik segi materi maupun moral.[23] c)
Menghargai ciptaan Tuhan. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan juga merusak
ciptaan yang lain.[24]
d)
Pemulihan alam ciptaan. Teologi pertanian memberikan seruan kepada petani untuk
tetap menjaga alam. Dalam arti pengelolaan alam perlu melihat prinsip-prinsip
ekologis.[25]
V.
PERAN GEREJA DALAM
MENANGGAPI KELANGKAAN PUPUK DI KECAMATAN LEMBOR, MANGGARAI BARAT: PERSPEKTIF
PASTORAL
Krisis pupuk di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat menuntut respons
dari pelbagai pihak. Salah satu sektor yang dapat memainkan peran kunci dalam
menanggapi krisis ini adalah gereja, melalui karya pastoral yang berbasis pada
teologi pertanian. Teologi pertanian bukan hanya berbicara tentang hubungan
manusia dengan alam, tetapi juga tentang bagaimana gereja dapat memberikan
solusi praktis yang memperhatikan kesejahteraan petani dan keberlanjutan
lingkungan. Dalam konteks ini, gereja diundang untuk mengintegrasikan
ajaran-ajaran teologis dengan tindakan praktis yang dapat membantu mengatasi
tantangan-tantangan yang dihadapi petani.
5.1 Teologi Pertanian dalam Konteks Gereja
Teologi
pertanian mengajarkan umat untuk melihat pertanian bukan hanya sebagai kegiatan
ekonomi, tetapi sebagai bagian dari panggilan spiritual untuk merawat ciptaan
Tuhan. Ajaran ini berlandaskan pada prinsip-prinsip seperti keadilan sosial,
keberlanjutan alam, dan penghormatan terhadap hidup. Gereja mengajarkan bahwa
pertanian harus dilakukan dengan cara yang mengutamakan kebaikan bagi semua
ciptaan, baik manusia, tanah, maupun lingkungan.[26] Dalam
konteks pastoral, gereja dapat memotivasi umat untuk mengintegrasikan nilai-nilai
ini dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam praktik pertanian.
Dalam
ajaran kitab suci menekankan tentang keadilan sosial, keberlanjutan alam dan
pengelolaan yang bijaksana. Dalam konteks keadilan sosial, pentingnya
memberikan perhatian khusus kepada yang miskin dan terpinggirkan, termasuk
petani kecil yang sering kali terhimpit oleh krisis ekonomi.[27]
Gereja dipanggil untuk memihak kepada mereka yang paling membutuhkan. Manusia
harus memelihara alam ciptaan dan tidak mengeksploitasi secara berlebihan guna
menjaga keberlanjutan alam. Guna menciptakan keberlanjutan alam membutuhkan
pengelolaan yang bijak. Gereja mengajarkan bahwa pengelolaan alam dan pertanian
harus dilakukan dengan bijaksana, menghargai kesuburan tanah, serta
memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan untuk generasi yang akan datang.[28]
5.2 Integrasi Teologi Pertanian dalam Karya Pastoral
Integrasi teologi pertanian dalam karya pastoral juga tidak hanya berfokus pada ajaran-ajaran spiritual, tetapi juga pada langkah-langkah konkret yang dapat diambil oleh gereja untuk membantu mengatasi tantangan yang dihadapi oleh petani. Hemat penulis ada beberapa solusi praktis yang dapat dilakukan oleh gereja dalam karya pastoralnya dalam menghadapi kelangkaan pupuk di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat, antara lain:
a) Edukasi tentang pertanian berkelanjutan. Gereja dapat berperan aktif dalam
memberikan edukasi kepada petani tentang praktik pertanian yang ramah
lingkungan dan berkelanjutan.[29]
Melalui seminar, lokakarya, atau pelatihan, gereja dapat memperkenalkan
konsep-konsep pertanian organik, penggunaan pupuk alami, serta teknik-teknik
agroekologi[30]
yang tidak hanya mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, tetapi juga
meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang.
