Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cara Mewujudkan Impian Menurut Paulo Coelho - Nerapost

(Dokpri Melki Deni)


Oleh: Melki Deni

Bagaimana kita dapat mewujudkan impian kita? Pada 2013, pertama kali saya baca novel “Ziarah” karya Paulo Coelho terbitan PT. Gramedia Pustaka Utama. Eko Indriantanto menerjemahkan buku ini dari “O DIÁRIO DE UM MAGO” yang diterbitkan pada 1987 oleh Sant Jordi Asociados, Barcelona, Spanyol. Buku ini bukan sekadar novel petualangan pribadi Paulo Coelho, tetapi juga menawarkan banyak makna dan upaya untuk menggapai makna, termasuk semacam kiat-kiat atau latihan mengejar impian kita. Saya sendiri cukup terbantu oleh buku ini, dan beberapa buku lainnya dari Paulo Coelho. Bukan kebetulan saya bisa belajar di Negeri Matador (Spanyol) ini, sebab sewaktu SMA kelas 1 saya membaca beberapa sejarah tentang Spanyol, termasuk karya-karya Paulo Coelho, meskipun waktu itu saya berkeinginan kuat belajar di Jerman. Buku ini tentu saja bukan berisi kiat-kiat sukses.

 

Bagi Paulo Coelho, impian kita adalah mukjizat besar karena tidak semua mempunyai mimpi menjadi seperti… dalam hidup ini. Kita kagum dengan impian kita, karena kita “harus berjuang mendapatkan kembali apa yang hampir diberikan kepadamu (kita) dengan penuh kemurahan hati.” (hlm. 11-12). Buku “Ziarah” ini memberikan kita beberapa kiat sederhana agar kita dapat meraih impian kita:

 

(Baca juga: Tuan Menari di Atas Panggung || Puisi Carrik Dagur)

 

1.      Berani terus bermimpi

“Kita tidak boleh berhenti bermimpi. Impian menyediakan nutrisi bagi jiwamu, seperti makanan bagi tubuh. Ada banyak momen dalam kehidupan kita saat impian tercerai dan harapan tak sampai, tapi kita harus terus bermimpi. Jika kita berhenti bermimpi, jiwa kita akan mati, dan agape takkan pernah dapat mencapainya.” (hlm. 62).

Kalau kita berhenti bermimpi, kita sedang membiarkan kemalasan, sakit penyakit, kemalangan, kemiskinan, dan keserakahan menguasai kita. Akar semuanya itu adalah tidak adanya impian dalam diri menjadi seperti.

 

(Baca juga: Menguburkan Mantan dalam Isi Kepala || Cerpen BD)

 

2.      Selagi masih muda, kita terus berusaha

“Pertempuran untuk kebaikan adalah pertempuran mewujudkan impian. Saat kita masih muda dan mimpi-­mimpi kita meledak di dalam diri kita dengan segenap kekuatannya, kita menjadi sangat pemberani, tapi kita belum mengetahui cara bertempur. Melalui usaha yang keras, kita belajar bertempur, namun saat kita akhirnya bisa bertempur, kita kehilangan nyali untuk pergi bertempur.” (hlm. 62).

Selagi masih muda, kita harus selalu berusaha. Sebab ketika sudah tua atau sakit-sakitan, kita tidak menjadi apa-apa, tidak berguna. Nabi kematian pun enggan buru-buru menjemput kita ke alam baka. Karena itu teruslah berusaha selagi masih muda, punya tenaga, kesehatan yang baik, dan tekad yang kuat.

 

(Baca juga: Berpastoral hingga Tuntas: Ziarah Pelayanan Dua Katekis di Tuwa Paroki Datak - Nerapost)

 

3.      Melawan kemalasan, ketakutan, dan kegagalan

“Kita berbalik bertempur melawan diri sendiri. Kita menjadi musuh terburuk bagi diri sendiri. Kita akan mengatakan mimpi­-mimpi itu kekanak-kanakan, atau terlalu sulit diwujudkan, atau impian itu ada karena kita belum belajar banyak tentang kehidupan. Kita membunuh impian karena takut berjuang dengan sekuat tenaga.” (hlm. 63).

Kekuatan perlawanan terhadap kemalasan, ketakutan, dan kegagalan ada di dalam diri kita, tergantung bagaimana kita mengeluarkannya, dan bertarung dengan kemalasan, ketakutan, dan kegagalan itu. Kalau kita punya tekat yang kuat, kita pasti dapat mengalah kemalasan, ketakutan, dan kegagalan itu.

 

(Baca juga: Ketika Kita sedang Mencari Jati Diri, Tuhan: “Aquí Estoy!” - Nerapost)

 

4.      Berhenti mengeluh tidak ada waktu

“Orang-orang tersibuk yang pernah aku kenal dalam hidupku selalu memiliki cukup waktu untuk semua hal. Mereka yang tak pernah melakukan apa pun selalu merasa letih dan tak memperhatikan pekerjaan mereka yang berbeban sedikit. Mereka sering mengeluh hari terlampau singkat. Sebenarnya, mereka hanya takut berjuang dengan sekuat tenaga.” (hlm. 63).

Kalau kita mengeluh tidak ada waktu sebelum memulai berusaha atas mimpi kita, kita sedang membunuh impian kita. Ketika kita membunuh impian kita, kita sedang menguras seluruh tenaga, pikiran, dan fokus kita. Dan ketika tenaga, pikiran, dan fokus kita terkuras sepenuhnya, kita sebenarnya sudah mati meskipun masih bernapas karena tidak berguna bagi diri sendiri dan orang lain.

