Menelaah Kasus Kerusakan Hutan di Keuskupan Ruteng dalam Perspektif Biblis - Nerapost
(Dokpri: Jonisius Lalung)
Oleh: Jonisius Lalung*
Pengrusakan hutan oleh manusia menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama di wilayah keuskupan Ruteng yang dikenal dengan kekayaan alam dan hutan tropisnya. Manusia telah merusak dan mengeksploitasi alam ciptaan demi memenuhi kebutuhan dan kepentingan individu dan kelompok. Fenomena semacam ini telah mengakar di tengah kehidupan manusia baik pada skala lokal, nasional maupun internasional. Hal ini disebabkan oleh manusia yang melihat dirinya sebagai penguasa atas alam ciptaan.
Pandangan ini mendorong umat manusia untuk melihat alam ciptaan lebih sebagai objek semata dari pada sebagai subjek yang harus dihargai dan dihormati secara sungguh-sungguh. Akibatnya adalah manusia dengan bebas merusak dan mengeksploitasi alam ciptaan dengan sewenang-wenang. Kebebasan ini tentu menciptakan kerusakan lingkungan hidup di tengah kehidupan manusia. Manusia perlu menyadari bahwa perusakan lingkungan hidup tidak hanya menghancurkan alam tetapi juga dapat merusak dan mengganggu kehidupan manusia sendiri.
Perusakan lingkungan hidup dapat meliputi aksi deforestasi, penggunaan obat-obat kimia dan masalah sampah. Aksi deforestasi nampak jelas melalui penebangan dan pembakaran hutan sehingga dialihfungsikan menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Aksi ini dapat menimbulkan persoalan baru seperti kepunahan sumber mata air dan meningkatnya musibah longsor. Pengrusakan lingkungan hidup juga terjadi melalui penggunaan obat-obat kimia.
Maraknya penggunaan obat-obat kimia dapat menyebabkan kualitas kesuburan tanah terdegradasi. Tanah menjadi kering dan tandus sebab mikroorganisme dan makroorganisme telah punah bahkan menjadi mati. Penggunaan obat-obat kimia dapat mempercepat proses pertumbuhan dan peningkatan nilai ekonomis di tengah masyarakat. Penggunaan obat-obat kimia secara berlebihan akan merusak kualitas tanah baik sekarang maupun di masa mendatang. Untuk itu, penggunaan obat-obat kimia perlu dikontrol dan diperhatikan dengan baik supaya dapat digunakan secara bertanggung jawab.
Dalam pendekatan biblis, kerusakan alam dapat dipahami sebagai akibat dari ketidakpatuhan manusia terhadap perintah Tuhan untuk mengelola dan memelihara bumi. Dalam Kitab Kejadian 2:15, manusia diberikan tanggung jawab untuk mengurus taman Eden, yang dapat diartikan sebagai panggilan untuk menjaga dan merawat alam semesta yang diciptakan oleh Tuhan. Selain itu, Alkitab juga mengajarkan tentang pentingnya kasih sayang dan keadilan terhadap ciptaan Tuhan. Manusia dipanggil untuk mengasihi sesama manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Dalam Mazmur 24:1, dikatakan bahwa bumi dan segala isinya adalah milik Tuhan. Oleh karena itu, manusia harus bertanggung jawab dalam pengelolaan dan perlindungan terhadap alam.
Dalam menghadapi kerusakan alam, pendekatan biblis menekankan pentingnya pertobatan ekologis, yaitu perubahan sikap dan tindakan manusia yang lebih bertanggung jawab terhadap alam. Pertobatan ekologis melibatkan kesadaran akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh perilaku manusia terhadap lingkungan, serta komitmen untuk mengubah pola pikir dan tindakan yang merusak alam. Riset Simangunsong dkk, menekankan bahwa dengan mengembangkan pemahaman tentang eco-literacy di kalangan jemaat dan melakukan transformasi ekologis menuju pembangunan berwawasan lingkungan, sebab penyelamatan bumi sebagai tanggung jawab iman gereja di tengah realitas kerusakan ekologis.
Banyak pihak telah menyatakan keprihatinannya terhadap masalah pengrusakan lingkungan hidup baik pemerintah, agama, budaya dan lembaga sosial masyarakat, serta organisasi organisasi swasta yang ada di seluruh dunia. Bentuk keprihatinan tersebut nampak melalui berbagai upaya pelestarian lingkungan hidup. Adanya upaya pelestarian lingkungan hidup dari pemerintah dan lembaga swasta menunjukkan bahwa masalah krisis lingkungan hidup sudah semakin parah. Masalah ini perlu diatasi secara bersama-sama. Hal ini bukan hanya tugas dan tanggung jawab dari pemerintah, kelompok atau orang-orang tertentu saja. Sebaliknya, semua orang bertanggung jawab terhadap masalah krisis lingkungan hidup sebab masalah ini merupakan masalah bersama.
Gereja Katolik juga dipanggil untuk terlibat dalam mengatasi masalah pengrusakan lingkungan hidup. Ia memiliki tanggung jawab dan peran yang besar dalam mengatasi masalah tersebut. Masalah pengrusakan lingkungan hidup bukan hanya merupakan masalah sosial tetapi merupakan masalah pastoral sebab ia bersentuhan langsung dengan kehidupan umat manusia dan alam ciptaan. Tanggung jawab dan keprihatinan Gereja Katolik terhadap masalah pengrusakan lingkungan hidup telah direalisasikan sejak lama. Hal ini nampak melalui seruan pastoral dari para pemimpin Gereja Katolik. Para pemimpin Gereja Katolik di dunia telah memberikan perhatian yang serius terhadap masalah pengrusakan lingkungan hidup yang menimpa umat manusia dan alam ciptaan.
Keuskupan Ruteng mengajak seluruh umat katolik di Manggarai raya untuk berupaya agar sumber daya alam yang mendukung kemakmuran manusia dapat dipertahankan dan terus digunakan oleh generasi yang akan datang. Keuskupan Ruteng memberikan wujud nyata dalam hal ini melalui pencanangan tahun pastoral ekologi integral pastoral ini, segenap umat Allah di Keuskupan Ruteng berusaha membangun suatu kesadaran akan pentingnya melestarikan lingkungan hidup. Sebagai bentuk aksi nyata dari kesadaran itu pada Senin, 17/6/2024, Keuskupan Ruteng mengadakan aksi penanaman pohon mangrove di hutan bakau Terang, kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat.
*Mahasiswa Stipas St. Sirilus Ruteng
Post a Comment for "Menelaah Kasus Kerusakan Hutan di Keuskupan Ruteng dalam Perspektif Biblis - Nerapost "