b) Mendorong penggunaan pupuk organik. Salah satu solusi praktis yang
dapat dipromosikan oleh gereja adalah penggunaan pupuk organik sebagai
alternatif untuk pupuk kimia. Pupuk organik dapat mengurangi dampak negatif
terhadap tanah dan lingkungan, sekaligus memberikan hasil yang lebih
berkelanjutan.[31]
Gereja dapat membantu petani dengan menyediakan informasi, pelatihan, dan akses
ke sumber daya yang mendukung penggunaan pupuk organik.
c) Pembentukan koperasi petani dan jaringan solidaritas. Gereja dapat membantu petani dalam
membentuk koperasi atau kelompok pertanian untuk memperkuat posisi tawar mereka
dalam memperoleh pupuk dan bahan-bahan pertanian lainnya dengan harga yang
lebih terjangkau.[32]
Melalui jaringan solidaritas ini, petani bisa berbagi sumber daya, pengetahuan,
serta mendapatkan dukungan dalam menghadapi krisis.
d) Advokasi kebijakan pertanian yang adil.[33] Gereja juga dapat berperan sebagai
suara bagi petani kecil dalam mendorong kebijakan publik yang lebih adil, seperti
subsidi pupuk yang tepat sasaran, regulasi harga pupuk yang wajar, atau
insentif bagi pertanian berkelanjutan. Gereja, dengan jaringannya yang luas,
memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan kebijakan yang mendukung petani
dan keberlanjutan pertanian.
e) Pendampingan pastoral bagi petani. Karya pastoral gereja juga dapat
mencakup pendampingan bagi petani yang merasa tertekan oleh krisis ini.[34]
Gereja bisa menyediakan layanan konseling, doa, dan dukungan moral bagi petani
yang menghadapi kesulitan. Pendampingan ini tidak hanya bersifat emosional
tetapi juga dapat berupa dukungan praktis dalam mengatasi tantangan-tantangan
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, seperti kesulitan ekonomi atau
masalah terkait dengan perubahan iklim.
f) Mengintegrasikan praktik pertanian dalam liturgi dan doa. Praktik pertanian dapat
diintegrasikan dalam liturgi atau doa-doa khusus. Gereja dapat mengadakan
kebaktian atau doa syukur untuk hasil pertanian, sekaligus mendoakan para
petani agar diberi kekuatan dan kebijaksanaan dalam mengelola tanah mereka.[35] Ini
menjadi pengingat bahwa pertanian adalah pekerjaan yang mulia dan sakral.[36]
g) Kolaborasi dengan lembaga-lembaga
sosial dan lingkungan. Gereja juga dapat bekerja sama dengan organisasi sosial,
lembaga swadaya masyarakat, atau pemerintah untuk memperkenalkan solusi-solusi
lebih lanjut bagi krisis pupuk. Kolaborasi ini dapat mencakup pengembangan
sistem pertanian berbasis komunitas, pendanaan untuk proyek-proyek pertanian
berkelanjutan, atau penelitian tentang inovasi pertanian ramah lingkungan.
VI.
KESIMPULAN
Dalam menghadapi krisis
kelangkaan pupuk yang mengancam ketahanan pangan di Kecamatan Lembor, Manggarai
Barat, teologi pertanian menawarkan perspektif pastoral yang relevan untuk
menyikapi masalah ini. Teologi pertanian mengajarkan bahwa pertanian bukan
hanya sekadar kegiatan ekonomi, tetapi juga panggilan spiritual untuk merawat
ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, gereja memiliki peran penting dalam memberikan
respons terhadap tantangan ini, baik melalui edukasi, advokasi kebijakan,
maupun pendampingan pastoral.
