Tindak Tutur dalam Debat Capres 2024 Kajian Pragmatik - Nerapost
Oleh:
Maria Diana Hadia
Debat
Capres merupakan salah satu momen penting dalam proses pemilihan umum. Melalui debat
ini publik dapat menilai kemampuan dan visi-misi para calon Presiden, serta melalui
debat ini, masyarakat dapat mengenal lebih dekat calon-calon yang akan memimpin
negaranya. Dalam debat ini,dibagi menjadi tiga sesi debat. Untuk debat ketiga
yang berlangsung pada Minggu (7/1/2024) mengangkat tema Pertahanan, keamanan, hubungan
internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri.
Meskipun
dalam debat capres setiap sesi memiliki tema yang berbeda akan tetapi
masyarakat menilai debat yang berlangsung tidak mempertajam visi dan misi, melainkan
hanya saling menyerang. Narasi debat para capres masih berkutat pada isu-isu
masa lalu, bukan tentang tema atau isu masa depan dari tema debat tersebut.
Gagasan-gagasan besar yang semestinya menjadi tombak cerdas para capres untuk
menarik simpati rakyat malah mendulang eksebilitas sebanyak-banyaknya.
(Baca
juga: Kemiskinan di Tengah Pembangunan || Opini Maria Dinda Lestari)
Berdasarkan
hasil survey Litbang Kompas periode 29 November hingga 4 Desember 2023, sebanyak
28,7 responden belum menentukan pilihan menjelang Pilpres 2024. Di samping itu,
Direktur Algoritma Research and
Consulting sekaligus dosen ilmu politik sari Universitas Indonesia, Aditya
Perdana menilai debat capres masih dapat mempengaruhi masyarakat yang mencari
kejelasan terkait program yang diusung
masing-masing paslon.
Dalam
konteks pragmatik, debat capres ini bisa dikaji menggunakan salah satu kajian
pragmatik yaitu Tindak Tutur. Menurut Yule (1996:1) tindak tutur adalah unit
ujaran yang memiliki fungsi social tertentu. Dalam debat capres tindak tutur
dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti menyampaikan informasi membujuk
atau menyerang lawan.
(Baca
juga: Angin Sepoi-sepoi || Puisi Ama Kolle)
Berdasarkan
kajian pragmatik, tindak tutur dalam debat capres dapat dikategorikan menjadi
dua, yaitu tindak tutur direktif dan tindak tutur representasional. Tindak
tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan tujuan agar
si mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan tersebut
(Gunawan,1994:85-86) atau bertujuan mempengaruhi perilaku orang lain. Dalam
debat capres tindak tutur direktif dapat digunakan untuk membujuk masyarakat
untuk memilih capres tertentu. Misalnya, capres
nomor urut 01 mengatakan ”Ketika berbicara tentang masa depan, maka saya sampaikan
kebebasan pendapat dijamin kita tidak izinkan orang takut. Maka itu saya
sampaikan wakanda no more Indonesia forever (tidak ada lagi wakanda,
Indonesia selamanya). Tindak tutur
ini bertujuan untuk membujuk masyarakat untuk memilih capres nomor urut 01.
Sementara
itu tindak tutur representasioanl adalah tindak tutur yang bertujuan untuk
menyampaikan informasi. Dalam debat capres tindak tutur representasional dapat
digunakan untuk menyampaikan visi-misi capres, menjawab pertanyaan dari
masyarakat atau membantah pernyataan lawan. Misalnya
ketika paslon nomor urut 02, membantah pernyataan dari paslon nomor urut 01 yang
“mengkritik tentang proyek Food-Estate yang dikoordinasikan oleh Kementrian
Pertahanan yang gagal. Ditambah lagi food estate singkong yang menguntungkan
krooni, merusak lingkungan, dan tidak menghasilkan.” Menurut paslon 01 Anggaran
Kementerian Pertahanan tidak bisa mempertahankan data yang pernah diretas pada tahun
2023. Fakta itu,” kata Anies.
(Baca
juga: Belajar Berdemokrasi SMKS Bina Karya Larantuka Adakan Pemilihan Ketua OSIS – Nerapost)
Menjawab pernyataan tersebut, paslon
02 membantah dengan menyampaikan ”Kami bertekad
punya pertahanan kuat. Mungkin ada yang asal bicara tanpa data, didorong
ambisi menggebu-gebu sehingga tidak obyektif” kata Prabowo. Dari
jawaban paslon nomor urut 02, tindak tutur tersebut bertujuan untuk membantah
pernyataan paslon nomor urut 01, dan menyampaikan informasi bahwa capres 02
akan bertekad mempunyai pertahanan yang kuat.
