Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Interpretasi Hukum di Indonesia dalam Pandangan Ronald Dworkin – Nerapost

(Sumber gambar: twitter.com)


Oleh: Oskar Mandang

Ronald Dworkin lahir di Amerika Serikat pada 11 Desember 1931 dan merupakan seorang filsuf serta ahli hukum di Amerika Serikat. Ronald Dworkin meninggal pada 14 Februari 2013, di London, Inggris.  Menurut Harvard Cass Sunstein seorang ahli hukum, menyanjung Dworkin sebagai "salah satu filsuf hukum paling penting dalam 100 tahun terakhir.”

 

(Baca juga: Pendidikan dan Tanggung Jawab Sosial - Nerapost)

 

 

Pandangannya berkaitan tentang penerapan hukum yang benar yang senantiasa harus dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang telah dibuat. Ia mencetuskan teori hukum sebagai keseluruhan di dalam bukunya yang berjudul Law's Empire. Menurut teori tersebut, hakim perlu menafsirkan hukum sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang konsisten, terutama keadilan. Ia menandaskan bahwa hukum yang dibuat seyogyanya diterapkan dalam porsinya masing-masing. Dalam hal ini penulis mengaitkan pandangan hukum Ronald Dworkin dalam penerapan di indonesia terutama berkaitan dengan politisasi.

Indonesia merupakan negara hukum yang mengatur tatanan kehidupan bangsa dan bernegara agar terciptanya keharmonisan serta mencapai bonum commune. Namun realitas praktek penerapan hukum kerap kali mengalami penyimpangan. Selalu saja ada bias antara hukum dalam perspektif teks dan konteksnya. Terkadang hukum disalahartikan karena adanya berpandangan bahwa hukum ditujukan bagi sekelompok orang saja, inilah yang di sebut politisasi.

 

(Baca juga: Pancacinta dan Rindu Ibu || Kumpulan Puisi Melki Deni)

 

Politisasi hukum marak terjadi di kalangan kepemerintahan. Perilaku ini kadangkala justru menghancurkan mentalitas seseorang karena menganggap bahwa hukum belum relevan pada massa sekarang. Sering kita membaca atau bahkan menonton kasus-kasus dalam berita yang membahas tentang penyalahgunaan hukum. Di kalangan para pejabat hukum menjadi hal yang kurang dipraktekkan baik dari segi teks maupun konteks.

 

(Baca juga: Menilik Perilaku Korupsi Aparatur Negara di Indonesia dalam Terang Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis - Nerapost)

 

Meskipun negara Indonesia merupakan negara hukum tapi banyak yang menggangap penerapan hukum tidak relevan. ketidakrelevan ini bukanlah perihal isi dari hukum tersebut melainkan penerapannya sehingga politisasi terus berkembang. Politisasi terjadi akibat kerakusan dan kegoisan guna memperoleh keuntungan pribadi. Mengapa demikian? Ini dikarenakan ketidakpuasan seseorang mengenai hal atau barang yang telah  ia peroleh. Ketidakpuasan ini mengarah pada keserahkahan.

 

(Baca juga: Pohon Lontar Tumbuh di Atas Kepala || Cerpen BD)

 

Teori hukum Dworkin tentang politisasi dalam pengadilan jual beli jabatan menjadikan hukum sebagai sarana yang empuk dalam melanggengkan kekuasaan. Di bawah perlindungan hukum seorang hakim memiliki hak prerogatif untuk menjaklankan kuasnya. Namun sering kita lihat bahwa keputusan-keputusan hakim terkadang tidak sesuai hukum, ketika hakim dibayar atau disogok oleh kelompok orang yang memiliki kepentingan. Hal ini memperlihatkan keadilan yang seharusnya ditegakan malah menyeleweng demi kepentingan pribadi dan hakim sendiri menjadi buta akan nilai yang sudah disepakati bersama yakni keadilan sosial. Ketidakadilan dalam penerapan hukum seperti ini justru menimbulkan kesan negatif bagi korban.

 

 

 

(Baca juga: Berpastoral hingga Tuntas: Ziarah Pelayanan Dua Katekis di Tuwa Paroki Datak - Nerapost)

 

Ketidakadilan yang terjadi menunjukan hukum belum berjalan maksimal. Dalam hal ini, penerapan hukum yang dilakukan oleh hakim kerapkali menyimpang asas hukum yang semestinya. Dalam hubungannya dengan prinsip moral tindakan tersebut tidak menciptakan kebaikan bersama melainkan manipulasi antar individu yang bersekongkol untuk menjatuhkan orang yang sesungguhnya benar secara hukum. Di sini hak seseorang untuk mendapat perlindungan tidak dindahkan, keadilan tidak ditegakan, martabat manusia pun direndahkan. Penulis menyimpulkan bahwa mereka yang selalu berteriak untuk melakukan keadilan justru menjadi pelaku ketidakadilan. Di sinilah tidak adanya penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia karena kebebasan seseorang direnggut hanya untuk kepentingan pribadi.

 

(Baca juga: Salib vs Absurditas - Nerapost)

 

Kenyataan ini sering terjadi dalam pengadilan di Indonesia. Mereka ingin tetap berada pada zona nyaman dan melakukan segala macam cara agar terbebas dari tuntutan-tuntutan hukum. Namun masih ada begitu banyak orang mempraktekkan hukum dengan benar. Mereka inilah yang menjadi panutan dan contoh ketika hukum mulai mengalami pergeseran makna. Mereka menjadi tameng ketika hukum mulai disalahartikan oleh sekelompok orang, sehingga penerapan hukum di Indonesia sesuai dengan makna dan fungsinya.

Post a Comment for "Interpretasi Hukum di Indonesia dalam Pandangan Ronald Dworkin – Nerapost"