Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Felicia Gadis yang Suka Mengkritik || Cerpen Aldi Jemadut

Felicia; Gadis yang Suka Mengkritik || Cerpen Aldi Jemadut

(Sumber gambar: www.idntimes.com)

Felicia adalah seorang gadis cantik nan rupawan pada sebuah kampus universitas ternama di salah satu kota. Dia sangat sederhana. Mungkin karena Ia berangkat dari keluarga yang sederhana. Kehidupannya tidak seperti gadis lain, selera tinggi ekonomi lemah. Gayanya lain dari yang lain, mungkin sebuah keunikannya. Hobinya membaca novel dan cerpen. Orangnya jiwa politik dan hobi kritik.

Suatu hari aku duduk di salah satu pondok di belakang kampus. Kebetulan ia di pondok tersebut sedang membaca novel “Dunia Sophie” sebuah novel filsafat yang sangat terkenal diseluruh dunia. Novel tersebut karya dari Jostein Gaarder. Novel Dunia Sophie ini merupakan salah satu novel terlaris di dunia. Sophie’s World telah diterjemahkan dalam 50 bahasa, salah satunya bahasa Indonesia. Bukan hanya novel, Felicia juga hobi membaca buku. Salah satu buku yang dibacanya berjudul “Dasar-dasar Ilmu Politik”.

 

(Baca juga: Pesan Ibu dari Seberang Pada Anak Gadisnya || Puisi BD)

 

 


 

Felicia tertarik membaca novel Dunia Sophie, karena di dalamnya menceritakan tentang Sophie, seorang gadis pelajar sekolah menengah berusia empat belas tahun. Seakan tersentak dari rutinitas hidup sehari-hari, surat-surat itu membuat Sophie mulai mempertanyakan soal-soal mendasar yang tak pernah dipikirkannya selama ini. Dia mulai belajar berfilsafat. Suatu hari sepulang sekolah, dia mendapatkan sebuah surat misterius yang hanya berisikan satu pertanyaan: Siapa kamu? Dari manakah datangnya dunia? Demikian satu dua pertanyaan pada sampul belakang novel tersebut. Pada novel tersebut juga ada tertulis “Kata banyak orang, filsafat itu sulit”. Siapa bilang?

Setelah aku membaca pengantar pada novel tersebut, aku bertanya pada Felicia. Apa yang menarik di balik novel ini? Dia menjawab, yang menarik di balik novel ini adalah tentang sejarah Filsafat sejak awal perkembangannya di Yunani hingga abad kedua puluh. Dalamnya menyajikan tentang filsafat. Dengan cara ini, filsafat yang terkesan sulit dan berat untuk dipelajari dapat disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dicerna. Demikian alasan Felicia.

 

(Baca juga: Menunggu Versi Terbaik dari Tuhan || Cerpen Erlin Efrin)

 

Lalu aku menyambung, orang yang bijaksana adalah orang yang tidak mengetahui apa-apa. Orang yang tolol adalah orang yang mengetahui sesuatu tapi tidak tahu apa-apa. Setelah mendengar ucapan itu, dia tertawa semringah. Mungkin dia semringah sindir. Entahlah itu urusan kemudian.  

Felicia sangat estetik dalam berfilsafat, apalagi politik dan kritik. Maklum gadis manis hobi kritik. Dia menguasai ilmu politik dengan apik. Jangan coba-coba mengkritiknya, jika mengkritik sama hal kita membongkar kedunguan padanya. Orangnya suka mengkritik dan memberi solusi atas kritiknya. Bukan seperti para politisi yang lain, suka kritik tapi tidak memberi solusi. Dungu semakin meningkat. Felicia tahu posisinya. Kadang teman-temannya menghindar darinya, karena Ia lebih memilih membaca buku ketimbang mendengar gosip temannya yang tidak penting.

