Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jumpa di Taman Kota Felix Fernandez || Cerpen BD

(Sumber gambar: www.kibrispdr.org)


Oleh: BD, Admin Nerapost.eu.org

 “Kaka, muka baru di sini le?” tanya gadis itu, setelah aku memindahkan kursi di sampingnya. Aku membalasnya dengan senyum sambil berkata “Benar nona, saya baru satu Minggu di sini.” Kami berdua duduk berdekatan kira-kira dua meter lebih.

 Pandangan mataku terhalang oleh beberapa tiang bambu di bale-bale itu. Dengan sedikit ragu aku bertanya dengan suara yang cukup pelan “Nona sendiri saja k?” sambil berusaha mencari ekor matanya. Dengan logat Nagi, ia menjawab “Ia le kak.”


(Baca juga: Ursula Gagal di Atas Ranjang || Cerpen BD)


Aku memesan kopi hitam pada kedai itu. Sambil menunggu kopi itu. Nona itu berkata lagi “Kak, kita duduk di sini k,” sambil menggeserkan tubuhnya ke arah kiri. Tanpa pikir panjang, aku pun bergegas dan duduk tepat di sampingnya. Ia mengulurkan tangannya dan kami pun berkenalan di bawah lampu yang cukup redup. Ombak di pantai masih tenang, seakan merestui perkenalan kami malam itu.

Paras nona Nagi bukan kaleng-kaleng, dagu runcing, lesung pipi dan juga hidung mancung membuat aku semakin grogi di sampingnya. Kopi pesananku sudah ada di atas meja. Kami mulai bercerita tentang angin malam yang mulai membisik lirih pada tubuh yang dibalut dengan baju-baju tipis.




(Baca juga: Pembunuh Bayaran Berdarah Dingin di Balik Mimbar || Cerpen BD)


“Kak, minta maaf. Saya boleh tanya? Kaka ini frater k?” sambil menatapku dengan wajahnya yang penasaran. “Tidak nona, saya guru di salah satu sekolah di sini,” kataku sambil meraih pemantik di meja yang hampir jatuh ke lantai. Ia tidak percaya dengan jawabanku. Ia kembali berkata “Kog beda le kaka. Kaka ini macam tenang dan dewasa sekali le,” lanjutnya.

Kira-kira dua jam kami duduk di bale-bale itu. Wajahnya masih tersimpan rasa penasaran dengan identitasku. Ekor matanya selalu tertuju pada wallpaper HPku. Untung saja pada saat itu aku lebih dulu menggantikan wallpaper HP dengan foto Tony Kroos, gelandang milik Real Madrid itu.


(Baca juga: Pendidikan dan Tanggung Jawab Sosial - Nerapost)




Sebelum kami pamit dari tempat itu, ia mulai membongkar identitasnya. “Kak, kalau ada waktu pesiar-pesiar ke rumah.” Kami pun pamit dari tempat itu. Ia mengendarai motor scoopy merah. Perjumpaan itu menjadi awal yang dari asmara kami.

Hampir setiap hari ia selalu mengirim pesan dan juga kode-kode bahwa ia sedang jatuh cinta. Berkali-kali juga aku harus pandai menyembunyikan perasaan agar rasa tidak cepat menguasai isi kepalaku.

“Kak, kita cari waktu untuk bertemu lagi di taman kota. Saya mau omong sesuatu dengan kaka,” pesannya. Aku tidak membalas pesannya, karena aku tahu berjanji pada waktu itu rumit. Sekali kita ingkar rasa sakitnya akan bekepanjangan.


(Baca juga: Menguburkan Mantan dalam Isi Kepala || Cerpen BD)


Aku tidak berani membunuh rasanya dengan patokan waktu yang mungkin aku ingkar nanti. Aku hanya menulis pada dinding FBku “Nona, kalau jodoh taman kota itu akan memanggil kita bertemu kembali. Salam doaku pada rasa dan hatimu. Biarkan itu abadi dan kekal selamanya.  

Post a Comment for "Jumpa di Taman Kota Felix Fernandez || Cerpen BD"