Gereja dapat membantu petani dengan memperkenalkan praktik
pertanian berkelanjutan, seperti penggunaan pupuk organik yang ramah
lingkungan. Selain itu, gereja dapat memfasilitasi pembentukan jaringan
solidaritas petani dan mendorong kebijakan publik yang lebih berpihak pada
petani kecil. Pendampingan pastoral bagi petani yang terdampak krisis
kelangkaan pupuk juga sangat penting, agar mereka tidak hanya memperoleh
dukungan praktis tetapi juga penguatan moral dan spiritual. Dengan integrasi
teologi pertanian dalam karya pastoral, gereja dapat berperan aktif dalam
menciptakan ketahanan pangan yang lebih berkelanjutan di Kecamatan Lembor.
Solusi berbasis iman ini mengajak umat untuk melihat tantangan ini sebagai
bagian dari tanggung jawab bersama dalam merawat ciptaan Tuhan dan mewujudkan
keadilan sosial bagi petani.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Manggarai
Barat. Kecamatan Lembor Dalam Angka 2024.
Batu Cermin: Badan Pusat Statistik Manggarai Barat, 2024.
Baga, Lukman M. “Strategi
Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pertanian Berbasis Jagung di Provinsi
Gorontalo”. Jurnal Manajemen Pembangunan
Daerah. Vol. 1, No. 1, April, 2009.
Benediktus. Wawancara melalui
telepon seluler dengan pada 20 Februari 2025.
Fathoni, Zakky, dkk. “Sustainable
Agriculture: Alih Fungsi Penggunaan Pupuk Kimia Menjadi Pupuk Organik Oleh
Petani Padi Sawah di Desa Setiris”. Melayani:
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol. 1, No. 3, Agustus 2024.
Febriani Sibarani, Marta dan Oloria
Malau. “Analisis Pendampingan Pastoral Dengan Perspektif Gender Terhadap Petani
Perempuan dengan Peran Ganda di Kampung Lumban Sibotik Desa Sibarani
Nasampulu/Namungkup Kecamatan Laguboti Tahun 2021”. Areopagus: Jurnal Pendidikan dan Teologi Kristen. Vol. 20, No. 1,
Maret, 2022.
Febrianti, Riska, dkk. “Mendorong
Penggunaan Pupuk Organik Cair Untuk Pertanian Berkelanjutan di Desa Boga Tama
2”. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Buguh. Vol. 4, No. 01, 2024.
Hamid. “Atasi Kelangkaan Pupuk,
Kadin Mabar akan Bangun Pabrik Pupuk di Lembor”, dalam labuanbajovoice.com, 21 Oktober 2024, https://labuanbajovoice.com/atasi-kelangkaan-pupuk-kadin-mabar-akan-bangun-pabrik-pupuk-di-lembor/#gsc.tab=0, diakses pada Selasa 11 Februari
2025.
Hermawan, Sulhani. “Tinjauan
Keadilan Sosial Terhadap Hukum Tata Pangan Indonesia”. Jurnal Mimbar Hukum. Vol. 24, No. 3, Oktober, 2012.
Hironimus. Wawancara melalui telepon
seluler pada 21 Februari 2025.
Huriani, Yeni, R.F. Bhanu
Viktorahadi dan Mochamad Ziaul Haq. “Cara Pandang Gereja terhadap Kemiskinan
dan Pembangunan”. Hanifiya: Jurnal Studi
Agama-Agama. Vol. 4, Mo. 2, 2021.
Iqtishodia. “Relevansi Advokasi
Lahan Pertanian Advokasi pertanian di Indonesia menjadi lebih inklusif,
berkelanjutan, dan responsive.” Dalam Repoblika.id
pada 15 Februari 2024. file:///C:/-Users/naldy/Downloads/Iqtishodia_15022024_relevansi-advokasi-lahan-pertanian.pdf, diakses pada 23 Februari 2025.
Lifianthi, Agnes Larasati dan Mirza
Antoni. “Penggunaan Pupuk Bersubsidi dalam Menekan Biaya Produksi dan
Pengaruhnya terhadap pendapatan petani di Kecamatan Tanjung Lago”. Jurnal Ilmiah dan Keuangan. Vol. 4, No.