 

(Baca juga: Menjadi Garam dan Terang bagi Sesama - Nerapost)

 

5.      Keyakinan

“Impian kita mulai mati terletak dalam keyakinan kita. Karena kita tak ingin lagi memandang hidup sebagai petualangan hebat, kita lalu memandang diri sendiri bijaksana dan adil serta benar karena sedikit sekali mempertanyakan hidup. Kita melihat hal­hal yang terbentang di balik kehidupan sehari­hari, dan mendengar suara perisai bersahutan, membaui segala debu dan keringat, serta melihat kekalahan besar dan api semangat yang terpancar dari mata para kesatria.” (hlm. 63).

Ada perkataan “Anda adalah apa yang Anda pikirkan!”. Kalau saya berpikir tidak bisa meraih impian saya, saya memang tidak bisa meraih impian saya. Ketika saya ragu bahwa saya bisa meraih impian saya, hasilnya juga penuh ragu-ragu. Namun apabila saya yakin bahwa saya dapat meraih impian saya, saya pasti dapat meraih mimpi saya.

 

(Baca juga: Optimalisasi Peran Kaum Muda dalam Digital Talent Guna Menanggulangi Resesi Ekonomi Indonesia)

 

6.      Membela Kebaikan

“Namun kita tak pernah menangkap kebahagiaan, kebahagiaan tak terkira yang timbul dari hati para pejuang di medan perang. Bagi mereka, kalah atau menang menjadi tak penting; yang paling penting adalah kau bertempur untuk membela kebaikan.” (hlm. 63).

Kebaikan adalah senjata kita, itulah sebabnya banyak jenis kejahatan dan para pelaku kejahatan tidak tidur mencari cara mengalahkan kebaikan. Para pelaku kejahatan, keburukan, orang yang dengki, dan pendendam selalu merasa tidak aman di hadapan orang yang memiliki kebaikan tinggi dan total. Sejarah membuktikan peperangan terjadi karena sekelompok orang yang memperjuangkan kejahatan, kriminalitas, banalitas, keburukan, sabotase, konflik, dll, merasa tidak aman di hadapan kebaikan yang tulus tanpa poles dari beberapa orang.

 

(Baca juga: Hampa Dapur Ibu || Puisi Ani Taur)

 

7.      “Melepaskan impian adalah kedamaian”

“Hidup seperti Minggu sore; kita tak lagi menginginkan sesuatu yang luar biasa, dan kita pun tak lagi meminta sesuatu lebih dari yang akan kita berikan. Saat ini terjadi, kita berpikir inilah yang disebut dewasa; kita melupakan impian masa muda, dan kita mencari pencapaian pribadi dan profesional. Kita akan terkejut mengetahui orang seumur kita masih menginginkan banyak hal dalam hidup mereka. Namun jauh di lubuk hati,  kita tahu yang sungguh terjadi adalah kita menyerah bertempur demi mimpi kita—kita menolak bertempur demi kebaikan.”

Kita membiarkan impian bekerja di dalam diri kita. Apabila kita membiarkannya bekerja, kita sedang mengikhlaskan keajaiban sedang terjadi di dalam diri kita. Keajaiban terjadi hanya di dalam diri seorang yang iklas, yang memiliki keyakinan tinggi, dan yang mempunyai senjata kebaikan.

 

(Baca juga: Ketika Mantan Jadi Pastor || Cerpen BD)

 

8.      Doa

“Iblismu mencoba tiga pendekatan klasik: melalui ancaman, janji, serta serangan terhadap sisi lemah dirimu.” (hlm. 76).

Kalau kita percaya kepada Tuhan, kita berdoa kepada Tuhan. Kalau kita percaya kepada iblis, kita bermantra kepada iblis. Pilihan kita menentukan apa yang kita buat, dan akibatnya. Tetapi Tuhan tidak mengancam, dan menyerang sisi lemah kita, kecuali memberi janji, kemudian Tuhan membuktikan janji-Nya, sebab Tuhan tidak dapat menyangkal diri-Nya. Tuhan adalah jembatan, pijar-pijar cahaya, pengontrol, dan penyelemat tatkala kita kehilangan harapan atau pupus semangat mengejar mimpi kita.

 

(Baca juga: Televisi Tua; Suara Minor dari Ujung Negeri || Puisi BD)

 

9.      Mendengarkan Suara Hati

“Jauh di dalam diriku, di tempat yang tak terjangkau pikiranku, ada kekuatan yang dilahirkan dan siap untuk bermanifestasi.” (hlm. 101).

Suara hati tidak dapat diciptakan, tetapi ia lahir dari dirinya sendiri yang tidak memiliki suara yang besar, dan tidak bertahan lama. Suara hati berbicara tentang hal yang penting, mengontrol, dan mengendalikan laju kereta hasrat, pikiran, dan perasaan kita. Bagi hati yang bertelinga, ia akan mendengarkan dengan baik, dan melakukan apa yang dikatakan suara hati. Tetapi bagi hati yang tidak bertelinga, akan susah mendengarkan suara hatinya. Dan yang paling parah, hati yang bertelinga memang mendengarkan suara hatinya, tetapi tidak mau menhiraukan, dan malah melawannya‒akibatnya ia harus berhadapan dengan masalah, persoalan, kesulitan, dan tantangan dalam hidupnya.

Suara hati adalah arsitektur dalam membangun hati Nurani. Manusia yang memiliki hati Nurani sudah pasti memiliki impian yang jelas, berani mengambil risiko, dan tidak malas bangkit dari kegagalan, kekeliruan, dan kecelakaan kecil dalam hidup. Ia dikendarai oleh impiannya, dan karena itu ia tidak mudah terkapar oleh keletihan dan kesepian.

Musim Semi

Rabu, 03 Mei 2023

Dueñas, Palencia, Spanyol

Post a Comment for "Cara Mewujudkan Impian Menurut Paulo Coelho - Nerapost"