Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Panggilan Nabi Amos Pada Masa Perjanjian Lama Relevansinya di Abad ke-21 - Nerapost

 

(Dokpri: Rofin Nenggor)


Oleh: Rofin Nenggor

Nabi Amos adalah salah satu nabi besar yang sangat terkenal pada kisah perjanjian lama. Nabi Amos adalah seorang nabi yang berasal dari dari Yehuda, kerajaan Selatan namun berkarya di Israel, Kerajaan Utara. Kemungkinan besar pelayanan nabi Amos terjadi pada tahun 760-750 sebelum masehi. Nabi Amos memiliki latar belakang sebagai seorang petani dan penggembala ternak di sebuah daerah di Yehuda, kerajaan Selatan. Kondisi politik Kerajaan Utara pada waktu itu, kerajaan Utara dikelilingi oleh tiga kekuatan besar yaitu Babel, Asyur dan Mesir. Tiga kekuatan besar ini selalu membayang-bayangi kerajaan Utara waktu itu.

Tema-Tema Teologis Perutusan Nabi Amos

Ada beberapa latar belakang perutusan nabi Amos pada waktu itu yaitu sebagai berikut:

Pertama, universalitas keselamatan. Pada waktu itu, kerajaan Utara tengah mengalami kejayaan di berbagai bidang sehingga dalam diri bangsa Israel timbul kesombongan spiritual yang menganggap bahwa kasih dan keselamatan Allah hanya milik mereka, karena mereka adalah bangsa pilihan Allah. Nabi Amos memperingatkan bangsa Israel bahwa status mereka yang notabene sebagai bangsa pilihan tidak menjamin bahwa mereka semua nantinya akan masuk surga. Apabila mereka sering mengabaikan segala larangan dan tidak setia kepada Allah, maka Allah juga akan menjatuhkan hukuman kepada mereka. Selanjutnya nabi Amos juga mengingatkan bahwa keselamatan Allah itu bersifat Universal, artinya tidak hanya terbatas untuk bangsa Israel saja, melainkan semua bangsa yang dikehendaki Allah sendiri.

Kedua, praksis keadilan yang merata. Kejayaan-kejayaan bangsa Israel tidak seluruhnya dirasakan oleh semua masyarakat disana, melainkan hanya dirasakan oleh segelintir orang saja. Disisi lain masih banyak masyarakat juga yang menderita dan mengalami ketidakadilan. Ketidakadilan bagi masyarakat kecil inilah yang dikecam oleh nabi Amos.

Ketiga adalah monoteisme ibadat. Menurut nabi Amos ibadat serta korban persembahan yang dilakukan oleh umat Israel tidak ada gunanya jika dalam kesehariannya, mereka selalu melakukan penindasan terhadap masyarakat kecil. Nabi Amos menegaskan bahwa perwujudan iman yang baik adalah melalui perayaan ibadat, dan ibadat yang paling baik menurut nabi Amos adalah yang disertai dengan aksi nyata, artinya perayaan ibadat yang dilaksanakan diwujudkan juga dalam tindakan.

Beberapa Hal yang Dapat Diteladani dari Panggilan Nabi Amos

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan refleksi kita dari panggilan dan perutusan nabi Amos pada kisah perjanjian lama dan kita bisa kita implementasikan pada era dewasa ini, yaitu sebagai berikut:

Pertama, Nabi Amos dipilih Allah dari latar belakang kehidupan yang sederhana. Diketahui, nabi Amos bukanlah seorang yang berasal dari kalangan atas pada masa itu, diceritakan bahwa ia berasal dari kalangan kelas bawah, yang adalah seorang petani dan penggembala ternak. Namun, Allah tetap memilihnya untuk menjadi penyambung lidah-Nya kepada bangsa Israel kala itu. Hal ini dapat menjadi bahan refleksi yang mendalam bagi kita di zaman sekarang, bahwa siapapun kita, seperti apapun latar belakang kita, kita dapat dipilih oleh Allah untuk menyampaikan dan menjalankan rencana keselamatan-Nya bagi umat manusia serta ciptaan-Nya yang lain.  Sama seperti para nabi, mereka semua dipilih oleh Allah sejak mereka dalam kandungan dan bahkan sebelum mereka ada. Allah telah menguduskan orang-orang yang dipilih-Nya bahkan jauh sebelum mereka diciptakan.

Kedua, nabi Amos berasal dari daerah Yehuda, Kerajaan Selatan, tetapi menjalankan perutusannya di Israel, Kerajaan Utara. Untuk kita ketahui bahwa pada waktu itu hubungan antara Kerajaan Utara dan Kerajaan Selatan sedang tidak baik karena beberapa persoalan waktu itu. Sehingga sesuatu hal yang ekstrem sebetulnya, dimana nabi Amos yang notabene berasal dari wilayah “musuh” berkarya di wilayah Kerajaan Utara. Tentunya akan beresiko besar bagi keselamatan nabi Amos sendiri nantinya karena bisa saja dia dibunuh oleh orang-orang Israel yang anti Kerajaan Selatan disana. Tetapi, apakah nabi Amos menolak panggilan Allah?. Tentu tidak, nabi Amos dengan resiko yang besar, memberikan dirinya untuk sepenuhnya dipakai oleh Allah sendiri untuk menyampaikan sabda-Nya kepada umat Israel. Hal yang sama juga dapat menjadi bahan refleksi kita bersama untuk tampil dengan berani menegakan keadilan dan kebenaran di zaman dewasa ini. Namun pada kenyataannya kita seringkali takut untuk dibenci oleh orang lain, sehingga kita seolah menutup mata dengan segala penindasan dan ketidakadilan yang terjadi pada masyarakat kelas bawah. Kita lebih bersikap egois dan mementingkan diri kita sendiri, sehingga kita seolah menutup mata dengan penderitaan yang lain. Nabi Amos adalah teladan yang sempurna untuk kita dalam mewartakan dan menegakan keadilan bagi sesama.  

 

Menjadi ‘Nabi Amos’ di Abad Ke 21

Abad ke 21 adalah zaman dimana teknologi berkembang begitu pesat. Keberadaan teknologi sudah menjangkau hampir di semua bidang kehidupan manusia baik itu pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lain sebagainya. Seiring peningkatan alat-alat teknologi, di satu sisi peningkatan kejahatan juga menjadi hal yang paling disoroti di abad ini. Peningkatan kasus kekerasan, pembunuhan, korupsi, serta penindasan terhadap masyarakat kecil dan lemah serta eksploitasi alam yang tidak bertanggung jawab, telah menjadi fenomena yang terus meningkat akhir-akhir ini. Kita dituntut untuk menjadi “nabi Amos” di zaman sekarang ini. Kita mesti berani menyuarakan ketidakadilan sebagai bentuk implementasi perutusan nabi Amos di zaman sekarang ini. Lebih baik dibenci banyak orang karena menyuarakan kebenaran, dibanding disukai banyak orang karena menutup mata demi kejahatan. Jadilah seorang nabi Amos” yang selalu memberi diri untuk dipakai  Allah demi demi mewujudkan karya penyelamatannya.

Post a Comment for "Panggilan Nabi Amos Pada Masa Perjanjian Lama Relevansinya di Abad ke-21 - Nerapost"