10, Mei 2022.
Lusia. Wawancara melalui telepon
seluler pada 20 Februari 2025.
Mabut, Fridolin dan Wayan Resmini.
“Upacara Penti dalam Masyarakat Kampung Rato di Kabupaten Manggarai”. Civicus: Pendidikan Penelitian Pengabdian
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 8, No. 2, September, 2020.
Makmur, T, M. Radinal Kautsar dan Soyan. “Analisis
Kelangkaan Pupuk Bersubsidi dan Pengaruhnya Terhadap Produktivitas Padi (Oryza
Sativa) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar (The Scarcity Analysis of Subsidized Fertilizer and Its Effect on Rice
Productivity in Montasik Subdistrict, Aceh Besar Regency)”. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Pertanian. Vol. 5, No. 1, Februari 2020.
Markus Heman. Wawancara melalui telepon
seluler pada 12 Februari 2025.
Pakpahan, Marisi, Siti Khadijah
Hidayat dan Sri Sundari. “Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam di
Indonesia: Tantangan Dan Peluang Untuk Masa Depan”. Jurnal
Manuhara: Pusat Penelitian Ilmu Manajemen dan Bisnis. Vol. 2, No. 2, April, 2024.
Panjaitan, Firman. “Membangun
Teologi Pertanian Melalui Pembacaan Lintas Tekstual Injil Matius dan Kosmologi
Jawa”, Jurnal Teologi dan Pendidikan
Kristen. Vol. 1, No. 1, Juni 2020.
Praganingrum, Istri Tjokorda, dkk.
“Persepsi Masyarakat Terkait Penerapan Konsep Desain Ekologi Terhadap
Pembangunan Berkelanjutan Pada Tepian Sungai Ayung”. Jurnal Ganec Swara. Vol. 7, No. 4, Desember, 2023.
Rangkuti, Sahnan. “Efektivitas Pendistribusian
Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Deli Serdang Studi Kasus di Kecamatan Hamparan
Perak”. Jurnal Administrasi Publik. Vol.
3, No. 2, 2012.
Rau, Asda dan Cindy Erica Karsidi
dan Mahludin H. Baruwadi. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Pupuk
Bersubsidi Pada Kelompok Tani Padi Sawah di Kecamatan Tolangohula”. Jurnal Agrinesia. Vol. 8, No. 1,
November, 2023.
RegionalNTT - Nttvox.com. “Lembor
Berubah, dari Lumbung Pangan ke Pusat Masalah” dalam NTTvox.com, pada 25 Agustus 2022, https://voxntt.com/2022/08/25/lembor-berubah-dari-lumbung-pangan-ke-pusat-masalah/89597/,
diakses pada 19 Februari 2025.
Sagajoka, Estherlina, Lestiana Setia
dan Reyna V. Nona. “Analisis Pendapatan dan Biaya Usahatani Padi Sawah di Desa
Daleng Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat”. Jurnal Equilibrium. Vo. 1, No.2, 2021.
Santoso, Budi Purbayu.
“Kelangkaan Pupuk dan Alternatif Pemecahannya”. Jurnal Pangan. Vol. 52, No. XVII, Oktober-Desember, 2008.
Satria, Gerasimos. “Reses di Lembor,
Rusding Terima Aspirasi Kelangkaan Pupuk”, dakam victorynews.id, 29 Oktober 2024, https://www.victorynews.id/ntt/33113833554/reses-di-lembor-rusding-terima-aspirasi-kelangkaan-pupuk di akses pada Selasa 11 Februari
2025.
Setiawan, Yusak Agus. “Membangun
Keterampilan Bertani Berlandaskan Alkitab”. Jurnal
Silih Asih. Vol. 1, No. 1, Februari, 2024.
Sorongan, Ferdinand Zet. “Petani
Sebagai Panggilan Iman”. Educatio
Christi. Vol. 1, No. 2, 2020.