Selain
itu, tindak tutur dalam debat capres yang ketiga dapat dikategorikan
berdasarkan tujuanya. Berdasarkan tujuanya, tindak tutur dapat dikategorikan
menjadi tindak tutur konstatif dan tindak tutur ekspresif. Tindak tutur
konstatif adalah tindakan tutur yang bertujuan untuk menyampaikan informasi
yang benar. Dalam debat capres yang ketiga, tindak tutur konstatif dapat
digunakan untuk menyampaikan data atau fakta.
Misalnya ketika paslon 03 bertanya
kepada paslon 02 berkaitan dengan indeks perdamaian kekuatan militer turun. Di sini paslon 03 membahas latar belakang penurunan
indeks perdamaian dan kekuatan militer, anggaran militer dan kapabilitas
militer “Termasuk capaian MEF ( kekuatan pokok minimum ) militer kita 65,49 %
dari target 79%. Mengapa terjadi penurunan dan apa solusinya,“
tanya Ganjar
(Baca
juga: Valentinus Ternyata Seorang Pastor || Cerpen BD)
Dari
data yang sudah dipaparkan paslon 02 Prabowo menjawab, ia sudah punya
perencanaan, “tetapi yang menentukan
termasuk menteri keuangan.” Tindak tutur ini bertujuan untuk menyampaikan
data bahwa indeks perdamaian kekuatan militer turun, dan apa penyebab utamanya.
Selanjutnya
tindak tutur ekspresif adalah tindakan tutur yang bertujuan untuk mengungkapkan
perasaan atau emosi. Dalam debat capres yang ketiga, tindak tutur ekspresif
dapat digunakan untuk mengungkapkan rasa
percaya diri keyakinan atau ketidaksetujuan.
Misalnya
capres 02 mengatakan dan memanggil capres 01 dengan sebutan professor, sebutan
itu pertama kali dilontarkan Prabowo saat menanggapi pernyataan Anies yang
menyebut bahwa Alutista yang dibeli Prabowo selama menjabat sebagai Menteri
Pertahanan adalah barang bekas. Menurut Prabowo pernyataan tersebut berpotensi
menyesatkan masyarakat. Dia mengatakan tidak seharusnya pernyataan seperti itu
keluar dari mulut seorang professor. “Jadi
barang-barang bekas itu menurut saya menyesatkan rakyat. Itu pak, tidak pantas
seorang professor ngomong-ngomong begitu ya, karena dalam pertahanan, hampir 50%
alat-alat di mana pun adalah bekas, tapi usianya masih muda,” ujar prabowo
dalam segmen ketiga debat capres ke-3
(Baca
juga: Narasi Luka dari Seorang Lelaki || Cerpen BD)
Kedua,
sebutan professor kembali dikatakan oleh
Prabowo ketika menyinggung persoalan etika kepemimpinan, dan yang ketiga, Prabowo
menyebut Anies sebagai seorang profesor saat membahas APBN untuk pembelian
alutista. Prabowo mengatakan partai pengusung Anies menyetujui program
pembelian alutista yang dilakukan oleh Kementerian Pertahanan.
Menurut Dekan FISIP UB Prof Anang Sujoko menyebut dalam debat ini terjadi saling serang personal antara Anies dan Prabowo. Artinya keduanya sama-sama menyerang personal bedanya pada emosi keduanya saat bereaksi menjawab pertanyaan “Ada pertarungan secara pribadi tetapi kalau kita perhatikan personalnya ada dimana? Apa yang disampaikan capres 02 sudah berlebihan, mulai dari cara memanggil profesor sampai etika ketidaklayakan, itu kan sangat personal sekali” kata Anang kepada detik Jatim.
(Baca
juga: Jumpa di Taman Kota Felix Fernandez || Cerpen BD)
Secara umum tindak tutur dalam debat capres yang ketiga memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi dan mempengaruhi perilaku masyarakat. Tindak tutur yang tepat dapat digunakan untuk menyampaikan informasi yang jelas dan meyakinkan serta untuk mempengaruhi masyarakat untuk memilih capres tersebut. Berdasarkan kajian pragmatik, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan tindak tutur dalam debat capres. Pertama, tindak tutur harus digunakan secara tepat sesuai dengan konteksnya. Misalnya tindak tutur tidak boleh digunakan untuk menyampaikan informasi yang tidak benar. Kedua, tindak tutur harus digunakan secara sopan dan santun, misalnya tindak tutur tidak boleh digunakan untuk menyerang lawan secara pribadi. Ketiga, tindak tutur harus digunakan secara efektif untuk mencapai tujuanya. Dengan memahami penggunaan tindak tutur dalam dabat capres yang ketiga, maka kita dapat menilai kualitas debat dan kemampuan capres dalam menyampaikan visi-misinya.
Post a Comment for "Tindak Tutur dalam Debat Capres 2024 Kajian Pragmatik - Nerapost"