 

 


 

(Baca juga: Diam Itu Luka || Cerpen Adryan Naja)

 

Setelah aku dengannya berbincang sekitar isi novel yang sedang dibacanya, selanjutnya alih ke situasi politik yang terjadi pada salah satu Kabupaten. Aku mencoba mengumpannya dengan sedikit guyonan. “Fhe, politik di Kabupaten ini amburadul ya, kebijakan pun tidak tahu arahnya, para pemimpinan Kabupaten seakan menggunakan uang negara sesuka hati ya,” candaku padanya sambil tertawa. “Apakah para politisi di Kabupaten ini tidak mampu meletakkan dirinya pada posisi sebenarnya? Ataukah politisi ini kebanyakan mengandung terasi masa bodoh?” Lanjutku. Sambil lihat pesan whatsApp pada handphone Androidnya, Fhe menjawab “Bagi saya pribadi para politisi di Kabupaten ini kebanyakan yang suka terasi,” lanjutnya dengan tertawa semringah. Menurut pengamatan saya, kebijakan di kabupaten ini sesuka para pemimpin, juga tidak tahu arahnya ke mana. Mereka yang sebagai kapten Kabupaten ini belum mampu membawa kabupaten ini ke lautan sejahtera dan kemakmuran.

Yang ada hanya berputar sekitar dermaga atau pelabuhan penderitaan. Masyarakat mogok atau mandeg arah kesejahteraannya ke mana. Korupsi Kolusi dan Nepotisme menjadi masalah utama di Kabupaten ini. Jangan heran jika lautan kesejahteraan hancur oleh tsunami korupsi. Masyarakat bisa apa coba? Bayangkan, waktu mereka kampanye. Mereka menata bahasa seapik mungkin agar masyarakat percaya. Begitu banyak janji yang mereka lontarkan. Bupati dan DPRD sama, tidak ada bedanya, sama-sama terasi politik. Apalagi ditambah kecap sedikit, eh tambah manis janjinya.

Lebih menarik lagi didukung oleh kumis tebal berlapis kutu, saku tebal berlapis ATM. Masyarakat hanya saku tipis berlapis penderitaan. Jujur ya, saya merasa muak dengan janji-janji, baik Bupati atau pun DPRD, bagi saya mereka sedang menampilkan drama kedunguan. Kali lalu saya menulis opini berjudul “KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) Kapten Termahal Kabupaten”. Ya, mungkin hanya bukan untuk Kabupaten, di negeri ini pun KKN mejadi semakin di depan. Kita tahu bahwa Korupsi itu adalah tindakan tidak bermoral, sebab itu merupakan pencurian atas aset negara menjadi milik pribadi.

 

(Baca juga: Pacar Kontrak di Tempat KKN || Cerpen BD)

 

Kita lihat ke depannya apa yang terjadi jika KKN menjadi kapten Kabupaten. Apakah masyarakat mengalami kesejahteraan? Ataukah penderitaan? Jika seandainya besok lusa dengan adanya kapten korupsi di kabupaten ini, masyarakat bahagia dan sejahtera maka kita pertahankan korupsi itu. Jika tidak ya, jangan percaya lagi dengan para pemimpin yang ada sekarang, sebab mereka semua muka uang,

Setelah Ia menjelaskan tentang kebijakan politik pada salah satu Kabupaten, Ia pamit untuk masuk kelas kembali. "Kak, maaf ya, sebentar baru lanjut mengerumuninya. Saya kembali ke kelas dulu. Oh iya, by the way sekarang kamu mata kuliah apa? Tanyaku padanya. Mata kuliah “Politik kak," jawabnya singkat. "Oke kak, sampai jumpa di lain waktu ya, oh iya kak, ini nomor WhatsApp-ku," tandasnya lagi.

"Ok nona jangan lupa jawaban atas pertanyaan pada novel “Dunia Sophie” itu. Siapa kamu? Dari manakah datangnya dunia?" candaku padanya menutup diskusi singkat itu.

Post a Comment for "Felicia Gadis yang Suka Mengkritik || Cerpen Aldi Jemadut"