Usman, Edi, dkk.“Edukasi Pertanian
Berkelanjutan Untuk Generasi Muda (Program Penyuluhan di Madrasah Aliyah Al
Mawaddah Warrahmah Kolaka)”. Servis: Jurnal
Pengabdian dan Layanan Kepada Masyarakat. Vol. 3, No. 01, Desember, 2024.
Yasin, Muhammad dan Febby Dany
Lestary. “Analisis Dampak Kelangkaan Pupuk Terhadap Pendapatan Petani Padi Di
Desa Kacangan Kabupaten Lamongan”. JRIME:
Jurnal Riset Manajemen Dan Ekonomi. Vol.
1, No. 4, Oktober, 2023.
Yulianto, Kiki. “Agroekologi: Model
Pertanian Berkelanjutan Masa Depan”. Jurnal
Tambora. Vol. 1, No. 3, Desember, 2016.
[1] Lestiana Setia, Reyna V. Nona dan Estherlina
Sagajoka, “Analisis Pendapatan dan Biaya Usahatani Padi Sawah di Desa Daleng
Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat”, Jurnal Equilibrium, 1:2 (Ende: 2021), hlm 46.
[2] Hamid, “Atasi Kelangkaan Pupuk, Kadin Mabar
akan Bangun Pabrik Pupuk di Lembor”, dalam labuanbajovoice.com,
21 Oktober 2024, https://labuanbajovoice.com/atasi-kelangkaan-pupuk-kadin-mabar-akan-bangun-pabrik-pupuk-di-lembor/#gsc.tab=0, diakses pada Selasa 11 Februari 2025.
[3] Hasil wawancara melalui telepon seluler dengan
Ibu Lusia selaku petani Sawah di Lembor, Manggarai Barat, pada 20 Februari
2025.
[4] M. Radinal Kautsar, Soyan dan T. Makmur,
“Analisis Kelangkaan Pupuk Bersubsidi dan Pengaruhnya Terhadap Produktivitas
Padi (Oryza Sativa) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar (The Scarcity Analysis of Subsidized
Fertilizer and Its Effect on Rice Productivity in Montasik Subdistrict, Aceh
Besar Regency)”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 5:1 (Banda Aceh: Februari 2020), hlm. 98.
[5] Hasil wawancara melalui telepon seluler dengan
Bapak Hironimus selaku petani sawah di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat, pada
21 Februari 2025.
[6] Gerasimos Satria, “Reses di Lembor, Rusding
Terima Aspirasi Kelangkaan Pupuk”, dakam victorynews.id,
29 Oktober 2024, https://www.victorynews.id/ntt/33113833554/reses-di-lembor-rusding-terima-aspirasi-kelangkaan-pupuk di akses pada Selasa 11 Februari 2025.
[7] Firman Panjaitan, “Membangun Teologi Pertanian
Melalui Pembacaan Lintas Tekstual Injil Matius dan Kosmologi Jawa”, Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen,
1:1 (Kalisoro: Juni 2020), hlm. 48.
[8] Hasil wawancara melalui telepon seluler dengan
bapak Markus Heman selaku petani di Lembor, Manggarai Barat, pada 12 Februari
2025.
[9] Agnes Larasati, Mirza Antoni dan Lifianthi,
“Penggunaan Pupuk Bersubsidi dalam Menekan Biaya Produksi dan Pengaruhnya
terhadap pendapatan petani di Kecamatan Tanjung Lago”, Jurnal Ilmiah dan Keuangan, 4:10 (Palembang: Mei, 2022), hlm. 4470.
[10] Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat,
Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu kota premium di Indonesia.
Ibu Kota Kecamatan Lembor di Tangge Lembor. Secara geografis Kecamatan Lembor
memiliki empat batas wilayah yakni: bagian Utara: Kecamatan Welak, bagian
Selatan: Kecamatan Lembor Selatan, bagian Barat: Kecamatan Sano Nggoang, bagian
Timur: Kabupaten Manggarai. Kecamatan Lembor terdiri 17 Desa dan 2 Kelurahan
dengan luas wilayah 145,68Km2. Pada umumnya mata pencaharian
masyarakat adalah petani dengan luas persawahan Lembor 3.085 hektar. Bdk. Badan
Pusat Statistik Manggarai Barat, Kecamatan
Lembor Dalam Angka 2024, (Batu Cermin: Badan Pusat Statistik Manggarai
Barat, 2024), hlm. 3.
[11] Hasil wawancara melalui telepon seluler dengan
Bapak Benediktus, selaku petani sawah di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat,
pada 20 Februari 2025.
[12] M. Radinal Kautsar, Soyan dan T. Makmur, op.cit., hlm. 103.
[13] Purbayu Budi Santoso, “Kelangkaan Pupuk dan
Alternatif Pemecahannya”, Jurnal Pangan,
52:XVII (Semarang: Oktober-Desember, 2008), hlm. 62.
[14] Ibid.
[15] Lestiana Setia, Reyna V. Nona dan Estherlina
Sagajoka., op.cit, hlm.53.
[16] Berita RegionalNTT - Nttvox.com, “Lembor
Berubah, dari Lumbung Pangan ke Pusat Masalah” dalam NTTvox.com, pada 25 Agustus 2022,
https://voxntt.com/2022/08/25/lembor-berubah-dari-lumbung-pangan-ke-pusat-masalah/89597/,
diakses pada 19 Februari 2025.
[17] Febby Dany Lestary dan Muhammad Yasin,
“Analisis Dampak Kelangkaan Pupuk Terhadap Pendapatan Petani Padi di Desa
Kacangan Kabupaten Lamongan”, JRIME:
Jurnal Riset Manajemen Dan Ekonomi, 1:4 (Surabaya: Oktober, 2023), hlm. 54.
[18] Sahnan Rangkuti, “Efektivitas Pendistribusian
Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Deli Serdang Studi Kasus di Kecamatan Hamparan
Perak”, Jurnal Administrasi Publik,
3:2 (Deli Serdang: 2012), hlm. 290.
[19] Firman Panjaitan, op. cit., hlm. 46.
[20] Ibid.
[21] Cindy Erica Karsidi, Mahludin H. Baruwadi dan
Asda Rau, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Pada
Kelompok Tani Padi Sawah di Kecamatan Tolangohula”, Jurnal Agrinesia, 8:1 (Gorontalo: November, 2023), hlm. 22.
[22] Siti Khadijah Hidayat, Sri Sundari dan Marisi
Pakpahan, “Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Indonesia:
Tantangan Dan Peluang Untuk Masa Depan”, Jurnal
Manuhara: Pusat Penelitian Ilmu Manajemen dan Bisnis, 2:2 (Jakarta: April,
2024), hlm. 105.
[23] Sulhani Hermawan, “Tinjauan Keadilan Sosial
Terhadap Hukum Tata Pangan Indonesia”, Jurnal
Mimbar Hukum, 24:3 (Surakarta: Oktober, 2012), hlm. 491.
[24] Zakky Fathoni, dkk, “Sustainable Agriculture:
Alih Fungsi Penggunaan Pupuk Kimia Menjadi Pupuk Organik Oleh Petani Padi Sawah
di Desa Setiris”, Melayani: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 1:3 (Jambi: Agustus 2024), hlm. 108.
[25] Tjokorda Istri Praganingrum, dkk, “Persepsi
Masyarakat Terkait Penerapan Konsep Desain Ekologi Terhadap Pembangunan
Berkelanjutan Pada Tepian Sungai Ayung”, Jurnal
Ganec Swara, 7:4 (Denpasar: Desember, 2023), hlm. 1943.
[26] Ferdinand Zet Sorongan, “Petani Sebagai
Panggilan Iman”, Educatio Christi,
1:2 (Tomohon: 2020), hlm. 45.
[27] R.F. Bhanu Viktorahadi, Mochamad Ziaul Haq dan
Yeni Huriani, “Cara Pandang Gereja terhadap Kemiskinan dan Pembangunan”, Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama, 4:2
(Bandung: 2021), hlm. 55-56.
[28] Yusak Agus Setiawan, “Membangun Keterampilan
Bertani Berlandaskan Alkitab”, Jurnal
Silih Asih, 1:1 (Bogor: Februari, 2024), hlm. 1.
[29] Edi Usman, dkk, “Edukasi Pertanian
Berkelanjutan Untuk Generasi Muda (Program Penyuluhan di Madrasah Aliyah Al
Mawaddah Warrahmah Kolaka)”, Servis: Jurnal
Pengabdian dan Layanan Kepada Masyarakat, 3:01 (Kolaka: Desember, 2024),
hlm. 9.
[30] Teknik Agroekologi merupakan pertanian
berkelanjutan yang bekerja dengan alam. Teknik ini menerapkan konsep dan
prinsip ekologi (hubungan antara tumbuhan, hewan, manusia, dan lingkungan) dan
sosial pada desain dan pengelolaan sistem pangan dan pertanian berkelanjutan.
Agroekologi dapat meningkatkan kemampuan untuk terus berfungsi ketika
berhadapan dengan kejadian tak terduga seperti perubahan iklim. Ketahanan
terhadap bencana iklim berhubungan erat dengan keragaman hayati pertanian;
praktik-praktik yang meningkatkan keragaman hayati pertanian memungkinkan untuk
meniru proses-proses ekologi alami, sehingga memungkinkan mereka menanggapi
perubahan dan mengurangi risiko dengan lebih baik. Bdk. Kiki Yulianto,
“Agroekologi: Model Pertanian Berkelanjutan Masa Depan”, Jurnal Tambora, 1:3 (Sumbawa: Desember, 2016), hlm. 49.
[31] Riska Febrianti, dkk, “Mendorong Penggunaan
Pupuk Organik Cair Untuk Pertanian Berkelanjutan di Desa Boga Tama 2”, Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Buguh,
4:01 (Lampung: 2024), hlm. 69.
[32] Lukman M Baga, “Strategi Pengembangan
Kelembagaan Koperasi Pertanian Berbasis Jagung di Provinsi Gorontalo”, Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah, 1:1
(Bogor: April, 2009), hlm. 44.
[33] Iqtishodia, “Relevansi Advokasi Lahan Pertanian
Advokasi pertanian di Indonesia menjadi lebih inklusif, berkelanjutan, dan
responsive,” dalam Repoblika.id pada
15 Februari 2024. file:///C:/-Users/naldy/Downloads/Iqtishodia_15022024_relevansi-advokasi-lahan-pertanian.pdf, diakses pada 23 Februari 2025.
[34] Oloria Malau dan Marta Febriani Sibarani, “Analisis Pendampingan Pastoral
Dengan Perspektif Gender Terhadap Petani Perempuan dengan Peran Ganda di
Kampung Lumban Sibotik Desa Sibarani Nasampulu/Namungkup Kecamatan Laguboti
Tahun 2021”, Areopagus: Jurnal Pendidikan
dan Teologi Kristen, 20:1 (Tarutung: Maret, 2022), hlm. 133.
[35] Wayan Resmini dan Fridolin Mabut, “Upacara
Penti dalam Masyarakat Kampung Rato di Kabupaten Manggarai”, CIVICUS: Pendidikan Penelitian Pengabdian
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 8:2 (Mataram: September, 2020),
hlm. 62.
[36] Firman Panjaitan, op. cit., hlm. 56-57.
Post a Comment for "Teologi Pertanian dalam Menanggapi Kelangkaan Pupuk: Perspektif Pastoral Gereja Terhadap Ketahanan Pangan di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat - Nerapost"